Rasulullah SAW terlahir dari keluarga pimpinan Quraisy yang sangat terhormat. Mereka memiliki karakter baik dan sangat menghormati adat, agama, dan aturan dari para leluhur.
Disiplin dan penghormatan pada agama leluhur sebelum Islam dapat dilihat pada peristiwa nyaris terbunuhnya ayah Nabi SAW. Kejadian ini diceritakan dalam buku karangan cendekiawan muslim M Quraish Shihab.
"Ayah Nabi Muhammad SAW, Abdullah, hampir saja disembelih karena nazar kakeknya, Abdul Muththalib," tulis buku berjudu Membaca Sirah Nabi Muhammad: Dalam Sorotan Al-Quran dan Hadis-Hadis Shahih (Edisi Baru) tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdul Muththalib akhirnya menebus sang putra dengan 100 ekor unta. Nazar Abdul Muththalib bermula dari keinginannya memiliki lebih banyak anak. Saat itu Abdul Muththalib hanya memiliki seorang putra.
Abdul Muththalib bahkan harus menghadapi ejekan dari kaumnya. Salah satunya dari 'Adi ibn Naufal ibn Manaf yang merasa kedudukan Abdul Muththalib tak lebih tinggi dari dirinya. Ejekan ini dijawan sang pemuka Quraisy.
"Apakah karena aku sedikit maka engkau menghina aku? Demi Allah, kalau aku dianugerahi Allah sepuluh anak lelaki, niscaya aku akan mempersembahkan salah seorang dari mereka ke Ka'bah," ujar Abdul Muththalib.
Permohonan ini dikabulkan Allah SWT yang memberikan 10 anak laki-laki pada Abdul Muththalib. Mereka membantu Abdul Muththalib hingga beranjak dewasa dan tiba waktunya untuk memenuhi nazar tersebut.
Abdul Muththalib lantas berangkat menuju Ka'bah bersama 10 putranya. Dia kemudian meminta petugas mengundi siapa yang akan disembelih dan menjadi persembahan untuk Ka'bah.
Pengundian tersebut menghasilkan nama Abdullah yang kelak menjadi ayah Rasulullah SAW. Tanpa ragu, Abdul Muththalib menggandeng Abdullah menuju berhala Asaf dan Nailah yang berada dekat Ka'bah untuk menyembelihnya.
Namun niat tersebut belum terlaksana karena warga setempat membujuk Abdul Muththalib untuk mengurungkannya. Mereka meminta Abdul mengadakan perjalanan ke wilayah Khaibar untuk menemui kahin atau 'orang pintar.'
Kahin diharapkan memberi solusi atas nazar Abdul Muththalib, sehingga tak perlu menyembelih putranya. Kahin tersebut menyarankan pengundian ulang antara Abdullah dan 10 ekor unta.
"Undilah sang anak dengan 10 ekor unta. Jangan pernah berhenti menambah setiap kali undiannya dengan 10 ekor lainnya sampai undian memilih unta," ujar Kahin yang dijalankan Abdul Muththalib.
Setelah 10 undian, Abdullah akhirnya bebas dari penyembelihan karena nazar Abdul Muththalib. Artinya, Abdullah harus ditukar dengan 100 ekor unta. Abdul Muththalib sempat mengundi lagi yang ke-11 untuk meyakinkan diri, dan tetap keluar unta.
Kisah ayah Rasulullah SAW dan kakeknya memberi gambaran betapa religiusnya keluarga beliau. Mereka tak segan melaksanakan ajaran leluhur meski harus mengorbankan miliknya yang paling berharga.
Sifat ini diwarisi Rasulullah SAW yang teguh menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi laranganNya. Keteguhan tak goyah meski menghadapi tantangan dari kaumnya sendiri. Hasilnya Islam tersebar hingga seluruh dunia melampaui jazirah Arab.
(row/erd)