Jika kita berkunjung ke Kota Semarang, salah satu destinasi wisata yang terlintas dalam benak adalah Lawang Sewu. Meskipun saat ini digunakan sebagai objek wisata, Lawang Sewu ternyata juga menyimpan cerita sejarah perjuangan Indonesia.
Saat ini, Lawang Sewu digunakan sebagai museum yang menyajikan beragam koleksi perkeretaapian di Indonesia. Tidak hanya itu, gedung ini juga kerap disewakan untuk mengadakan acara-acara tertentu.
Meskipun sudah ramai pengunjung, kesan mistis dari Lawang Sewu masih melekat dengan bangunan ini. Sebelum dikenal dengan museum dan koleksinya gedung ini lebih dulu dikenal karena kesannya yang angker dan menyeramkan.
Yuk, simak informasi selanjutnya terkait Lawang Sewu yang mengutip dari laman detikNews, laman KAI Heritage, laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan buku Jelajah Wisata Nusantara karya Tri Maya Yulianingsih.
Sejarah Lawang Sewu
Lawang Sewu merupakan penyebutan dalam bahasa Jawa yang jika kita artikan lawang memiliki arti pintu dan sewu memiliki arti seribu. Kendati memiliki arti seribu pintu tetapi jumlah pintu yang dimiliki gedung ini ternyata 928 pintu.
Gedung yang saat ini dijadikan cagar budaya Kota Semarang ternyata dulunya merupakan gedung peninggalan Belanda. Lawang Sewu memiliki luas 18.232 m2 yang dibangun secara bertahap oleh arsitektur Belanda.
Pada awal dibangunnya, gedung ini digunakan sebagai kantor pusat perusahaan kereta api swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Bangunan ini mulai dibangun pada tahun 1900 dan diawali dengan pembangunan gedung C yang merupakan kantor percetakan karcis kereta api pada masa itu.
Bangunan utama Lawang Sewu sendiri mulai dibangun pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907. Pembangunan gedung ini pun terus berlanjut pada sekitar tahun 1904 dan selesai pada 1918 untuk membangun bangunan tambahan.
Selesainya masa kolonialisme Belanda juga memengaruhi gedung ini yang kemudian beralih fungsi sebagai markas tentara Jepang sekaligus kantor transportasi Jepang bernama Riyuku Sokyoku pada tahun 1942.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, terjadilah pertempuran lima hari di Semarang yang menjadikan Lawang Sewu menjadi saksi bisu pertempuran tersebut. Pertempuran ini terjadi karena gugurnya dr Kariadi yang merupakan dokter paling andal yang juga pejuang saat itu karena ditembak Jepang dengan keji.
Pada saat pertempuran, prajurit Jepang berada dalam kawasan Lawang Sewu dan AMKA (Angkatan Pemuda Kereta Api) berada di Wilhelminaplein (saat ini kawasan Tugu Muda). Prajurit Jepang memiliki keunggulan dalam segi senjata dan jumlah pada pertempuran ini.
Pada tahun yang sama gedung ini juga beralih fungsi menjadi Kantor Eksploitasi Tengah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia). Namun, pada 1946 gedung ini jatuh ke tangan Belanda dan dijadikan sebagai markas tentara Belanda.
Setelah pengakuan kedaulatan RI 1949, gedung ini beralih fungsi menjadi Kodam IV Diponegoro. Pada tahun 1994 barulah gedung ini diserahkan kembali kepada kereta api (Perumka) yang saat ini dikenal sebagai PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Restorasi gedung ini baru dilakukan pada tahun 2009 oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Kemudian pada 5 Juli 2011 gedung ini diresmikan sebagai Purna Pugar Cagar Budaya Gedung A Lawang Sewu.
Sejarah yang dimiliki Lawang Sewu yang menjadikan latar belakang pemerintah untuk menetapkan Lawang Sewu sebagai gedung warisan bersejarah yang perlu terus dijaga dan dilestarikan.
Kesan Mistis Lawang Sewu
Ternyata kesan mistis yang diberikan kepada Lawang Sewu, diakibatkan karena terbengkalainya gedung ini sebelum dilakukan restorasi. Meskipun berada di tengah kota, gedung ini dulunya merupakan gedung tua terbengkalai yang minim penerangan.
Bangsa jin sendiri disebutkan menyukai tempat yang terbengkalai, berantakan dan gelap yang saat itu menyerupai tampilan Lawang Sewu seperti yang diucapkan oleh Pamuji Yuono yang merupakan Ketua Komunitas Semarang Angker (Semarangker).
Kesan mistis gedung ini bertambah ketika menjadi lokasi shooting sebuah reality show Dunia Lain. Pada acara tersebut disajikan penampakan sosok putih berambut panjang mengintip peserta uji nyali yang berada di ruang bawah tanah.
Restorasi yang dilakukan juga mulai merubah citra yang dimiliki oleh Lawang Sewu yang dulunya dianggap angker. Pihak KAI berusaha menghilangkan kesan angker tersebut dengan cara memberikan penerangan sebanyak mungkin sampai ke bagian loteng.
Komunitas Semarangker pun kerap bertandang ke Lawang Sewu untuk membuktikan apakah lokasi ini memang masih angker atau tidak. Namun, mereka membuktikan bahwa saat ini sudah tidak ada nuansa angker ataupun mistis lagi di Lawang Sewu.
Tetapi perdebatan mengenai kemistisan tempat ini masih terjadi karena adanya larangan untuk memasuki area bawah tanah kawasan ini. Tidak hanya itu, banyak juga yang menyebutkan bahwa area bawah tanah tersebut digunakan untuk membantai tahanan perang.
Totok Suryono yang saat diwawancara tahun 2020 lalu merupakan Direktur Utama PT KA Pariwisata merespons pernyataan tersebut. Pihaknya mengungkapkan bahwa penutupan ruang bawah tanah dilakukan atas faktor keselamatan dan dikhawatirkan jika banyak yang masuk akan memengaruhi konstruksi bangunan.
Selain itu, Totok juga menyampaikan bahwa sampai saat ini pihaknya belum mendapati adanya info sejarah yang resmi yang mencatat penggunaan ruang bawah tanah untuk pembantaian.
Fakta Unik Lawang Sewu
Berikut merupakan beberapa fakta unik terkait Lawang Sewu yang mungkin belum kamu ketahui:
- Lawang Sewu termasuk kepada 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang dijadikan objek wisata.
- Banyaknya pintu di Lawang Sewu tidak hanya difungsikan sebagai sirkulasi udara tetapi berkaitan dengan kasta orang Belanda.
- Lawang Sewu menggunakan batu bata keramik berwarna oranye yang melambangkan kekayaan, kemakmuran, dan menunjukkan kasta tertinggi. Pada zaman dahulu batu bata ini tergolong langka dan tergolong mahal.
- Desain bangunan Lawang Sewu menyerupai huruf L dan mempunyai banyak jendela dan pintu.
- Memiliki ornamen kaca patri pabrikan Johannes Lourens Schouten. Kaca patri tersebut bercerita terkait keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, kota maritim serta kejayaan kereta api.
- Kubah kecil di puncak menara air Lawang Sewu dilapisi oleh tembaga sedangkan puncak menara dilapisi dengan hiasan perunggu.
(nwk/nwk)