Polemik Larang Daki Gunung di Bali: Mapala Kecewa-Janji Koster ke Pemandu

Polemik Larang Daki Gunung di Bali: Mapala Kecewa-Janji Koster ke Pemandu

Ronatal Siahaan - detikBali
Selasa, 06 Jun 2023 08:20 WIB
Mapala Unud saat mendaki Gunung Agung.
Foto: Mapala Unud saat mendaki Gunung Agung. (Istimewa)
Denpasar -

Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Wanaprastha Dharma (WD) Universitas Udayana (Unud) angkat bicara soal larangan mendaki gunung-gunung di Bali.

"Kami rasa masih terlalu cepat untuk diputuskan," kata Ketua Umum Mapala WD Unud Anastasya Putri kepada detikBali, Senin (5/6/2023).

Menurut Anastasya, gunung merupakan salah satu tempat berkegiatan Mapala WD Unud. Sebab, unit kegiatan mahasiswa (UKM) tersebut bergerak di kegiatan alam bebas dan pelestarian lingkungan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Gunung di Bali memiliki keunikannya tersendiri dibanding gunung yang ada di luar Bali dan menjadikannya daya tarik wisata di Bali selain pantainya yang sudah terkenal," jelas Anastasya.

Ia juga menuturkan wisata pendakian terutama di Gunung Batur dan Gunung Agung sudah terkenal hingga mancanegara. "Banyak warga desa di kaki-kaki gunung di Bali yang menjadikan hal ini (wisata gunung) peluang untuk dijadikan mata pencaharian sebagai pemandu gunung," terangnya.

Anastasya mengatakan jika Peraturan Daerah (Perda) yang melarang mendaki gunung-gunung di Bali diberlakukan, tentunya para pemandu di gunung tersebut akan paling berdampak secara ekonomi.

"Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) dan perkumpulan pemandu lokal mungkin lebih paham sebagai pihak yang merasakan," imbuhnya.

Setuju Gunung Perlu Dijaga

Anastasya menyampaikan Mapala yang dipimpinnya sangat setuju dengan pernyataan perlunya menjaga kesucian gunung di Bali.

"Beberapa kasus yang terjadi dan menodai kesucian tersebut pun membuat kami prihatin. Namun, kami (Mapala WD Unud) rasa masih ada jalan lain yang lebih baik untuk mencegah hal tersebut terjadi dibandingkan menutup total pendakian untuk wisata," pungkasnya.

Rancangan aturan yang tengah disiapkan Koster membuat kegiatan Mapala Unud menjadi terbatas.

"Kami datang bukan untuk menaklukkan alam, tetapi kami datang untuk menanyakan kebesaran Tuhan dan mereka menjawabnya," ucap Anastasya seperti disampaikan motto Mapala WD Unud.

Ia menuturkan di Mapala bukan sekadar mencapai puncak lalu turun kembali. Biasanya, Mapala WD Unud melakukan beberapa kegiatan seperti pendataan jalur, pendataan flora fauna, penerapan ilmu alam bebas seperti navigasi darat, manajemen perjalanan, survival, dan lainnya. Ia menyebut gunung juga menjadi sarana penelitian dan pengabdian bagi kegiatan Mapala WD Unud.

"Selain untuk menikmati keindahan alam, gunung adalah salah satu tempat di alam bagi kami Mapala untuk banyak belajar. Lokasi yang dipakai tentunya di gunung-gunung yang ada di Bali maupun di luar Bali. Dengan adanya peraturan ini, kami akan terbatas dalam mencari lokasi berkegiatan, khususnya di Bali," imbuhnya.

Mapala WD Unud menyarankan untuk melakukan regulasi dan sistem pengelolaan pendakian yang lebih ketat dan rapi.

"Agar para pendaki sebisa mungkin mendapat pemahaman mengenai kawasan gunung di Bali yang suci. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi sosialisasi dari pemandu lokal maupun pihak pengelola di basecamp yang memang paham mengenai hal tersebut," pungkasnya.

Mapala WD Unud berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali dan melakukan pengkajian Peraturan Daerah (Perda) yang tengah disiapkan. Yakni, dengan menerima masukan pemuka agama, Dinas Pariwisata, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, para pemandu gunung, dan lapisan masyarakat lainnya.

"Agar tujuan utama untuk menyucikan kawasan Gunung di Bali ini dapat tercapai dengan mempertimbangkan seluruh aspek dan sisi yang terkait dengan gunung di Bali dan masyarakatnya," tandasnya.

Anastasya mengaku tidak selalu naik gunung sebulan sekali. Gunung-gunung yang sering didaki antara lain, Batur, Abang, Sanghyang, Agung, dan Batukaru. "Kalau frekuensi per bulan itu relatif, tidak selalu setiap bulan," ujar Anastasya.

Mapala Warmadewa Usul Simaksi

Ketua Umum Mapala Citta Mandala Universitas Warmadewa I Putu Arya Suwastawa Yasa alias Ayak usul pembuatan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi) untuk mendaki gunung-gunung di Bali. Hal ini berlaku seperti gunung-gunung di luar daerah Bali.

Cara itu dinilai lebih tepat ketimbang melarang wisatawan atau masyarakat mendaki gunung-gunung di Bali. Sebab, melarang mendaki gunung dengan alasan tempat suci tidaklah benar.

"Jika gunung dianggap suci dan tidak boleh didaki, maka laut atau bukit pun sama, tempat yang dianggap suci (juga)," ujarnya kepada detikBali, Senin (5/6/2023).

"Menurut saya, lebih baik dibuatkan Simaksi seperti gunung-gunung di luar Bali. Contohnya, seperti Gunung Rinjani, Gunung Semeru, dan lain-lain," lanjut Ayak.

Memang, ia mengakui alam pun butuh istirahat seperti halnya manusia. Namun, istirahat itu sejenak. Bukan untuk selamanya.

Apalagi, banyak masyarakat yang mengandalkan pemasukan dari wisata pendakian gunung. Misalnya pemandu, pedagang di sekitar kaki gunung, hingga balai pengurus gunung-gunung di Bali.

Pemandu Akan Dijadikan Pegawai Kontrak

Gubernur Bali Wayan Koster akan merekrut pemandu wisata pegunungan menjadi pegawai kontrak. Tak hanya pemandu pendakian, penjaga gunung dan hutan juga akan diangkat menjadi pegawai kontrak.
"Mengenai pemandu pendaki gunung, kami akan angkat jadi tenaga kontrak. (Juga) penjaga gunung dan penjaga hutan," kata Koster di kantor DPRD Bali, Senin (5/6/2023).

Koster tidak membeberkan besaran gaji yang akan diberikan Pemerintah Provinsi Bali kepada pegawai kontrak tersebut. Hanya saja, Koster mengeklaim pendapatan para pemandu wisata pegunungan itu akan lebih tinggi ketika sudah menjadi pegawai kontrak.

"Kalau di situ (pekerjaan pemandu wisata mendaki gunung) nggak menentu," kata Koster.

Sebagai langkah awal, Koster akan merekrut para pemandu maupun penjaga hutan dan gunung yang biasa beroperasi di Gunung Agung dan Gunung Batur. Menurutnya, terdapat 67 pemandu dan penjaga hutan yang beroperasi di Gunung Agung serta 200-an orang yang mencari nafkah di Gunung Batur.

Sebelumnya, Koster mewacanakan untuk melarang pendakian gunung di Pulau Dewata. Ia juga tengah menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) yang melarang turis mendaki gunung di seluruh Bali.

Menurut Koster, pariwisata Bali menarik turis karena aura alamnya. Karena itu, kesucian alam, termasuk gunung harus dijaga. Ia berpendapat seharusnya pemandu pendaki gunung berpikir jangka panjang. Sebab, dengan menjaga kesucian gunung, pariwisata Bali akan berkelanjutan.

Koster menyebut berwisata di pegunungan Bali tidak hanya menodai kesucian. Menurutnya, pendapatan daerah dari obyek wisata gunung juga tidak banyak.

Ia menjelaskan pendapatan daerah dari aktivitas wisata di Gunung Agung per tahunnya kurang dari Rp 100 juta. Sedangkan, pendapatan daerah per tahun dari aktivitas wisata di Gunung Batur kurang dari Rp 1 miliar.

Selain itu, perbandingan jumlah wisatawan domestik juga lebih banyak ketimbang mancanegara. Dengan pertimbangan tersebut, Koster berkukuh dengan rencana penutupan obyek wisata gunung tersebut.

"Kalau Gunung Agung itu milik pemerintah provinsi. Nah, gunung dijadikan tempat wisata itu secara ekonomis itu kecil sekali. Sedikit sekali (wisatawan) mancanegara yang mendaki gunung. Kebanyakan wisatawan domestik," katanya.

Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan pelarangan mendaki gunung belum diterapkan. Ia menyatakan masih menggodok aturan tersebut.

"Sekarang kami masih godok dulu (aturan larangan mendaki gunung di Bali). Setelah ini masih akan kami rapatkan dahulu dengan dinas kehutanan dan lingkungan," kata Pemayun.

Kapolres Karangasem Larang Lansia Wisata Alam

Kapolres Karangasem AKBP Ricko AA Taruna menginstruksikan pelaku pariwisata untuk melarang turis lanjut usia (lansia) melakukan aktivitas wisata alam, seperti naik gunung, rafting, atau snorkeling. Termasuk juga wisatawan yang memiliki gangguan kesehatan.

"Jadi, saya minta pemilik dan pelaku pariwisata berani mengatakan tidak kepada wisatawan yang dianggap tidak mampu melakukan aktivitas wisata alam," ujarnya ditemui sesuai rapat koordinasi bersama Forkopimda Karangasem, Senin.

"Karena, jika itu (aktivitas wisata alam) dipaksakan (kepada wisatawan lansia) akan sangat berbahaya bagi wisatawan itu sendiri," lanjut Ricko.

Polres Karangasem, sambung Ricko, akan membuat regulasi. Salah satunya, menempatkan petugas kesehatan untuk ikut berjaga memeriksa kesehatan para wisatawan di pintu masuk wisata alam.

Namun, ia belum bisa memastikan mekanismenya seperti apa. Yang pasti, ia akan terlebih dahulu mengundang pelaku pariwisata untuk duduk bersama melakukan koordinasi.

"Kami harap juga wisatawan jujur saat datang melakukan aktivitas wisata alam. Jika memang memiliki riwayat kesehatan yang kurang bagus, sebaiknya jangan memaksakan diri," katanya.

Ricko mencontohkan beberapa waktu lalu, wisatawan meninggal saat snorkeling. Kemudian, pada awal Juni, wisatawan asing meninggal saat rafting. Keduanya merupakan turis lansia.

Karena itu, untuk meminimalisir kejadian terulang kembali, ia menilai pelaku pariwisata agar berani menolak wisatawan yang dirasa tidak mampu beraktivitas wisata alam.

"Walaupun, setelah kami koordinasikan, itu memang kecelakaan dari wisatawan itu sendiri. Tapi, tetap kami menyayangkan," terang Ricko.




(hsa/gsp)

Hide Ads