Beberapa laporan menyebut bahwa populasi makhluk di bumi akan mencapai puncaknya yakni sekitar 9 miliar pada tahun 2050. Namun, studi baru mengatakan sebaliknya.
Studi berjudul berjudul People and Planet: 21st Century Sustainable Population Scenarios and Possible Living Standards Within Planetary Boundaries, memprediksi bahwa populasi di bumi akan semakin menurun.
Penelitian tersebut mengatakan bahwa dengan menurunnya populasi di bumi, maka energi, makanan, dan air yang dikeluarkan akan lebih kecil. Sebaliknya, pertumbuhan populasi yang meningkat membuat manusia membutuhkan investasi besar dalam pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
"Perputaran yang luar biasa ini dirancang sebagai kebijakan dan peta jalan investasi yang akan berhasil bagi sebagian besar orang," tulis peneliti dalam laporannya, dikutip dari Science Alert.
Prediksi Penurunan Populasi di Masa Depan
Prediksi laporan tersebut didasarkan pada penelitian ekstensif dan sebagian besar menunjukkan bahwa 10 persen teratas orang paling kaya di dunia sebagian besar bertanggung jawab atas konsumsi berlebih yang mengancam stabilitas lingkungan, termasuk perubahan iklim.
"Masalah utama umat manusia adalah konsumsi karbon dan biosfer yang mewah, bukan populasi," kata ahli lingkungan Jorgen Randers, yang terlibat dalam penelitian tersebut.
Dalam memprediksikan bagaimana cara mengelola pertumbuhan populasi, para peneliti melibatkan beberapa negara yakni mulai dari China, Amerika Serikat, Angola, Niger, Republik Demokratik Kongo, Nigeria, dan Afghanistan.
Skenario Pertama: saat Perpecahan Antar Negara Meningkat
Penelitian dilakukan menggunakan model dinamika untuk melihat dua skenario berbeda yang bisa terjadi pada abad ini. Skenario pertama yakni "Too Little Too Late" menggambarkan dunia yang berkelok-kelok seperti tahun 1980 dan mempertimbangkan tingkat kelahiran, tabungan, utang, tarif pajak, dan pendapatan.
Skenario pertama menghasilkan prediksi bahwa puncak populasi sebesar 8,8 miliar terjadi pada pertengahan abad ini dan penurunan hingga menjadi 7,3 miliar akan terjadi pada tahun 2100.
Dalam skenario ini, prediksi terhadap situasi global nantinya menggambarkan ketidaksetaraan global, jejak ekologis, dan kepunahan satwa liar akan meningkat seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan populasi.
Selain itu, keruntuhan regional dapat meningkat ketika perpecahan sosial di dalam dan antar negara tumbuh, terutama di negara-negara dengan ekonomi lemah dan pemerintahan yang buruk.
Skenario Kedua: Tingginya Kemiskinan dan Ketahanan Pangan
Sedangkan skenario kedua yakni "Giant Leap" memprediksi bahwa populasi puncak terjadi pada tahun 2040 dengan total sekitar 8,5 miliar dan menurun menjadi enam miliar pada akhir abad ini.
Pada skenario kedua ini diprediksi bahwa terjadi investasi besar-besaran untuk pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan dan energi revolusioner, ketidaksetaraan, dan kebijakan kesetaraan gender.
Menurut para peneliti, banyak proyek besar yang mengabaikan perkembangan ekonomi. Terlebih pendekatan yang dilakukan oleh PBB dikatakan gagal dalam menjelaskan asal-usul tren dan perubahan di masa depan.
Mereka memberikan catatan atas respon penelitian yang sudah mereka lakukan. Catatan tersebut berbunyi "Apa yang ingin kami capai dengan skenario kami adalah untuk mengilustrasikan bahwa (1) perubahan demografis, sosio-ekonomi dan alam adalah mungkin, dan (2) besaran dan dampak akhirnya akan bergantung terutama pada tindakan yang akan kami ambil pada dekade ini."
(faz/faz)