Pakar Hukum Unair Beberkan Sanksi Jika Kebenaran Kasus Brigadir J Ditutupi

ADVERTISEMENT

Pakar Hukum Unair Beberkan Sanksi Jika Kebenaran Kasus Brigadir J Ditutupi

Devi Setya - detikEdu
Kamis, 01 Sep 2022 13:00 WIB
Mabes Polri telah selesai merekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir Yosua atau Brigadir J. Rekonstruksi 78 adegan selesai dalam 7,5 jam.
Ilustrasi saat rekonstruksi kasus Brigadir J Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Sejak awal Juli 2022, kasus kematian Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terus menjadi perbincangan publik. Bahkan 97 anggota polisi ikut diperiksa.

Puluhan polisi ini dimintai keterangan untuk memastikan ada atau tidaknya keterlibatan dengan kasus tewasnya Brigadir J. Hal ini disebabkan adanya skenario awal yang disinyalir dilakukan untuk menutupi kebenaran atas kematian Brigadir J.

Dalam dunia hukum, upaya untuk menutupi kebenaran ini dikenal dengan istilah obstruction of justice. Siapapun yang terlibat untuk menutupi kebenaran dapat dikenai sanksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini dijelaskan oleh Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) Sapta Aprilianto SH MH LLM yang menjelaskan konsep obstruction of justice hingga ancaman pidananya.

Apa itu Obstruction of Justice?

Obstruction of justice diatur dalam Pasal 221 KUHP ayat (1) dan (2). Bagi siapapun yang terbukti mengetahui kebenaran suatu kasus lalu kemudian ikut membuat skenario yang berbeda dari kebenarannya maka sudah termasuk obstruction of justice atau menutupi kebenaran. Hal ini juga berlaku pada kasus Brigadir J.

ADVERTISEMENT

Dikutip dari laman resmi Unair (1/9/2022), Sapta menjelaskan bahwa dalam konteks kepolisian, pelanggaran etik belum tentu pelanggaran hukum. Tetapi, pelanggaran hukum pasti pelanggaran etik.

"Oleh karena itu, perlu dipastikan apakah mereka (anggota polisi yang diperiksa) itu memang mengetahui (kebenaran kasus kematian Brigadir J) dan membuat skenario berbeda dari kebenarannya, atau apakah secara formil mereka memang diharuskan mem-publish suatu berita, dimana berita itu dapat dari atasannya atau bawahannya, sehingga ia mem-publish berita sebagaimana diberitakan awal (polisi tembak polisi)," jelas Sapta.

Faktor kesengajaan yang tercantum dalam Pasal 221 KUHP ini bisa memiliki sifat yang luas. "Ada kesengajaan sebagai maksud, sebagai kepastian, sebagai kemungkinan. Sehingga, sulit bagi mereka untuk berdalih atau lepas dari Pasal 221 KUHP," lanjutnya.

Dalam kasus Brigadir J, Sapta mengatakan, jika ada anggota polisi yang mengetahui kebenaran tetapi tidak melakukan apapun dengan maksud menyembunyikan kebenaran, maka ia tidak bisa disangkakan dengan Pasal 221 KUHP.

Puluhan anggota polisi tidak langsung ditetapkan menjadi tersangka

Diperiksanya 97 anggota kepolisian atas kasus Brigadir J ini disangkakan dengan Pasal 221 KUHP bukan Pasal 340 KUHP. Hanya ada lima tersangka yang disangkakan dengan Pasal 340 KUHP.

Kelima tersangka ini yaitu Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Ricky Rizal, Kuat Maaruf, dan Putri Candrawati.

Sapta menjelaskan, 97 anggota kepolisian yang diperiksa ini diduga obstruction of justice yang berarti membantu menyembunyikan kebenaran setelah peristiwa pidana, bukanlah merencanakan peristiwa pidana itu sendiri.

"Saya minta untuk hati-hati mengingat adanya ante factum dan post factum," terangnya.

Menyembunyikan kebenaran termasuk penistaan hukum

Obstruction of justice dalam kasus kematian Brigadir J sudah termasuk dalam penistaan hukum acara pidana bahkan pelanggaran HAM. Sapta menjelaskan, hal ini dikarenakan setelah dipastikan ada peristiwa pidana yaitu matinya seseorang, tersangka tidak segera ditetapkan bahkan ditukar dan barang bukti dilenyapkan.

"Bukan cuma pelanggaran, ini penistaan hukum acara pidana," pungkas Sapta.

Dalam pasal 221 KUHP ayat 1 disebutkan bahwa siapapun yang terbukti melakukan upaya untuk menutupi kebenaran atau obstruction of justice dapat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Terbaru, enam perwira polisi telah ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran pidana menghalang-halangi proses hukum atau obstruction of justice terkait pembunuhan Brigadir J. Mereka adalah FS atau Irjen Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri, HK atau Brigjen Hendra Kurniawan, Karopaminal Divisi Propam Polri, ANP atau Kombes Agus Nurpatria, Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri, AR atau AKBP Arif Rahman Arifin, Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri.

Selanjutnya, BW atau Kompol Baiquni Wibowo, PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, CP atau Kompol Chuk Putranto, PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri. Propam Polri pun segera menggelar sidang etik untuk para tersangka.




(dvs/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads