Populasi Kerbau Rawa Merosot hingga 50 Persen, Ini Penyebabnya

Sumatera Selatan

Populasi Kerbau Rawa Merosot hingga 50 Persen, Ini Penyebabnya

Welly Jasrial Tanjung - detikSumbagsel
Kamis, 30 Jan 2025 13:40 WIB
Kerbau rawa Pampangan.
Foto: Kerbau Rawa Pampangan (ANTARA/Nova Wahyudi)
OKI -

Populasi kerbau rawa Pampangan, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan mengalami penurunan selama dua tahun terakhir. Bahkan penurunannya tercatat mencapai 50 persen. Ada berbagai alasan yang mempengaruhinya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024 jumlah kerbau rawa Pampangan mengalami penurunan yang cukup signifikan dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2021, jumlah hewan berkaki empat ini ada 27.161 ekor dan kemudian pada 2021 dan pada 2023 hanya 15.110 ekor. Hal ini menjadi ancaman nyata bagi kelestarian fauna endemik tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dokter Hewan Ahli Madya Provinsi Sumsel, Jafrizal mengatakan ada berbagai tantangan besar yang mengancam keberadaan kerbau rawa Pampangan. Di antaranya konversi lahan rawa menjadi perkebunan dan akibat kebakaran hutan yang mengurangi ketersediaan pakan alami.

"Selain itu, serangan penyakit hewan seperti Septisemia Epizootika (SE), PMK dan parasit darah yang menyebabkan angka kematian kerbau meningkat," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Jafrizal menjelaskan usia produktif induk kerbau rawa Pampangan juga semakin lambat akibat kondisi lingkungan yang tak mendukung.

"Diusulkan pentingnya program vaksinasi yang lebih intensif dan pengelolaan kawasan pengembalaan yang lebih baik untuk mengurangi dampak penyakit pada kerbau rawa Pampangan," katanya.

Ia menyarankan untuk mengoptimalkan lahan rawa sebagai padang pengembalanya sebagai sistem rotasi. Hal ini diyakini dapat menekan angka pakan hingga 70 persen, biaya produksi ternak akan turun.

"Jika ini diterapkan maka kondisi kerbau rawa Pampangan lebih kompetitif dibandingkan daging impor," jelasnya.

Jafrizal menuturkan, kerbau rawa Pampangan diakui pemerintah sebagai plasma nutfah atau sumber daya genetik ternak lokal Indonesia yang tidak dimiliki daerah lain. Kerbau rawa Pampangan secara ilmilah dikenal dengan sebagai bubalus bubalis, yang memiliki keunikan dalam cara hidupnya. Kerbau rawa Pampangan ini mencari makan dengan berenang dan menyelam di rawa gambut.

Keunggulan inilah yang menjadikan kerbau rawa Pampangan sebagai salah salah satu plasma nutfah Indonesia yang telah diakui pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 694/Kpts/PD.410/2/2013 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 8292.2 tahun 2016 tentang bibit Unggul Kerbau Pampangan.

Namun dengan populasi yang terus merosot, keberlangsungan salah satu sumber daya genetik ternak lokal Indonesia ini kian terancam.

"Karena jumlah populasi kerbau rawa Pampangan yang mulai sedikit, saya pun mulai prihatin. Padahal, kerbau ini merupakan fauna endemik yang tak hanya memiliki nilai budaya dan ekologis, tapi juga ekonomi," katanya.

Jafrizal mengatakan kerbau rawa Pampangan memiliki sumber daging dan susu berkualitas. Susu kerbau rawa Pampangan biasa dibuat menjadi makan olahan tradisional seperti gulo puan, sagon puan dan minyak kerbau.

"Bahkan jika diolah secara modern bisa menjadi susu kerbau rawa Pampangan bisa menjadi mozarella yang bisa berpotensi mendukung makan bergizi gratis dan memenuhi gizi seimbang di Sumsel," tuturnya.

Sementara untuk dagingnya, kerbau rawa Pampangan bisa diolah menjadi Rendang seperti di Sumatera Barat yang terkenal di seluruh Indonesia.

"Tak hanya memenuhi konsumsi harian, kerbau rawa Pampangan juga memiliki peluang besar untuk memenuhi kebutuhan hewan kurban yang setiap tahunnya mencapai 30 ribu di Sumsel," pungkasnya.




(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads