Tepat dua puluh hari sebelum Imlek, sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal advanced atmospheric sciences menunjukkan kandungan panas laut (ocean heat content/OHC) mencapai rekor terpanas sejak era antroposen (suatu jaman dimana aktivitas manusia memberikan dampak pada iklim Bumi). Pemanasan laut ini tidak hanya terjadi di permukaan tetapi sampai kedalaman 2000 m.
Penelitian yang dipimpin oleh Prof Lijing Cheng dari Institut Fisika Atmosfer Akademi Ilmu Pengetahuan China, melibatkan 54 ilmuwan dari 7 negara (China, USA, Indonesia, New Zealand, Prancis, Italia, dan Inggris), di mana penulis terlibat di dalamnya, menunjukkan kecenderungan kenaikan panas laut di seluruh penjuru dunia. Suhu Bumi yang panas akibat pemanasan global, 90% disimpan di lautan dan lautan menghuni 70% permukaan Bumi. Pendek kata lautan berperan sebagai air conditioner (AC)-nya iklim Bumi.
Lebih lanjut, studi di atas menunjukkan bahwa pemanasan laut utara jauh lebih cepat dari pada di laut selatan, sedangkan di benua maritim Indonesia pemanasan laut mulai intensif sejak jaman reformasi. Kenaikan kandungan panas yang tidak merata di seluruh lautan menunjukkan bahwa lautan dalam kondisi termodinamika tak setimbang sehingga berkecenderungan peningkatan entropi lebih cepat daripada kondisi setimbang. Peningkatan fluktuasi dapat menyebabkan peningkatan perubahan sensitivitas kondisi awal sehingga sistem berpotensi menuju keadaan chaotik. Konsekuensinya terjadi pergeseran iklim dan semakin sulit diprediksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iklim dan cuaca ekstrem akan lebih sering terjadi dan lebih kuat di masa datang. Peningkatan OHC akan meningkatkan uap air, yang merupakan gas rumah kaca alami kuat, dan berperan sebagai umpan balik sistem cuaca atmosfer. Meningkatnya pemanasan menyebabkan peningkatan risiko kekeringan dan kebakaran hutan, di lain pihak memicu naiknya resiko banjir dan badai. Peristiwa ekstrem lain seperti gelombang panas yang parah akan lebih sering terjadi di seluruh dunia, mendorong pentingnya pemahaman proses-proses mendasar yang memicu peristiwa-peristiwa ini dan bagaimana mereka terkait dengan sistem lainnya di muka Bumi.
![]() |
Gambar 1. OHC rata rata di benua maritim Indonesia, satuan dalam Joule m-2 (reproduksi dari Cheng et.al., 2025).
Jika AC semakin panas, maka biasanya kita menyalakan kipas angin untuk 'mendinginkan' udara melalui sirkulasi, tetapi analogi ke sistem iklim Bumi tidaklah tepat karena Bumi merupakan sistem terbuka. Adalah Anastassia Makarieva dan Victor Grishov, keduanya fisikawan nuklir dari Rusia, mengemukakan gagasan bahwa hutan dapat memainkan peran penting dalam memompa udara segar dan mendinginkan atmosfer melalui proses yang sangat berbeda dari yang selama ini dipahami dalam riset iklim tradisional, yang dikenal dengan teori biotic pump.
Dengan metode matematika yang rumit (fisikawan Rusia terkenal sebagai theorist handal) mereka menunjukkan bahwa hutan, dapat membangkitkan perbedaan tekanan udara sehingga menciptakan angin yang mengalirkan udara dari wilayah laut ke daratan melalui proses transpirasi dan penguapan yang terjadi di dalam ekosistem hutan. Proses ini menghasilkan tekanan atmosfer yang lebih rendah di atas hutan, dan udara dari tempat lain mengalir menuju daratan yang jauh. Semakin banyak hutan di daratan maka angin dapat mengalir menyeberang benua. Teori ini sukses menjelaskan hadirnya massa air dari Atlantik yang turun sebagai hujan di pantai Tiongkok yang berbatasan dengan Samudra Pasifik.
![]() |
Gambar 2. Eksperimen forest atmospheric boundary layer PT Rimba Makmur Utama, di KHG Katingan-Mentaya, Kalimantan Tengah (foto: Zilda PT-RMU).
Hutan juga berfungsi sebagai penyerap karbon alami melalui proses fotosintesis sehingga mengurangi kandungan gas karbon di atmosfer. Selain itu tanaman di hutan secara terus-menerus mengeluarkan uap air ke atmosfer melalui proses transpirasi. Selain menambah kelembaban udara, hutan juga menyerap panas dari udara sekitar saat terjadinya proses penguapan tersebut, sehingga membantu mendinginkan udara di sekitarnya.
Proses fisis di atas ikut membangun siklus air dan aerosol (sebuk sari dll) yang dilepaskan ke udara oleh tanaman dapat memicu pembentukan awan dan hujan. Hujan yang jatuh kembali ke tanah menyuburkan tanaman dan pohon, dan lebih lanjut mendukung proses transpirasi dan mendorong pembentukan umpan balik positif yang pada akhirnya ikut meningkatkan efek biotic pump.
Memperbanyak hutan seperti perluasan hutan kota dan pengurangan gedung perkantoran di mana skema kerja work from anywhere yang mulai mewabah di dunia ini, merupakan salah satu langkah mendinginkan Bumi. Hutan Indonesia yang umumnya terdiri dari hutan rawa gambut memerlukan penelitian lebih lanjut terkait pertanyaan bagaimana kaitan timbal balik antara karbon, transpirasi, dan air tanah di hutan rawa gambut?
Apakah hutan rawa gambut berperan terhadap siklus hidrologi dan curah hujan lokal? Penelitian yang dipimpin oleh Dr Taryono Darusman dari PT Rimba Makmur Utama yang melibatkan IPB University (Prof Tania June), Universitas Bonn (Prof Leonie Ester), Universitas Tokyo (Prof Kenichi Tonokura) dan penulis dari PR Iklim dan Atmosfer BRIN, melalui eksperimen forest atmospheric boundary layer mencoba menjawab pertanyaan di atas. Pada akhirnya alam bukanlah objek tetapi harus menjadi subyek sehingga manusia dan alam adalah setara.
*) A Sulaiman
Kepala Pusat Iklim dan Atmosfer
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
(nwk/nwk)