Peneliti dari University of Washington mendapati bahwa jenis tes darah terbaru bisa memprediksi penyakit Alzheimer pada seseorang jauh sebelum gejala hilang ingatan atau lupa muncul. Caranya yakni lewat mendeteksi racun tersembunyi di balik penyakit tersebut.
Penelitian ini dituangkan Dylan Shea dkk. dalam artikel penelitian uji SOBA berjudul SOBA: Development and Testing of a Soluble Oligomer Binding Assay for Detection of Amyloidogenic Toxic Oligomers di laman Proceeding of the National Academy of Sciences (PNAS) Amerika Serikat, 9 Desember 2022 lalu.
Jika proof-of-concept dari riset ini dapat dites lebih lanjut dan diujikan dalam skala yang lebih besar, tes darah terbaru ini bisa mempercepat diagnosis penyakit Alzheimer, seperti dilansir Science Alert.
Lebih jauh, tes darah ini kemudian juga akan memungkinkan orang mengetahui kondisinya dan mendapat akses lebih cepat ke perawatan yang layak, jauh sebelum penyakit Alzheimer berkembang di tubuhnya.
Tes Darah Baru untuk Prediksi Alzheimer
Semula, peneliti di University of Washington menciptakan tes darah baru yang dirancang untuk menangkap prekursor molekuler dalam darah yang dapat menyebabkan protein terlipat dan menggumpal secara tidak teratur di otak.
Gumpalan protein ini akan membentuk plak amiloid beta (Aβ), ciri-ciri keberadaan penyakit Alzheimer pada tubuh. Namun, peran plak ekstraseluler ini dalam penurunan kognitif tidak pasti.
Umumnya, plak Aβ dianggap sebagai pemicu awal disfungsi dan kehilangan neuron. Proses ini akan berakhir pada munculnya penurunan kognitif.
Di sisi lain, penelitian terbaru mendapati bahwa plak Aβ hanya ada di sepertiga pasien Alzheimer. Sementara itu, orang yang tidak mengalami defisit kognitif juga mempunyai Aβ di otaknya. Ini artinya, plak Aβ ekstraseluler di otak belum tentu beracun, tetapi bisa jadi berasal dari racun molekuler yang sulit dideteksi.
Racun Penyebab Alzheimer
Racun molekuler yang diduga berada di balik penyakit Alzheimer ini pada dasarnya merupakan versi fungsional Aβ yang ditemukan pada sel. Karena itu, ia juga disebut oligomer Aβ beracun.
Beberapa peneliti University of Washington menilai, oligomer Aβ beracun bisa merusak neuron secara halus dan dari jauh, lalu membuat sel menjadi plak dan gumpalan ekstraseluler.
Hipotesis ini lalu diuji lewat uji pengikatan oligomer terlarut yang akurat bernama SOBA. Para peneliti mendapati, uji SOBA ini bisa membantu dokter dan tenaga medis lain untuk memprediksi penyakit Alzheimer.
"Apa yang diinginkan oleh dokter dan peneliti adalah tes diagnostik yang andal untuk penyakit Alzheimer. Bukan hanya tes yang mengonfirmasi diagnosis Alzheimer, tetapi tes yang juga dapat mendeteksi tanda-tanda penyakit sebelum gangguan kognitif terjadi," kata Valerie Daggett, bioengineer dari University of Washington, dikutip Kamis (22/12/2022).
"Ini penting untuk kesehatan individu dan untuk semua penelitian, tentang bagaimana oligomer beracun amiloid beta terus berlanjut dan menyebabkan kerusakan yang mereka lakukan. Apa yang kami tunjukkan di sini adalah bahwa SOBA mungkin menjadi dasar dari tes semacam itu," sambungnya.
Uji SOBA
Pada uji pertamanya, para peneliti menguji SOBA pada plasma darah 310 peserta. Beberapa peserta menunjukkan gangguan kognitif ringan atau penyakit Alzheimer, sementara yang lain memiliki kesehatan kognitif yang baik.
Dengan mengukur oligomer Aβ beracun dalam plasma darah, uji SOBA menilai ada 53 peserta dengan Alzheimer. Setelah kematiannya, para peserta tersebut terkonfirmasi mengidap penyakit tersebut saat hidup.
Sementara itu pada kelompok kontrol, uji SOBA mendeteksi oligomer pada sampel plasma darah 11 orang. Rupanya, 10 dari 11 tersebut didiagnosis memang mengalami gangguan kognitif ringan atau Alzheimer.
Dengan tanda protein salah lipat, uji SOBA diperkirakan juga dapat mendeteksi penyakit Parkinson, diabetes tipe II, dan demensia Lewy.
Simak Video "Peneliti AS Uji Tes Darah Biopsi Cair untuk Deteksi Kemunculan Kanker"
[Gambas:Video 20detik]
(twu/nwk)