- Pengertian Toxic
- Ciri-Ciri Toxic Person, Orang dengan Toxic Personality
- 4 Tipe Toxic People 1. Orang Narsistik-Agresif 2. The Frenemy alias Musuh 'Bertopeng' Teman 3. Orang Pengeluh Negatif 4. Orang Penggoda dan Terlalu Dramatis
- Contoh Hubungan Toxic Toxic Relationship Toxic Parents Toxic Friendship
Saat ini kata toxic kerap digunakan untuk melambangkan seseorang atau sebuah hubungan yang dianggap sudah tidak sehat lagi. Indikasi untuk menyebutkan seseorang toxic biasanya didasarkan pada perilaku atau sifat orang tersebut yang dianggap merugikan.
Pendefinisian terhadap kata toxic sangat beragam tergantung dengan konteks yang sedang diperbincangkan. Beberapa orang menggunakan kata toxic untuk menilai karakter seseorang sedangkan yang lainnya akan menggunakan toxic untuk melambangkan hubungan yang sudah tidak baik.
Yuk, simak artikel di bawah ini terkait toxic yang mengutip dari buku #TIBADIKAMU karya Daniel Puspo Wardjojo, buku The Highly Sensitive Person's Guide to Dealing with Toxic People ditulis psikolog Columbia dan Harvard University Shahida Arabi, jurnal Representasi Toxic Relationship dalam Film Story of Kale: Someone's in Love karya Joshua Alberico Tedjo, jurnal Dampak Toxic Parents dalam Kesehatan Mental Anak karya Oktariani, artikel dari Psychology Today "Break Free from the Trap of Toxic People" yang ditulis pendiri pusat perawatan depresi di AS, Gregory L Jantz, PhD, juga "Toxic People: How to Recognize and Avoid Them" yang ditulis dosen dan peneliti psikologi dari The Johns Hopkins School of Medicine dan The Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, George S Everly, Jr PhD, ABPP, FACLP dan "Toxic People" yang ditulis psikiater Abigail Brenner, MD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Toxic
Kata toxic merupakan sebuah kata kiasan yang diambil dari bahasa Inggris. Melalui terjemahan langsung kata toxic memiliki arti beracun. Namun, kata toxic yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari merupakan bahasa gaul yang mengadaptasi dari arti sesungguhnya.
Menurut kamus bahasa Inggris, bahasa gaul dari toxic dapat diartikan sebagai kata sifat yang mendeskripsikan seseorang. Deskripsi ini akan diberikan apabila orang tersebut memiliki perilaku yang buruk atau sifat negatif.
Sedangkan menurut psikiater Abigail Brenner, 'toxic' bukan istilah psikologi formal melainkan deskriptif tentang bagaimana perasaan orang ketika berhadapan dengan individu tertentu. Toxic menggambarkan interaksi di mana batasan (boundaries) sering kabur, di mana individu itu sendiri dan/atau perilaku mereka dirasa sulit, menantang, menuntut, seringkali cenderung bermusuhan.
Hubungan yang beracun alias toxic relationship, tulis Brenner, tidak didorong oleh kepedulian dan dukungan timbal balik, tetapi seringkali condong untuk mengakomodasi kebutuhan dan tuntutan individu. Tak perlu dikatakan lagi, ini bukanlah hubungan yang sehat dan seringkali, baik bermakna atau tidak, perilaku beracun alias toxic behaviour menggerogoti kesetaraan dan merusak apa pun yang bisa baik dalam suatu hubungan.
Tetapi yang harus disadari bahwa tidak mudah untuk menilai seseorang sebagai 'toxic person' atau 'orang beracun' hanya karena mereka menunjukkan sifat-sifat ini. Harus dipahami pula bahwa sifat-sifat toxic/beracun sering kali berakar pada trauma masa lalu atau tantangan kesehatan mental mendasar yang membutuhkan pengobatan bukan penghukuman atau penghakiman/judgment.
Ciri-Ciri Toxic Person, Orang dengan Toxic Personality
Gregory L Jantz, PhD menuliskan, mendefinisikan apa itu 'toxic person'. Manusia bisa menjadi sasaran yang bergerak, justru karena cara toxic person bertindak seperti berikut:
Toxic person cekatan menangkis kesalahan atau tanggung jawab.
Toxic person dapat memanfaatkan niat baik atau ketakutan orang lain.
Toxic person mahir dalam "gaslighting", membuat orang lain merasa tidak berfungsi.
George S Everly, Jr PhD, ABPP, FACLP, dosen dan peneliti psikologi dari The Johns Hopkins School of Medicine dan The Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health menyarankan 2 pertanyaan ini untuk mengidentifikasi bahwa seseorang berpotensi menjadi toxic person.
Menurut Everly, konsistensi perilaku bisa menjadi petunjuk dalam memilih teman yang bisa diandalkan. Sebagai seorang psikolog, dia telah dilatih dalam penilaian diagnostik orang dan perilaku mereka.
"Ini sering berarti bahwa saya harus menilai integritas, kejujuran, dan kepercayaan seseorang sebagai bagian dari lamaran kerja atau izin keamanan. Saya telah menghabiskan ribuan jam untuk menyempurnakan keterampilan saya, tetapi alat paling ampuh yang pernah saya pelajari diajarkan kepada saya dalam percakapan 5 menit," tulis Everly.
Dr Henry Murray, lanjut Everly, adalah seorang ahli biokimia dan dokter yang mendirikan Boston Psychoanalytic Society. Dia memimpin Klinik Psikologi Harvard dan mengembangkan Tes Apersepsi Tematik, salah satu tes psikologi yang paling banyak digunakan di dunia.
"Meskipun dia telah menemukan alat tes psikologis yang ampuh ini, dia pernah bercerita kepada saya, "Tidak ada yang lebih ampuh daripada pertanyaan yang diutarakan dengan baik."," kata dia.
Maka inilah dua pertanyaan paling membantu yang telah dipelajari Everly untuk menilai tindakan orang lain. Jika seseorang melakukan sesuatu yang sangat dipertanyakan, tampaknya tidak pantas, atau salah, daripada langsung memberikan alasan untuk mereka dan menghentikan tindakan tersebut, tanyakan pada dirimu sendiri pertanyaan-pertanyaan ini:
1. "Apakah mereka (orang yang diduga toxic person) pernah melakukan ini sebelumnya?"
Jawaban atas pertanyaan ini akan membantumu membedakan kesalahan yang jujur dari pola perilaku yang bertahan lama. Semua orang membuat kesalahan. Sebuah kesalahan adalah apa yang mereka lakukan. Mengulangi perilaku yang sama beberapa kali bukan lagi sebuah 'kesalahan', mungkin itu menunjukkan siapa mereka sebenarnya.
2. "Orang seperti apa yang berperilaku seperti itu?"
Dengan kata lain: "Orang seperti apa yang melakukan apa yang baru saja dilakukan orang itu?" Jawaban atas pertanyaan ini sampai pada inti permasalahan apakah ini tipe orang yang kamu inginkan sebagai teman, kenalan, mitra bisnis, atau bahkan sebagai pasangan!
Sedangkan Jantz menuliskan untuk mengenali seseorang itu toxic apa tidak adalah dengan mencatat reaksi fisik terhadap orang itu saat berada di dekatmu seperti:
1. Apakah kamu lelah secara fisik atau emosional setelah menghabiskan waktu bersama?
2. Apakah kamu merasa tidak nyaman mengetahui bahwa kamu akan berinteraksi dengan orang tersebut?
3. Setelah berinteraksi dengan mereka, apakah kamu merasa berkurang rasa percaya diri atau kurang enjoy?
4. Apakah kamu merasa bingung dengan keyakinan atau batasanmu setelah berinteraksi dengan mereka?
5. Apakah kamu frustrasi karena kebutuhan, pikiran, dan perasaanmu tidak dianggap penting?
4 Tipe Toxic People
Everly juga membagikan 4 tipe dasar toxic people sebagai berikut:
1. Orang Narsistik-Agresif
Individu yang agresif dan egois cenderung berjiwa petualang dan berani mengambil risiko. Mereka secara dangkal menawan, fasih, dan mengasyikkan. Cenderung posesif, kasar secara verbal, dan kadang-kadang bahkan kasar secara fisik, mereka cenderung mengendalikan dan mengintimidasi orang lain.
Mereka mencari teman dan pasangan lawan jenis yang cenderung membutuhkan dan menghormati mereka. Mereka cenderung melihat diri mereka sebagai orang yang asertif, bukan agresif. Mereka memiliki rasa berhak yang mengarah pada keegoisan yang luar biasa. Akibatnya, keegoisan mereka meluas hingga merampas hak orang lain seolah-olah itu adalah hak prerogatif yang diberikan Tuhan.
Aturan, dan kadang-kadang bahkan hukum, dapat diterima hanya jika tidak mencegah mereka melakukan sesuatu yang ingin mereka lakukan; jika tidak, aturan dan hukum tersebut dianggap tidak berlaku untuk mereka. Orang yang memiliki harga diri rendah sering menjadi sasaran, dan terkadang bahkan tertarik pada tipe orang seperti ini karena mereka menganggap mereka sebagai pelindung. Perlindungan segera berkurang dan pelecehan verbal dan fisik sering terjadi.
2. The Frenemy alias Musuh 'Bertopeng' Teman
Frenemy adalah orang yang tampak seperti teman, tetapi sebenarnya bukan. Mereka sering bertindak seperti teman, terutama saat kamu membutuhkannya. Tapi berhati-hatilah, keinginan mereka untuk membantu tidak didasarkan pada altruisme atau kepedulian sejati terhadap orang lain, melainkan, mereka memperoleh rasa harga diri dan seringkali keunggulan dari membantu orang lain yang kondisinya lebih buruk.
Musuh-musuh mengungkapkan dirinya saat kamu mengalami kebahagiaan dan kesuksesan. Frenemies kemudian akan sering menjadi pencemburu, pasif-agresif, dan tidak toleran ketika berhadapan dengan kebahagiaan dan kesuksesan orang lain. Mereka bahkan mungkin mencoba menyabotase kebahagiaanmu, atau mereka akan menjauhkan diri. Tampaknya dalam kenyataan frenemies merasa tidak aman dan meningkatkan harga diri mereka dengan mengelilingi diri mereka dengan orang-orang yang lebih buruk.
3. Orang Pengeluh Negatif
Orang yang negatif/mengeluh sepertinya tidak pernah benar-benar bahagia. Tidak ada yang cukup baik untuk mereka (itu bagian negatifnya), dan mereka sangat bersedia untuk memberi tahumu . Mereka tampak menyenangkan pada tingkat yang dangkal, tetapi semakin lama kamu mengenal mereka, semakin tidak menentu perilaku mereka, dan sering diselingi dengan sifat keras kepala atau manipulatif. Mereka telah menguasai perilaku pasif-agresif sebagai sarana untuk membuat orang lain tidak bahagia seperti mereka ("kesengsaraan suka ditemani.")
Perilaku pasif-agresif adalah agresi yang disamarkan untuk menghindari pembalasan. Misalnya, seseorang mungkin berkata, "Wah, aku sangat suka baju barumu. Gaya itu populer 5 sampai 10 tahun yang lalu, bukan?" Meskipun orang negatif telah menghina seseorang dengan baju baru dengan mengatakan bahwa itu sudah ketinggalan zaman, jika ditentang mereka selalu dapat berkata, "Tapi, saya bilang saya sangat menyukainya." Secara umum, orang-orang ini sinis dan pesimis.
4. Orang Penggoda dan Terlalu Dramatis
Orang yang menggoda dan terlalu dramatis bisa sangat menyenangkan. Seringkali dalam kehidupan pesta, mereka biasanya secara fisik menarik, menawan, dan menggairahkan. Mereka melakukan hal-hal untuk menarik perhatian, yang mungkin termasuk genit secara seksual, tindakan dan pakaian yang menggoda. Mereka seringkali adalah pengambil risiko.
Sayangnya banyak dari orang-orang ini sangat tidak aman alias insecure, dan pola perilaku ini sebenarnya adalah cara untuk mengimbangi ketidakamanan mereka. Orang-orang ini biasanya sangat dangkal. Mereka menilai diri mereka sendiri dan orang lain dengan kriteria eksternal, seperti apa yang mereka miliki, penampilan mereka, dan siapa yang mereka kenal. Sayangnya, krisis paruh baya klasik tidak bisa dihindari. Keinginan akan perhatian, sebagai obat untuk rasa tidak aman, menjadi obsesif dan merusak diri sendiri, tetapi tidak sampai 'membuang' orang-orang di sekitar mereka.
Contoh Hubungan Toxic
Hubungan toxic berarti merupakan sebuah hubungan yang buruk dan tidak menyehatkan. Hubungan ini dapat terjalin antara dua individu ataupun lebih dengan relasi tertentu. Berikut merupakan contoh relasi dari hubungan toxic:
Toxic Relationship
Menurut Jurnal E-Komunikasi UK Petra berjudul "Representasi Toxic Relationship dalam Film Story of Kale: When Someone's in Love" yang ditulis Joshua Alberico Tedjo menuliskan hubungan ini biasanya terjalin antara sepasang kekasih.
Dr Robert Firestone yang merupakan seorang psikolog menyebut hubungan ini dengan istilah 'Fantasy Bond' karena pasangan toxic berada dalam ilusi mereka terkait hubungan yang mereka miliki.
The Journal of the American Academy of Psychotherapists pada tahun 1972 menyatakan bahwa toxic relationship diawali dengan seseorang memasuki sebuah hubungan didasari dengan adanya perasaan kesepian atau hanya ingin memiliki pasangan lawan jenis tanpa memikirkan pasangan tersebut baik untuk dirinya apa tidak.
Pasangan yang berada dalam hubungan yang toxic sebenarnya mengetahui bahwa mereka memiliki ketidaksukaan akan sikap pasangannya. Namun, mereka tidak akan menyampaikan ketidaksukaannya karena merasa takut ditinggalkan.
Toxic Parents
Dalam Jurnal Penelitian Pendidikan, Psikologi dan Kesehatan berjudul "Dampak Toxic Parents dalam Kesehatan Mental Anak" yang ditulis Oktariani, dari Universitas Potensi Utama Indonesia, relasi dalam hubungan toxic ini terjalin antara hubungan anak dan orang tua. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak dalam konteks ini memiliki relasi yang tidak baik dan berdampak negatif terhadap perkembangan anak.
Toxic parenting diketahui bukan merupakan sebuah konsep yang tetap dalam dunia medis. Namun, ketika seseorang sedang membahas terkait hal ini mereka akan merujuk kepada perilaku orang tua yang memperlakukan anak mereka dengan buruk.
Perilaku buruk yang dilayangkan oleh orang tua dapat menyebabkan anak merasa bersalah, ketakutan dan merasa harus menuruti semua perintah orang tuanya. Biasanya orang tua dengan perilaku toxic ini akan melakukan kekerasan intim, kekerasan emosional, fisik serta pengabaian anak.
Toxic parents terdiri dari 3 kelompok yaitu yang pertama kategori yang memaknai orang tuanya toxic karena tidak adanya kepedulian terhadap anak, yang kedua subjek memaknai orang tuanya toxic karena orang tua suka membandingkan anak, dan yang terakhir ada kategori yang memaknai orang tuanya toxic karena sikap orang tua yang sampai membuat trauma anak.
Toxic Friendship
Relasi yang terjalin dalam hubungan ini biasanya adalah relasi pertemanan yang terdiri atas dua individu atau lebih. Biasanya hubungan toxic friendship berawal dari salah satu anggota mereka yang memiliki perilaku toxic.
Jika salah satu individu dalam pertemanan memiliki perilaku toxic mereka cenderung akan menebarkan kebencian, tidak menyukai kebahagiaan orang lain, cemburu, pesimis, dll. Hal tersebut menyebabkan hubungan pertemanan yang terjalin menjadi toxic.
detikers akan menyadari berada dalam fase ini apabila kita merasa pertemanan kita membawa dampak yang buruk. Biasanya seseorang dalam hubungan ini akan membuatmu merasa tidak berdaya dan tidak bersifat mendukung.
Everly kemudian memberikan peringatan untuk hati-hati memilih teman. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa dukungan orang lain adalah satu-satunya faktor terbaik yang memprediksi ketahanan manusia. Tapi pilihlah temanmu dengan hati-hati.
"Seperti yang dicatat oleh Max Ehrmann dengan terkenal, "Berhati-hatilah... karena dunia ini penuh dengan tipu daya". Pengkhianatan adalah rasa sakit yang berlangsung seumur hidup. Mereka yang mengkhianati orang lain akan mengkhianatimu. Jadi, selektiflah saat memilih temanmu," tulis Everly.
Everly lalu memberikan pedoman sederhana untuk memilih teman agar terhindar dari 'teman beracun'. Carilah orang-orang yang menunjukkan persahabatan sejati dan ingat hal-hal berikut:
1. Persahabatan didasarkan pada rasa saling percaya.
2. Persahabatan didasarkan pada kesetiaan. Janji tidak memiliki tanggal kedaluwarsa! Orang pada akhirnya akan mendengar apa pun yang dikatakan tentang mereka. Teman mengatakan hal-hal yang baik dan memuji di belakang, terutama saat temannya tidak hadir. Salah satu cara terpenting untuk mewujudkan integritas adalah setia kepada mereka yang tidak hadir. Dengan melakukan itu, kamu membangun kepercayaan dari mereka yang hadir.
3. Persahabatan didasarkan pada kebaikan. Orang sering dinilai dari cara mereka memperlakukan orang lain, karena sebagaimana seseorang memperlakukan orang lain, maka demikianlah mereka akan memperlakukanmu.
4. Persahabatan didasarkan pada menghormati orang lain. Salah satu hadiah terbesar yang dapat diberikan seseorang kepada orang lain adalah menghormati mereka dan membantu mereka merasa penting.
6. Yang terpenting, persahabatan didasarkan pada bantuan saat dibutuhkan. Jadi, persahabatan berarti membantu orang lain pada saat dibutuhkan dan tidak mengharapkan imbalan apa pun. Persahabatan berarti memberi sesuatu yang sulit untuk diberikan dan melakukannya tanpa kebencian atau penyesalan.
Jadi sekarang, kamu mendapati bahwa kamu memiliki sangat sedikit teman dan banyak kenalan. Itu sangat umum. Yang paling penting adalah menghindari toksisitas antarpribadi. Ingatlah prinsip-prinsip ini ketika selanjutnya mempertimbangkan siapa yang akan dipeluk sebagai teman.
*) Artikel ini ditujukan sebagai sarana informasi, bukan alat pendiagnosa diri. Bila kamu mendapati beberapa gejala yang disebutkan di atas, sebaiknya konsultasikan kepada para ahli dan profesional seperti psikolog, psikiater atau life coach/mentor.
(nwk/nwk)