Studi Baru Bongkar 2 Penyebab Utama Kesepian, Yuk Cek!

Studi Baru Bongkar 2 Penyebab Utama Kesepian, Yuk Cek!

Devita Savitri - detikEdu
Selasa, 27 Des 2022 14:00 WIB
Thoughtful woman at home - copyspace
Penyebab kesepian menurut penelitian terbaru. Foto: Istock
Jakarta -

Sebuah studi baru yang disampaikan peneliti Shaun Hayes, dkk menyimpulkan dua penyebab utama manusia mengalami kesepian, yakni terkait regulasi emosi dan identitas sosial.

Penelitian tersebut diterbitkan dalam jurnal British Journal of Clinical Psychology dengan judul Exploring links between social identity, emotion regulation, and loneliness in those with and without a history of mental illness.

Shaun Hayes menyelidiki penelitiannya dengan sampel 875 orang dengan latar belakang berbeda seperti status perkawinan dan pendidikan. 217 dan 875 sampel memiliki diagnosis kesehatan mental (pernah atau tengah didiagnosis). Bila dibagi menurut jenis kelamin, 425 sampel adalah laki-laki dan 450 sisanya perempuan. Yuk, simak hasilnya!

Pengertian Kesepian

Kesepian diartikan sebagai keadaan sepi, kesunyian, kelengangan, atau perasaan sunyi karena tidak berteman dan sebagainya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Sementara itu, Psychology Today menjelaskan bahwa kesepian mengacu pada pengalaman subjektif yang menyakitkan dari perasaan terisolasi ataupun perasaan bahwa hubungan dengan orang lain kurang baik dari berbagai hal.

Kesepian dikaitkan dengan berbagai kecenderungan perilaku seperti materialisme, penggunaan sosial media, dan ketakutan akan ketinggalan (fear of missing out/FOMO). Akibatnya, seseorang yang mengalami kesepian lebih mungkin mengalami nyeri akut, terserang flu, dan berbagai penyakit lainnya.

Dua Penyebab Kesepian

1. Regulasi Emosi

Penelitian Shaun Hayes, dkk menyebutkan, seseorang yang merasa kesepian mengalami kesulitan dalam mengatur emosi yang memengaruhi pengalaman dan ekspresi emosi. Beberapa teknik regulasi emosi juga dapat menjadi hal paling efektif dalam pemecahan masalah. Namun, mereka yang kesepian tidak mampu melakukan itu.

Mereka cenderung melakukan strategi regulasi emosi maladaptif seperti seperti menyembunyikan perasaan, menghindari perasaan tertentu, hingga merenung. Hasilnya, pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berisiko menjadi lebih buruk dan bisa bertahan lama.

2. Identitas Sosial

Selain kesulitan dalam mengatur emosi, konteks sosial yang terkait dengan kesepian adalah timbulnya perasaan terasing, tidak merasa dimiliki atau memiliki, merasa tidak berarti, dan merasa tidak dapat dukungan sosial.

Secara khusus, perasaan kesepian terjadi karena hilangnya atau kurangnya identitas sosial. Identitas sosial disebutkan secara positif dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang untuk meningkatkan kesehatan dan kebahagiaan.

Dengan hilangnya identitas, seseorang tidak memiliki akses ke sumber daya sosial dan psikologis mereka. Sumber daya ini termasuk dengan harga diri, dukungan sosial, tujuan, dan kemampuan untuk melakukan kontrol atas hasil yang berharga.

Faktor dan Dampak Penyebab Kesepian

Kesepian lebih tinggi dimiliki orang mereka yang memiliki riwayat mental daripada tidak.

Hal ini dinilai tidak mengherankan. Sebab, pengaruh strategi pengaturan emosi banyak dikaitkan dengan berbagai penyakit mental seperti kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma (PTSD), gangguan kepribadian, serta penyalahgunaan atau kecanduan zat.

Berkaitan dengan teknik regulasi, pengguna strategi maladaptif lebih berperan dalam perkembangan masalah kesehatan mental. Kesepian juga berkorelasi dengan kurangnya dukungan sosial dan pengaruh internal yang memburuk.

Analisis data menunjukkan, regulasi emosi dan identitas sosial bertanggung jawab 36 persen dalam kesepian seseorang.

Para peneliti menafsirkan, seseorang yang mengalami kesulitan regulasi emosi atau hilangnya identitas sosial akan berdampak negatif pada persepsi lawan bicaranya. Lebih lanjut, kondisi ini membuat seseorang merasa lebih sendirian dan merasa kurang didukung.

Perasaan kesepian dan tidak didukung juga dikaitkan dengan hasil kesehatan mental dan fisik yang negatif, termasuk penurunan kesejahteraan dan risiko kematian dini yang lebih tinggi.

Selaras dengan penelitian tersebut, data Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan juga mendapati korelasi antara kesepian dan kesehatan.

Dilansir laman detikHealth, data tersebut mencatat ada 3.378 kematian akibat kesepian di Korea Selatan pada 2021.

Yang mengejutkan, pria ditemukan 5,3 kali lebih berisiko meninggal karena kesepian dibandingkan wanita.

Untuk menghadapi risiko tersebut, Pemerintah Korea Selatan menggarap solusi berupa "perangkat steker pintar". Perangkat ini dapat mengetahui adanya aktivitas orang hidup di suatu rumah dengan mendeteksi apakah listrik tidak digunakan selama jangka waktu tertentu atau jika pencahayaan di ruangan justru tetap sama untuk durasi yang tidak biasa.

Perlu Perhatian Dokter

Pada dasarnya, kesepian bukanlah penyakit fisik maupun mental. Namun, kesepian dikaitkan dengan hasil kesehatan yang negatif. Kembali ke penelitian tentang penyebab kesepian, peneliti menyarankan agar dokter yang menerima kasus kesehatan pasien karena kesepian tidak sepele dalam menanganinya.

Dokter disarankan untuk menanyakan tentang partisipasi sosial pasien mereka dan menyaring faktor risiko penyakit mental lainnya. Selain itu, dokter juga akan sangat membantu bila mendidik pasien tentang pentingnya strategi regulasi emosi adaptif dan faktor sosial yang penting seperti rasa memiliki, identifikasi kelompok, dan dukungan sosial.

Dengan melalui perawatan seperti terapi perilaku kognitif dan intervensi berbasis identitas, mereka yang merasakan kesepian akan menganggap hidup mereka memiliki makna dan tujuan.



Simak Video "Cegah Penyakit Menular dari Hewan, Pemerintah Terbitkan Aturan Baru"
[Gambas:Video 20detik]
(twu/twu)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia