Kehidupan Gen Z dan smartphone tampaknya menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan pada saat ini. Dari masalah keuangan, pekerjaan, hingga kesehatan kini bisa diakses melalui smartphone.
Namun, beberapa waktu kebelakang Generasi Z di Amerika beramai-ramai mulai meninggalkan penggunaan smartphone. Mereka memilih untuk kembali beralih ke feature phone yang hanya bisa menelpon dan kirim pesan.
Tren ini mulai dilakukan lantaran smartphone dan media sosial yang mulai populer sekitar tahun 2012, turut bersanding dengan tingkat depresi di kalangan remaja, kata para psikolog.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Administrasi Layanan Penyalahgunaan Zat dan Kesehatan Mental, yang merupakan bagian dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, mulai 2004 hingga tahun 2019 tingkat depresi remaja hampir dua kali lipat.
Oleh karena itu, tren beralih ke HP 'jadul' mulai menjalar di kalangan Gen Z Amerika Serikat.
Salah satu pengikut tren ini, Sammy Palazzolo, (18 tahun), mahasiswi baru di University of Illinois Urbana-Champaign mengatakan kini ia memiliki rutinitas baru dengan ponselnya saat dia keluar malam bersama teman-temannya, sebagaimana dikutip dari CNN.
Ia dan teman-teman saling menghubungi satu sama lain hanya melalui ponsel flip 'jadul' dan memotret meski dengan kamera yang sekarang bisa dikatakan primitif. Tren meninggalkan smartphone ini kemudian mulai dikenalkan ke sesama mahasiswa dan mengajak generasi mereka untuk beralih ke HP jadul yang hanya bisa buat komunikasi pesan.
Mengenai fenomena Gen Z di AS ini, dosen Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Prof Dr Nurul Hartini SPsi M Kes pun angkat bicara.
Dasarnya Prof Nurul setuju bila fenomena ini dilakukan agar terhindar dari gangguan yang timbul akibat smartphone. Memang, penggunaan smartphone bisa memberikan dampak positif dan negatif.
Dampak positif tentu saja kemudahan komunikasi dan mengakses informasi yang tidak terbatas. Namun, dibalik itu ada dampak negatif yang membuat seseorang kecanduan yang berakibat buruk pada fisik atau mental.
Kecanduan Smartphone
Seperti yang diungkapkan para Gen Z ketika berhenti menggunakan smartphone adalah untuk menjaga kesehatan mental mereka. Karena menurut Prof Nurul smartphone dapat berdampak buruk pada fisik, gangguan penglihatan hingga gangguan motorik.
Dari sisi mental, dampak dari kecanduan smartphone dapat menimbulkan gangguan kognitif dan merusak kestabilan emosi khususnya pada anak-anak dan remaja.
Hal ini menyebabkan seseorang mudah marah, padahal sumber yang menyebabkan kemarahan itu berasal dari smartphone.
"Sumber-sumber marah dan sumber-sumber agresi dapat berasal dari sarana prasarana yang seharusnya bisa membantu menjadi lebih cerdas," ungkap Prof Nurul.
Dampak kesehatan mental karena smartphone lebih jauh akan mengganggu aktivitas sosial seseorang. Contohnya, anak bisa menjadi pribadi yang tertutup dan kurang melakukan interaksi sosial sehingga kesulitan ketika harus bergaul dengan teman sebayanya.
Saran Psikolog Unair
Untuk menghindari fenomena kecanduan smartphone pada anak, perlu dilakukannya evaluasi secara kualitas dan kuantitas tentang smartphone. Dalam kesempatan itu, orang tua bisa menjalankan aplikasi apa yang bisa diakses pada smartphone yang bisa memberikan manfaat kepada diri sendiri.
Namun, bila pada akhirnya hasil evaluasi tersebut menjelaskan penggunaan smartphone berdampak buruk. Contohnya ternyata menyebabkan penurunan motivasi dalam belajar, penggunaannya harus dikurangi.
Prof Nurul menyampaikan bahwa jika penggunaan smartphone sesuai dengan porsi dan kebutuhan akan memiliki banyak manfaat. Smartphone bisa memberikan manfaat dalam meningkatkan kemampuan kognitif pada anak-anak.
"Kalau kita bisa membatasi kedalaman kita sesuai dengan apa yang kita butuhkan, pastinya tidak akan menimbulkan kerugian atau gangguan," ungkapnya.
Jadi, apakah kamu siap mengurangi penggunaan smartphone dalam kehidupanmu detikers?
(faz/faz)