Hukum puasa Ramadan adalah wajib. Tetapi, ada golongan yang diperbolehkan untuk tidak puasa, salah satunya musafir.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183 mengenai kewajiban puasa di bulan yang penuh berkah ini,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ - ١٨٣
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Dikutip dari buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadan yang ditulis oleh Abu Maryam Kautsar Amru, ada pengecualian atas kewajiban berpuasa tersebut. Di antaranya orang kafir atau non muslim, anak yang belum baligh, orang sakit, orang yang tidak kuat berpuasa dan mentapatkan udzur (seperti tua renta), wanita hamil dan menyusui, orang gila atau hilang akal, dan wanita yang mengalami haid atau nifas.
Sedangkan musafir atau orang yang dalam perjalanan (safar) jauh keluar dari tempat ia tinggal, diberikan keringanan. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat An Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad berikut:
"Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla meringankan setengah salat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui." (HR. An Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Namun, terdapat perselisihan di antara para ulama khususnya terkait musafir. Menurut pendapat mayoritas ulama sebagaimana dijelaskan Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa lebih utama tetap berpuasa.
Sedangkan Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya berpendapat bahwa lebih utama berbuka. Sementara itu, sebagian dari mereka lagi boleh memilih untuk berbuka atau tetap berpuasa, tetapi ada satu yang lebih utama.
Kebolehan berbuka bagi musafir merupakan suatu bentuk kemurahan. Ibnu Rusyd mengatakan, memanfaatkan kemurahan tersebut adalah lebih utama. Hal ini diperkuat oleh sebuah hadits shahih yang bersumber dari Hamzah bin Amru Al-Aslami, ia berkata:
"Wahai Rasulullah, sungguh aku punya kekuatan untuk tetap berpuasa dalam bepergian. Apakah aku berdosa?" Beliau bersabda, "Itu adalah kemurahan dari Allah. Siapa memanfaatkannya hal itu bagus. Dan siapa yang ingin tetap berpuasa, maka tidak ada dosa atasnya." (HR. Muslim).
Baca juga: 4 Hukum Berpuasa bagi Musafir dalam Islam |
Orang yang berbuka puasa karena musafir maka kepadanya diwajibkan mengqadha atau mengganti puasa. Ini merupakan pendapat menurut kesepakatan para ulama yang didasarkan atas firman Allah SWT,
ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ
Artinya: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS. Al Baqarah: 185).
(kri/lus)