UU TNI Disahkan, Pakar Hukum Unair Dorong Masyarakat Gugat ke MK

UU TNI Disahkan, Pakar Hukum Unair Dorong Masyarakat Gugat ke MK

Aprilia Devi - detikJatim
Kamis, 20 Mar 2025 17:50 WIB
Demo tolak RUU TNI di Surabaya
Demo tolak RUU TNI di Surabaya (Foto: Aprilia Devi/detikJatim)
Surabaya -

DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI menjadi undang-undang disahkan DPR RI. Pengesahan itu dilakukan dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sejumlah menteri.

Pengesahan RUU TNI ini menuai gelombang penolakan dari masyarakat. Hal ini juga menjadi sorotan berbagai pihak. Pakar Hukum Tata Negara Unair Dr. Radian Salman menyoroti sejumlah hal dalam proses penetapan UU ini.

Pertama terkait proses penetapan UU TNI yang terbilang cepat dan mengabaikan partisipasi yang bermakna.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Salah satu poin penting dari keputusan MK adalah partisipasi yang bermakna atau meaningful participation dalam proses pembentukan Undang-Undang. Saya melihat proses dari revisi Undang-Undang TNI itu terbilang cepat, yang kita tahu serangkaian peristiwa seperti apa, termasuk koalisi masyarakat sipil yang mempersoalkan rapat tertutup DPR itu, jadi pada satu posisi ini bagi saya meaningful participation-nya nggak ada," ujar Radian saat dihubungi detikJatim, Kamis (20/3/2025).

Selanjutnya Radian juga menyebut bahwa semestinya ada penjelasan yang rasional mengapa RUU TNI harus diubah dan apa alasan perubahan itu.

ADVERTISEMENT

"Lalu bagaimana dinamika proses dari penyikapan oleh DPR itu kan harus dibuka, jadi pada sisi lain kan ini nggak ada hal yang emergency untuk segera ditangani, jadi artinya apa, artinya ini harusnya lewat proses yang lebih meaningful participation, lebih lama diperdebatkan, lebih banyak publik dilibatkan," tutur Radian.

Lalu ia juga menyorot beberapa substansi UU TNI. Seperti mengenai jabatan yang bisa diduduki oleh TNI dalam jabatan-jabatan yang non-TNI. Menurutnya rawan terjadi konflik kepentingan di dalamnya.

"Yang semula berapa itu, 10 menjadi 14 atau berapa itu, yang harus dikhawatirkan itu bukan soal sekedar penambahan, yang agak luas itu adalah aksesnya, yang mungkin di media tidak terlalu banyak dimuat," bebernya.

"Apakah dia yang aktif (TNI) itu bisa tidak mencampuradukkan konflik kepentingannya sebagai anggota TNI. Kedua misalnya, ketika sangat dimungkinkan terbukanya menggunakan kekuatan-kekuatan tentara, untuk karena orang-orang itu ada di posisi, di jabatan atau kementerian tertentu," jelas Rahadian.

Kemudian dalam melaksanakan tugas pemerintahan jika terjadi tindak pidana juga perlu dikhawatirkan.

"Misalnya tindak bidana korupsi, itu lalu diadili lewat apa mekanismenya, karena dia anggota TNI aktif, yang dalam jabatan yang dimungkinkan oleh undang-undang TNI lagi, jadi ini akan jadi persoalan hukum," tambahnya.

Menurut Rahadian, perlu diberikan definisi yang lebih ketat untuk memperjelas peran-peran TNI sebagaimana UU yang baru disahkan itu.

"Di luar operasi militer, misalnya di situ dalam siper, ini potensinya misalnya bahwa kritik melalui media sosial, serangan-serangan siber yang dimaksudkan sebagai protes terhadap keadaan situasi negara, misalnya itu kan perlu dibatasi, apakah sampai ke situ, jadi pembatasannya harus sangat ketat," tegasnya.

Sementara terkait gelombang penolakan massa secara nasional, menurut Rahadian tidak akan mempengaruhi UU TNI. Jika ingin dilakukan revisi harus diajukan melalui MK.

"Kalau saya melihat bahwa prosesnya begitu cepat, menurut saya tidak mungkin (diubah atau dibatalkan). Jadi kita berharap, masyarakat sipil atau siapapun, bisa mengkoreksinya lewat Mahkamah Konstitusi," katanya.

Diketahui bahwa pengesahan RUU menjadi undang-undang telah digelar di ruang Paripurna gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025).

Rapat itu dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani yang didampingi Wakil Ketua DPR yang lain, seperti Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.

Kemudian juga ada Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Wamenkeu Thomas Djiwandono, hingga Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi hadir dalam rapat paripurna.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads