Agen Polisi Tingkat II Sukitman yang turut dibawa komplotan G30S ke Lubang Buaya menurut kesaksian Feisal Tanjung dibebaskan pasukan RPKAD. Ia terus dibawa ke Cijantung menemui Kolonel Sarwo Edhie.
Sarwo kemudian meminta Sukitman menceritakan pengalamannya selama tiga hari terakhir. Kemudian menggambar di papan tulis denah lokasi tempatnya disekap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beliau (Sarwo) membesarkan semangat dengan berkata, Sukitman, semua orang sekarang ini tinggal menggantungkan harapan satu-satunya kepada dirimu. Kalau kamu tidak pernah mau ngomong, usaha kita dalam mencari Jenderal Yani dan semua korban penculikan, pasti gagal..."
Berdasarkan denah buatan Sukitman, Mayor Santosa bergerak ke Lubang Buaya bersama Kompi Feisal Tanjung. Sejak pukul 09.00 pada 3 Oktober mereka mulai mencari jejak. Setiap gundukan tanah yang mencurigakan langsung digali. Semak belukar dan semua rumah di lokasi diperiksa.
Menjelang siang Mayor Santosa datang ke lokasi. Tiba-tiba kakinya menginjak tanah gembur yang berbeda dengan kondisi sekelilingnya. Prajurit RPKAD kemudian diperintahkan menggali. Menjelang sore dari lokasi penggalian tampak sejumlah bagian tubuh, tapi ternyata sumur tersebut dicurigai mengandung gas beracun.
Mayor Santosa mengontak Kolonel Sarwo Edhie yang berada di Cijantung meminta bantuan masker pelindung. Laporan tersebut diteruskan pada Mayjen Soeharto. Sarwo akhirnya memberi petunjuk, penggalian dihentikan untuk dilanjutkan 4 Oktober pagi pukul 09.00.
"Panglima Kostrad akan langsung memimpin pengambilan jenazah," seperti dikutip dari biografi Feisal Tanjung.
(pal/faz)