Dugaan kasus pelecehan yang dialami pasien Persada Hospital semakin memanas. Dokter YA diduga sebagai pelaku melaporkan korban atas pencemaran nama baik.
Laporan dilayangkan ke Polresta Malang Kota pada 18 April 2025 lalu, terkait unggahan korban di media sosial yang menampilkan identitas dan foto oknum dokter tersebut.
Menanggapi hal itu, pakar hukum pidana Universitas Brawijaya, Prija Djatmika menyampaikan bahwa korban dalam kasus dugaan tindak pidana, termasuk pelecehan seksual, berhak membuat laporan ke polisi dan tidak bisa dituntut balik atas laporan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Prija mengingatkan bahwa tindakan mempublikasikan tuduhan ke media sosial secara sepihak bisa berujung pada jeratan hukum pencemaran nama baik.
Prija menekankan bahwa hak korban untuk melapor diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, serta diperkuat oleh Pasal 108 KUHAP.
Artinya, selama korban menyampaikan laporan lewat jalur hukum yang resmi, ia berada dalam perlindungan hukum.
"Orang yang melapor ke polisi itu sebagai korban, itu tidak bisa dituntut balik. Tapi kalau dia mempublikasikan tuduhan sendiri, menuduh orang di media sosial tanpa putusan pengadilan, maka itu bisa masuk pencemaran nama baik," jelas Prija Djatmika saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (12/6/2025).
Kendati begitu, Prija mengingatkan bahwa mempublikasi nama, foto, atau tuduhan terhadap seseorang yang statusnya masih sebagai tersangka, bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum. Terutama jika dilakukan oleh pihak yang bukan aparat penegak hukum.
"Yang berhak menginformasikan ke publik hanya polisi dan itu pun dalam rangka transparansi penyidikan, atau berdasarkan putusan pengadilan yang terbuka," katanya.
Prija menyoroti bahwa masyarakat harus memahami perbedaan antara laporan hukum dan tindakan mempublikasikan tuduhan.
Ia mencontohkan, kasus korban yang memosting tuduhannya ke Instagram dan menyebut seseorang sebagai pelaku pelecehan seksual, padahal proses hukum masih berjalan dan belum ada putusan.
"Kalau dia memosting seperti itu, lalu menyebut orang yang dilaporkan sebagai pelaku, itu bisa ditafsirkan menyebarkan tuduhan. Maka terlapor bisa saja melapor balik dengan dugaan pencemaran nama baik," ujar Prija.
Pasal 310 KUHP dan UU ITE Jadi Rujukan Pernyataan ini merujuk pada Pasal 310 ayat (3) KUHP, yang menyatakan bahwa suatu tuduhan tidak termasuk pencemaran nama baik jika dilakukan sebagai bentuk pembelaan diri atau demi kepentingan umum.
Ketentuan ini juga diakomodasi dalam Pasal 27A Undang-Undang ITE Nomor 1 Tahun 2024.
Namun, penilaian apakah suatu tindakan di media sosial termasuk pembelaan diri atau bukan, menjadi kewenangan pengadilan.
"Biar pengadilan yang memutuskan. Tapi dalam tahap penyidikan, laporan dugaan pencemaran nama baik tetap bisa diproses," tegasnya.
Prija mengingatkan, setelah korban membuat laporan ke polisi, sebaiknya menahan diri dari membuat tuduhan terbuka di media sosial.
Karena bisa mengganggu proses hukum dan membuka ruang gugatan balik dari terlapor.
"Kalau sudah lapor ke polisi, ya diamkan saja, biar proses hukum berjalan. Jangan menyebarkan sendiri seolah-olah sudah ada vonis. Itu yang berbahaya secara hukum," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Polresta Malang Kota menjadwalkan pemanggilan QRA korban dugaan pelecehan dokter YA pekan depan.
Untuk dimintai klarifikasi soal pengaduan pencemaran nama baik yang dilayangkan dokter YA.
"Dipanggil sebagai saksi terlapor, untuk dimintai klarifikasi atas pengaduan dokter YA terkait pencemaran nama baik," ujar Kasi Humas Polresta Malang Kota Ipda Yudi Risdiyanto kepada wartawan, Rabu (11/6/2025).
(auh/hil)