Cendana Sekarang Tak 'Sewangi' Dulu

ADVERTISEMENT

Belajar dari Pakar

Cendana Sekarang Tak 'Sewangi' Dulu

Sumardi - detikEdu
Rabu, 19 Apr 2023 14:30 WIB
Kayu dan minyak cendana
Foto: Getty Images/iStockphoto/Madeleine_Steinbach
Jakarta -

Mendengar kata cendana, yang ada dalam bayangan kita adalah wangi, mahal dan mewah. Namun siapa sangka nasib cendana yang sempat menjadi salah satu tanaman primadona di Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga tahun 1998 tersebut saat ini menyedihkan?

Betapa tidak, keberadaan jenis tanaman ini semakin hari kian langka. Jangankan untuk mendapatkan pohon cendana berukuran besar dan layak tebang, menjumpai cendana dengan diameter batang 25 cm saja sekarang sudah jarang, bahkan di NTT sekalipun yang merupakan habitat asli jenis ini.

Padahal berdasarkan data molekuler Pulau Timor di NTT merupakan daerah asal-usul cendana (Santalum album Linn.) yang tersebar di seluruh dunia. Sehingga menjadi hal yang sangat menyedihkan jika suatu saat cendana akan hilang dari NTT.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelangkaan cendana pada awalnya lebih disebabkan oleh eksploitasi besar-besaran pada habitat alaminya di NTT, diikuti dengan adanya dominasi penguasaan cendana oleh Pemprov NTT baik di hutan atau lahan milik masyarakat berdasarkan perda lama (Perda Prov NTT No.11/PD/1966, No.8/PD/1968, No.17/PD/1974 dan No.7/PD/1980) yang berdampak pada keengganan masyarakat untuk menanam bahkan sekedar membiarkan cendana tumbuh di pekarangannya. Namun, semakin ke sini kesadaran untuk menjaga kelestarian cendana di NTT kian baik. Bahkan upaya rehabilitasi juga sudah dilakukan untuk "mengembalikan harumnya cendana di bumi flobamora" sebagai jenis tanaman yang pernah memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi di NTT, seiring dengan perubahan era pemerintahan sebagaimana amanat Perda No.5 Prov NTT Tahun 2012.

Namun demikian upaya-upaya rehabilitasi dan reintroduksi yang pernah dilakukan tahun 2010-2015 lalu belum bisa menunjukkan hasil yang menggembirakan. Banyak tanaman mati di lapangan, bahkan kejadian mati serempak pada umur tanaman kurang lebih 3 tahun juga terjadi.

ADVERTISEMENT

Kematian tanaman oleh sebab lingkungan tempat tumbuh bisa terjadi, namun kematian yang disebabkan oleh karena rendahnya kualitas benih yang digunakan untuk rehabilitasi juga sangat mungkin terjadi. Hal ini mengingat terbatasnya sumber benih cendana yang tersedia, sehingga upaya rehabilitasi yang dilakukan bukan tidak mungkin memanfaatkan benih seadanya. Benih ini bisa berasal dari hasil perkawinan kerabat atau bahkan perkawinan sendiri sebagai akibat tidak adanya pohon lain di sekitar yang membuahi bunga untuk menghasilkan buah. Atau jika ada pohon di sekitarnya bisa jadi itu merupakan pohon berkerabat dengan pohon induk yang menghasilkan benih, sehingga benih yang dihasilkan pun memiliki kualitas yang kurang baik.

Kondisi cendana di NTT saat ini lebih banyak tumbuh soliter atau sendiri tanpa ada tanaman cendana lain di sekitarnya. Oleh karena itu sangat wajar jika benih yang dihasilkan memiliki kualitas yang kurang baik. Dampaknya adalah bukan tidak mungkin benih tersebut tidak akan tumbuh jika disemaikan, atau jika tumbuh maka dia tidak akan mampu bertahan hidup di persemaian, atau jika mampu bertahan di persemaian maka akan mati di lapangan akibat tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang selalu berubah.

Kelangkaan cendana juga diperparah dengan masih terjadinya pencurian atau bahkan penebangan cendana oleh pemiliknya sendiri untuk alasan ekonomi pada tanaman-tanaman yang belum masak tebang. Di satu sisi upaya rehabilitasi belum berhasil, di sisi lain eksploitasi masih terus terjadi, sehingga tidak heran jika cendana semakin langka. Bahkan jenis ini menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) sebuah lembaga uni internasional untuk konservasi alam, memasukkan cendana sebagai jenis tanaman dengan kategori rentan terhadap kepunahan. Kerentanan cendana terhadap kepunahan menjadi wajar jika melihat fakta di lapangan, seperti disampaikan oleh Rudi Lismono, Kepala Bidang Pembinaan Dinas LHK NTT, bahwa berdasarkan data inventarisasi cendana di Pulau Timor yang meliputi Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu, pada tahun 1987/90 - 2010 terjadi penurunan cendana sebesar Β± 93%.

Kondisi semacam ini jika dibiarkan terus berlarut bukan tidak mungkin cendana akan semakin habis, langka dan benar-benar punah. Oleh karena itu beberapa hal yang harus segera dilakukan untuk menghindari bencana kepunahan cendana antara lain:

Pertama, bagaimana caranya untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi cendana di lapangan. Kedua, bagaimana memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menanam dan menjaga cendana. Ketiga, menyebarluaskan cendana ke seluruh Indonesia dan tidak hanya di NTT.

Perbaikan kemampuan adaptasi cendana di lapangan untuk menghindari kematian secara ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas benih secara genetik. Hal itu dapat dilakukan dengan menyediakan sumber benih yang terdiri dari pohon-pohon induk yang baik dan tidak berkerabat dengan tingkat keragaman genetik tinggi. Sehingga benih yang dihasilkan nantinya berupa benih yang merupakan hasil perkawinan silang antar pohon induk yang tidak saling berkerabat. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan pohon-pohon induk cendana yang saat ini masih tersisa, dikarakterisasi genetiknya kemudian dikumpulkan dan didesain untuk membuat sumber benih yang baik. Atau bisa juga dengan melakukan reintroduksi cendana ke NTT dengan melakukan pengayaan cendana di NTT dengan benih yang berasal dari pohon-pohon yang tidak berkerabat dari luar NTT. Dengan demikian diharapkan benih yang dihasilkan nantinya telah mengalami perbaikan secara genetik dari sebelumnya.

Selain penanganan secara genetik, manipulasi lingkungan untuk penanaman cendana juga perlu dilakukan, mengingat kondisi alam saat ini yang belum tentu mendukung untuk pertumbuhan cendana dengan baik. Semangat masyarakat untuk menanam cendana sudah meningkat, hal itu perlu didukung dengan perbaikan pengetahuan masyarakat dalam hal pemilihan benih, pembuatan bibit dan penanaman di lapangan.

Benih cendana dulu dengan sekarang sangat berbeda, di mana benih cendana dulu memiliki kemampuan adaptasi jauh lebih tinggi dibanding sekarang. Hal ini sejalan dengan informasi semakin rendahnya keragaman genetik cendana yang saat ini masih tersisa dibandingkan benih cendana yang dihasilkan pada beberapa dekade terdahulu. Benih cendana di waktu dulu mudah didapat, berlimpah dan berkualitas baik, sedangkan sekarang sulit untuk didapat dan jika diperoleh pun kualitasnya kurang baik, tidak sebagus dulu.

Pengembangan cendana dengan tidak hanya terfokus di satu wilayah di NTT akan lebih membantu untuk mempercepat peningkatan populasi cendana secara umum di Indonesia. Sebagai fakta pengalaman, penanaman cendana dapat di lakukan di Gunungkidul yang pada awalnya hanya dilakukan di Hutan Pendidikan Wanagama pada tahun 1982-an, saat ini telah menyebar lebih luas di perbukitan-perbukitan di wilayah Gunungkidul dan sekitarnya. Mengingat cendana merupakan jenis tanaman yang bernilai ekonomi sangat tinggi, maka jenis ini memiliki keunikan tersendiri ketika masyarakat mau mengembangkannya. Masyarakat harus pandai-pandai, bukan hanya bagaimana menanam namun juga bagaimana harus menyelamatkannya dari pencurian oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

*) Sumardi, peneliti pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)




(nwk/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads