Mengenal Stokisme, Filosofi yang Bisa Buat Hidup Lebih Tenang

ADVERTISEMENT

Mengenal Stokisme, Filosofi yang Bisa Buat Hidup Lebih Tenang

Cicin Yulianti - detikEdu
Minggu, 23 Apr 2023 11:00 WIB
Bikin Tenang! 7 Makanan Ini Cocok untuk Atasi Gangguan Kecemasan
Foto: Getty Images/iStockphoto/Fudio
Jakarta -

Istilah stoikisme akhir-akhir ini menjadi populer setelah permasalahan hidup manusia semakin kompleks. Stokisme banyak dipercayai sebagai upaya untuk membuat hidup menjadi lebih tenang karena bertumpu pada ajaran kebajikan. Apa sebenarnya stoikisme itu?

Mengutip World Atlas, stoikisme ini merupakan aliran pemikiran yang berasal dari zaman Yunani Kuno dan Roma periode 323 SM dan 30 SM. Pencetus dari aliran stoikisme adalah Zeno yang merupakan seorang filsuf pra-Sokrates asal Italia.

Aliran stokisme secara garis besar mengajarkan tentang ketabahan. Tujuan dari ketabahan tersebut adalah eudaimonia atau keadaan puas dan berkembang yang dicapai dengan hidup bersama alam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Aristoteles, seorang manusia berusaha mencapai tujuan untuk tujuan lain. Artinya, manusia bisa jadi memiliki tujuan tertinggi, terbaik, dan terakhir yang kemudian Aristoteles namakan eudaimonia.

Perkembangan Filosofi Stoikisme

Stoikisme muncul pertama kali di Yunani Kuno, tempat kelahiran banyak filsuf, termasuk Zeno sang penggagas filosofi tersebut. Awalnya, Zeno menciptakan stoikisme untuk menentang aliran Epicureanisme yang populer saat itu.

ADVERTISEMENT

Epicurus mendirikan Epicureanisme yang menyebutkan bahwa manusia memiliki sifat kebetulan, didorong oleh rasa sakit dan kesenangan. Zeno pun mengembangkan stoikisme awal dari ide sinisme, yang menekankan kebajikan dan kesederhanaan.

Menurut Zeno, ajaran stoikisme dibedakan menjadi tiga yakni logika, fisika, dan etika. Saat ini fokus stoikisme adalah pada etika, sedangkan fisika dan logika keduanya diajarkan secara terpisah. Namun, Zeno berpendapat logika dan fisika harus selalu mendukung etika.

Pada periode selanjutnya atau masa pertengahan, filsuf yang memegang peran penting dalam perkembangan stoikisme adalah Panaetius dan muridnya Posidonius. Panaetius merupakan seorang filsuf yang lebih fleksibel sedangkan Posidonius lebih menekankan pada aspek religius.

Keduanya menentang Chrysippus yang memfokuskan ajaran pada logika dan terlalu menyimpang dari ajaran filsafat Plato dan Aristoteles.

Periode stoikisme akhir adalah selama periode kekaisaran Romawi di mana logika dan fisika tidak lagi banyak dipelajari. Pada masa ini, stoikisme sudah populer dan sudah banyak catatan tentangnya.

Filsuf terkenal yang mengembangkan ajaran stoikisme di masa ini adalah Seneca. Ia menggunakan peristiwa sehari-hari untuk membahas masalah moral. Salah satu karya terkenalnya adalah kumpulan surat yang ditujukan kepada Lucilius.

Buku karyanya tersebut berisi tentang Epictetus yang memandang filsafat sebagai cara hidup dan bukan sekadar disiplin teoretis. Terlahir sebagai budak, Epictetus juga hidup dengan gagasan bahwa manusia harus menerima apapun yang terjadi dengan tenang

Pokok Ajaran Stoikisme dan Manfaatnya

Meskipun stoikisme mengalami beberapa perubahan dalam tiga masa yang telah dijelaskan di atas, namun gagasan yang konsisten dibawa dalam aliran ini adalah kebijaksanaan, keberanian, kesederhanaan, dan keadilan.

Ajaran stoikisme ini dapat membuka pikiran kita bahwa jika manusia mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, maka ia dapat mengambil keputusan yang lebih baik. Orang yang bijak akan menggunakan penilaian yang sehat dan logika di atas nafsu atau dorongan hati.

Adapun konsep keberanian dalam ajaran stoikisme ini bermakna keberanian untuk terus memperbaiki hidup. Para filsuf mengatakan bahwa bertindak dengan berani, artinya tidak tanpa rasa takut. Alih-alih menghilangkan rasa takut, seseorang lebih baik mengedepankan tindakan yang berani atas sesuatu yang baik.

Bertindak dengan keberanian juga membutuhkan kesederhanaan atau pengendalian diri. Poin kesederhanaan mengajarkan seseorang untuk tidak berkubang dan tidak makan berlebihan karena yang lebih baik adalah seimbang (tidak kurang dan tidak lebih).

Orang Yunani Kuno pun membagi keadilan menjadi kebaikan, kejujuran, kesetaraan, dan perlakuan yang adil. Stoikisme mengartikan konsep keadilan sebagai distribusi yang artinya memberi orang apa yang pantas mereka terima.




(nah/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads