Pernikahan artis yang ditayangkan stasiun televisi swasta (TV) kembali disorot publik. Setelah Atta-Aurel, publik kini mengkritisi pernikahan artis Rizky Billar dan Lesti Kejora, yang berlangsung hampir tujuh jam.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran (Fikom Unpad) Abbie Besman menganalogikan siaran tersebut layaknya makanan. Ada produk penyiaran yang diinginkan dan sebagian lainnya diperlukan masyarakat.
Peran produk penyiaran langsung diserap badan, otak, dan jiwa masyarakat yang mengkonsumsinya. Karena itu menurut Abbie yang juga eksekutif produser sebuah stasiun televisi ini, produk penyiaran menjadi tanggung jawab sosial sebuah media.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Media punya tanggung jawab sosial. Bahwa dia tidak hanya memberikan yang diinginkan oleh publik (berdasarkan rating), tapi dia juga harus memberikan yang dibutuhkan," kata Abbie, dikutip dari laman resmi Fikom Unpad, Minggu (15/8/2021).
Abbie mengatakan, saat ini media sedang mengalami masa krisis karena lebih mengedepankan konten yang mengundang rating. Tayangan dinilai berdasarkan tinggi rendahnya rating atau, yang akan menjadi komoditas untuk mendatangkan profit.
Hal senada soal pernikahan artis juga disampaikan dosen Fikom IISIP Jakarta Mulharnetti Syas. Menurutnya pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak tegas dalam menanggapi tayangan tersebut, padahal isi siaran jelas melanggar pedoman penyiaran.
"Upayanya tuh (KPI) tidak maksimal seperti tidak ada niatan, masa harus menunggu laporan baru diproses. Padahal jelas-jelas isi siaran melanggar hak-hak masyarakat untuk mendapatkan tayangan yang lebih berkualitas," kata Netti yang juga anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP).
Netti juga menjelaskan aturan yang mengatur konten penyiaran. Salah satunya Pasal 11 dalam Pedoman Perilaku Penyiaran yang berbunyi, lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik.
Aturan lain terdapat di Pasal 13 Ayat 2 dalam aturan Standar Program Siaran. Pasal ini menyatakan, program siaran tentang permasalahan pribadi tidak boleh menjadi disajikan untuk masyarakat luas.
"Seharusnya acara seperti ini dapat ditindak tegas, agar stasiun televisi jera dan ke depannya acara serupa tidak tampil dalam tayangan pertelevisian Indonesia," ujar Netti.
Penayangan pernikahan artis di televisi sebetulnya sudah mendapat kritik dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat. Penangan dianggap terlalu sembrono karena menghabiskan waktu tujuh jam untuk kepentingan pribadi.
"Tayangan itu terlalu sembrono, menggunakan frekuensi publik hampir tujuh jam lamanya bukan untuk kepentingan publik," kata Adiyana, dikutip dari detikHot, Minggu (15/8/2021).
Penayangan dianggap melanggar pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS). KPID telah meminta KPI pusat memberi teguran ke pihak stasiun televisi.
(rah/row)