Bahaya! 1.500 Bahasa Terancam Punah di Akhir Abad Ini

ADVERTISEMENT

Bahaya! 1.500 Bahasa Terancam Punah di Akhir Abad Ini

Kristina - detikEdu
Senin, 20 Des 2021 17:00 WIB
ngobrol
Ilustrasi berbicara. Foto: shutterstock
Jakarta -

Sebuah studi terbaru yang dipimpin oleh Australian National University (ANU) mengungkap dari 7.000 bahasa yang diakui dunia, setengahnya sudah terancam punah. Bahkan, sebanyak 1.500 bahasa akan hilang pada akhir abad ini.

Temuan ini menjadi peringatan untuk menjaga dan melestarikan bahasa agar tetap kuat untuk generasi mendatang. Rekan penulis, Prof Lindell Bromham mengatakan, kehilangan bahasa bahkan bisa tiga kali lipat lebih besar dalam 40 tahun mendatang jika tidak ada upaya secepatnya.

"Kami menemukan bahwa tanpa intervensi secepatnya, kehilangan bahasa bisa (mencapai) tiga kali lipat dalam 40 tahun ke depan. Dan pada akhir abad ini, 1.500 bahasa bisa berhenti digunakan," kara Bromham dikutip dari laman ANU, Senin (20/12/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penelitian yang diterbitkan dalam Nature Ecology and Evolution ini memetakan berbagai faktor terluas yang menjadi penyebab ancaman kepunahan bahasa tersebut. Salah satu temuannya adalah pada kurikulum yang digunakan di sekolah.

Para peneliti mengatakan, instansi pendidikan perlu membangun kurikulum yang mendukung pendidikan bilingual, mendorong kemahiran bahasa asli yang dituturkan oleh penduduk pribumi, dan penggunaan bahasa yang dominan secara regional.

ADVERTISEMENT

"Dari 51 faktor atau prediktor yang kami selidiki, kami juga menemukan beberapa titik tekanan yang benar-benar tak terduga dan mengejutkan," ungkap Bromham.

Menurutnya, kontak dengan bahasa lokal lain tidak ada masalah. Faktanya, bahasa yang bersentuhan dengan banyak bahasa pribumi lainnya cenderung kurang terancam punah. Namun, ada fakta lain yang terungkap di balik ini.

"Tapi kami menemukan bahwa semakin banyak jalan, menghubungkan negara ke kota, dan desa ke kota, semakin tinggi risiko bahasa terancam. Seolah-olah jalan membantu bahasa yang dominan 'menggulung' bahasa yang lebih kecil," jelasnya.

Para peneliti mengatakan temuan ini menjadi peringatan penting bahwa tindakan atau upaya yang lebih besar diperlukan untuk melestarikan bahasa yang berisiko. Mengingat, kehilangan bahasa mengakibatkan kehilangan banyaknya keragaman budaya manusia.

"Ketika sebuah bahasa hilang, atau 'tidur' seperti yang kita sebut sebagai bahasa yang tidak lagi digunakan, kita kehilangan begitu banyak keragaman budaya manusia kita. Setiap bahasa brilian dengan caranya sendiri," ucapnya.

Penelitian ini sekaligus menjadi peringatan bagi masyarakat Bangsa Pertama Australia. Menurut Prof Felicity Meakins, dari University of Queensland dan salah satu rekan penulis studi tersebut, mengatakan bahwa Australia menjadi negara dengan potensi kehilangan bahasa tertinggi di seluruh dunia.

"Sebelum penjajahan, lebih dari 250 bahasa Bangsa Pertama digunakan, dan multibahasa adalah norma. Sekarang, hanya 40 bahasa yang masih digunakan dan hanya 12 yang dipelajari oleh anak-anak," ungkap Meakins.

"Bahasa Bangsa Pertama membutuhkan dana dan dukungan. Australia hanya menghabiskan USD 20,89 per kapita per kapita penduduk pribumi untuk bahasa, yang sangat buruk dibandingkan dengan Kanada USD 69,30 dan Selandia Baru USD 296,44," tambahnya.

Para peneliti menyebut, banyak bahasa yang diprediksi akan hilang di abad ini masih memiliki penutur yang fasih. Dengan demikian, masih ada peluang untuk berinvestasi dalam mendukung komunitas untuk merevitalisasi bahasa pribumi agar tetap lestari untuk generasi mendatang.




(kri/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads