Jepang dilanda krisis populasi. Negeri Sakura terus mengalami penurunan jumlah penduduk dalam 14 tahun terakhir. Jika tidak ditanggulangi, mungkin saja Jepang akan punah.
"Saya senang pemerintah Jepang menyadari pentingnya masalah ini. Jika tindakan radikal tidak diambil, Jepang (dan banyak negara lain) akan lenyap!" tulis Elon Musk beberapa waktu silam mengenai krisis kelahiran di Jepang.
Dikutip detikInet, berdasarkan laporan terbaru Kementerian Dalam Negeri Jepang, data hingga Oktober 2024 menunjukkan ada 120,3 juta penduduk Jepang, turun 898 ribu dari tahun 2023. Ditambah orang asing, total penduduk ada 123,8 juta, anjlok 550.000 dari tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itu merupakan penurunan yang ke-14 kali secara berurutan dan yang terparah sejak pemerintah mencatat populasi di tahun 1950-an. Sementara itu, proporsi penduduk usia kerja atau antara 15 dan 64 tahun, turun 224.000 menjadi 73,73 juta atau 59,6% dibandingkan dengan 62,3% di Amerika Serikat.
Mantan Menteri Kesehatan Keizo Takemi menyebut prospek demografi Jepang sudah dalam keadaan kritis dan memperingatkan negara hanya punya waktu hingga tahun 2030-an untuk mengubah arah.
Namun Jepang tidak sendirian. Negara tetangga seperti China, Korea Selatan, dan Taiwan bergulat dengan tantangan serupa. Pemerintah berjuang mendorong kelahiran di tengah budaya kerja yang menuntut, meningkatnya biaya hidup, dan perubahan sikap terhadap pernikahan dan keluarga di kalangan generasi muda.
Pakar demografi dan profesor di Universitas Meiji, Ryuichi Kaneko mengatakan akar penyebab krisis populasi di Jepang bisa ditarik sejak era pascaperang. Prioritas pada ekonomi yang gila-gilaan membuat sektor lain diabaikan.
"Saya yakin salah satu alasan penurunan angka kelahiran di Jepang menjadi sangat parah adalah karena, pada periode pascaperang, negara tersebut membangun masyarakat yang memprioritaskan aktivitas ekonomi secara ekstrem," kata Ryuichi seperti dikutip detikInet dari Newsweek.
"Sementara pekerjaan yang berkaitan dengan perawatan yang mendukung kehidupan masyarakat seperti pekerjaan rumah tangga, pengasuhan anak, dan perawatan lansia diperlakukan sebagai masalah pribadi, dipisahkan dari ranah publik, dan direndahkan nilainya. Dalam kerangka pembagian kerja berdasarkan gender ini, beban perawatan secara tidak proporsional juga dibebankan kepada perempuan," paparnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Jepang menggandakan upaya mengatasi krisis demografi dengan menyetujui paket senilai USD 5 miliar akhir tahun 2023, untuk memperluas tunjangan anak, meningkatkan perawatan anak, dan meningkatkan dukungan pendidikan.
Jepang juga melonggarkan aturan imigrasi guna membantu mengisi kesenjangan tenaga kerja di sektor seperti perawatan lansia dan manufaktur. Reformasi ini bertujuan melipatgandakan tenaga kerja asing tahun 2040, sehingga lebih banyak pekerja dapat tinggal lebih lama dan membawa keluarga.
Artikel ini sebelumnya telah tayang di detikInet dengan judul Jepang Terancam Punah, Pakar Ungkap Akar Permasalahannya.
(sun/des)