Bung Karno Menciptakan 17 Tonil Saat Diasingkan di Ende & Bengkulu, Apa Sih Itu?

ADVERTISEMENT

Bung Karno Menciptakan 17 Tonil Saat Diasingkan di Ende & Bengkulu, Apa Sih Itu?

Zefanya Septiani - detikEdu
Kamis, 09 Mar 2023 16:00 WIB
Klub Tonil Kelimutu yang Dibentuk Bung Karno
Bung Karno dan sang istri Inggit Garnasih berfoto bersama Kelimoetoe Toneel Club yang didirikannya. (Foto: PDI Perjuangan)
Jakarta -

Dahulu istilah tonil digunakan untuk merujuk kepada pertunjukan drama yang saat ini kita ketahui. Tonil yang merupakan adopsi dari kata Belanda juga sering disebut menggunakan istilah sandiwara.

Pertunjukan tonil dan karya terkait tonil sudah ada sejak dahulu yang menunjukkan perkembangan kesenian di Indonesia. Meskipun memiliki kekhasannya sendiri tetapi tonil tidak jauh beda dengan drama atau teater yang kita ketahui saat ini.

Yuk, simak penjelasan terkait tonil yang mengutip dari jurnal Retorik dan Majas Lokalitas Minangkabau dalam Naskah Tonil Sabai Nan Aluih Karya Sutan Sati karya Rio Rinaldi, jurnal Diskursus Keindonesiaan dalam Tonil 'Rahasia Kelimutu' Karya Bung Karno: Allih Wahana dari Mitos Danau Kelimutu karya Maria Matildis Banda, buku Tan Tjeng Bok: Seniman Tiga Zaman karya Fendy Hutari, buku Dramaturgi Sandiwara Potret Teater Populer dalam Masyarakat Poskolonial karya Dede Pramayoza dan buku Apresiasi Sastra Indonesia karya DIna Gasong.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Tonil

Menurut KBBI, tonil memiliki arti sandiwara. Kata ini diadopsi dari bahasa Belanda yaitu 'Het toneel' dan digunakan di Indonesia sekitar tahun 1920-an yang juga diartikan sebagai sebuah sandiwara.

Kata sandiwara sendiri merupakan istilah yang didengungkan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta. Berasal dari bahasa Jawa, sandiwara tersusun atas dua kata yaitu sandi dan wara.

ADVERTISEMENT

Sandi memiliki arti rahasia. Wara atau juga disebut dengan warah memiliki arti pengajaran. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, sandiwara memiliki makna pengajaran yang dilakukan dengan perlambang.

Kata tonil ataupun sandiwara digunakan untuk merujuk pada kata teater ataupun pentas drama. Hal ini disebabkan karena pada masa itu di Indonesia belum dikenalkan istilah teater sehingga masyarakat pada masa itu akan mengenalnya dengan istilah tonil.

Pada saat melakukan penelitian pada masa poskolonial, Evan Darwin Winet dalam buku Dramaturgi Sandiwara Potret Teater-Potret Teater Populer dalam Masyarakat Poskolonial mendapatkan beberapa kesimpulan terkait tonil di Indonesia.

Menurutnya, dalam sejarah Indonesia tonil disebutkan merupakan istilah yang merujuk kepada teater. Istilah yang dikenal juga sebagai sandiwara ini diperoleh melalui praktik Barat. Pengembangan tonil pada saat itu banyak terjadi di perkotaan Jawa.

Winet juga meyakini bahwa tonil, sandiwara maupun teater merupakan perkembangan dari entitas yang sama yaitu teater Barat. Penggunaan istilah ini juga digambarkan sebagai perkembangan seni dramatik di Indonesia secara diakronis.

Perkembangan Tonil

Drama merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggantikan kata tonil. Kata drama sendiri didengungkan oleh KGP (Kanjeng Gusti Pangeran) Mangkunegara VII agar masyarakat tidak lagi menggunakan istilah tonil.

KGP Mangkunegara VII sendiri menganggap bahwa istilah tonil terlalu kebarat-baratan. Istilah yang diambil dari kata tonil sendiri cukup banyak yaitu drama, komedi, lakon dan lain sebagainya.

Tonil sendiri dikenal mulai dikenal rakyat Indonesia pada zaman penjajahan Belanda sebelum perang Dunia II. Pada masa itu, banyak yang mengartikan tonil juga dengan istilah komedi terutama komedi bangsawan atau komedi stambul.

Pada tahun 1926, diketahui terbentuk sebuah tonil Melayu besar yang diberi nama Malay Opera Dardanella di Sidoarjo, Jawa Timur. Pendiri tonil ini ialah Willy Klimanoff atau yang juga dikenal dengan nama A Piedro yang merupakan seorang Rusia yang lahir di Penang.

Grup tonil Dardanella ini diketahui merombak kebiasaan-kebiasaan panggung yang biasanya dilakukan oleh istanbul. Salah satu bentuk rombakan yang dilakukan oleh grup ini adalah pada saat layar diangkat mereka akan segera main tanpa melakukan introduksi.

17 Tonil Karya Presiden Soekarno

Presiden Indonesia pertama Soekarno atau yang akrab disapa Bung Karno pernah menjalani pengasingan di Ende-Flores (1934-1938) dan Bengkulu (1938-1942).

Dilansir laman Antara dan PDI Perjuangan, tonil ini merupakan ruang atau media katarsis atau pelepasan ketegangan saat Bung Karno merasakan tertekan dan kesepian dalam pengasingannya.

"Aku memerlukan suatu pendorong sebelum aku membunuh semangatku sendiri," kata Bung Karno dalam biografinya. "Itulah sebabnya aku mulai menulis cerita sandiwara."

Suatu hari Bung Karno berkata kepada sang istri Inggit Garnarsih, "Ayo kita dirikan perkumpulan itu. Sandiwara! Kita penuhi dunia ini dengan sandiwara."

Bung Karno diketahui membentuk sebuah klub tonil Kelimoetoe Toneel Club atau dalam ejaan saat ini Klub Tonil Kelimutu. Batmomolin, dkk dalam jurnal Diskursus Keindonesiaan dalam Tonil 'Rahasia Kelimutu' Karya Bung Karno: Alih Wahana dari Mitos Danau Kelimutu menyebutkan bahwa klub ini dibuat Bung Karno sebagai media eksplorasi pikiran tentang kemerdekaan yang tidak dapat dihentikan penjajah dan tersalurkan melalui tonil-tonilnya.

Sedangkan saat pengasingan di Bengkulu, Bung Karno membuat kelompok tonil bernama Monte Carlo.

Karya tonil pertama Bung Karno adalah "Dr Syaitan" atau Dokter Setan hasil interpretasi film barat "Dr Frankenstein". Tonil ini mengisahkan seorang tokoh serupa Boris Karloff yang dapat menghidupkan kembali mayat dengan memindahkan hati dari orang hidup.

"Seperti semua karyaku yang lain, cerita ini membawakan suatu moral. Pesan yang tersembunyi di dalamnya adalah, bahwa tubuh Indonesia yang sudah tidak bernyawa dapat bangkit dan hidup lagi," jelas Bung Karno.

Semasa di pengasingan Ende (1934-1938) Bung Karno menulis 13 naskah tonil dan saat pengasingan di Bengkulu (1938-1942) menghasilkan 4 karya tonil yakni:

1. Dokter Setan

2. Tahun 1945

3. Nggera Ende

4. Amuk

5. Rendo

7. Kutkutbi

8. Maha Iblis

9. Anak Jadah

10. Rahasia Kelimutu (dua seri)

11. Aero Dinamik

12. Jula Gubi

13. Siang Hai Rumbai

14. Rainbow (Poetri Kentjana Boelan)

15. Hantoe Goenoeng Boengkoek

16. Si Ketjil (Klein'duimpje)

17. Chungking Djakarta.

Setiap tonil yang dibuat oleh Bung Karno sendiri menyajikan konflik antartokoh. Alur cerita yang dibawakan dalam tonil-tonilnya menarasikan usaha dari para tokoh untuk membebaskan diri dari tekanan dengan berani mengambil resiko.




(nwk/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads