Petani Desa Kaliuda, Kecamatan Pahunga Lodu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), kini memasuki babak baru dalam kemandirian budi daya rumput laut. Mereka berhasil memanen enam ton bibit rumput laut unggul. Padahal, mereka sebelumnya menghadapi penurunan kuantitas dan kualitas bibit rumput laut akibat penggunaan yang berulang hingga lebih dari 15 tahun.
"Biasanya yang kami ikat hanya sekitar 500 kilogram bibit. Sekarang, dengan hasil enam ton, dua, bahkan tiga rumah ikat penuh. Dahulu kami kesulitan bibit, sekarang justru bisa menjual. Ini langkah besar menuju kemandirian desa dan peningkatan pendapatan masyarakat," ungkap Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Manandang, Christiani Valentine Salean, dalam siaran pers Konservasi Indonesia, Rabu (29/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain memanen, petani juga berhasil melakukan penjualan perdana bibit rumput laut unggul dari Desa Kaliuda. BUMDes Manandang Kaliuda juga membuka rumah ikat rumput laut sebagai sarana untuk pembelajaran bagi para petani.
Berbagai keberhasilan ini berkat kolaborasi Konservasi Indonesia (KI), BUMDes Manandang Kaliuda, Dinas Perikanan Sumba Timur, dan Universitas Mataram (Unram). Konservasi Indonesia bersama mitra lokal mengembangkan usaha pembibitan rumput laut berkelanjutan di kebun uji coba sejak awal 2025 di hamparan Lendunga. Sebanyak 80 kilogram (kg) bibit unggul didatangkan dari Lombok sejak Mei hingga Juli 2025.
Bibit tersebut kini telah berkembang menjadi 1,8 ton yang mencakup empat strain, yaitu Kappaphycus striatus (Sacol), Kappaphycus striatus (Payaka), Cottoni Lokal, dan SP1 (masih dalam proses identifikasi). Melalui perawatan intensif dan pendampingan teknis berbasis sains, hasil panen keempat tahun ini mencapai enam ton bibit unggul yang siap menjadi modal awal bagi para pembudi daya di Desa Kaliuda maupun sekitarnya.
Inisiatif bersama antara Konservasi Indonesia, BUMDes Manandang, Dinas Perikanan Sumba Timur, dan Unram tidak hanya berfokus pada peningkatan hasil budi daya. "Kami ingin masyarakat tidak hanya bisa meningkatkan penghasilan dari laut, tetapi juga tetap menjaga kelestarian ekosistem laut. Kolaborasi ini mungkin bisa menjadi bukti bahwa ketahanan ekonomi dan kelestarian lingkungan bisa tumbuh bersama, seperti yang kami rasakan di Desa Kaliuda," harap Christiani.
Vice President Program Konservasi Indonesia, Fitri Hasibuan, menjelaskan pencapaian petani rumput laut di Desa Kaliuda merupakan hasil kerja keras dan kolaborasi bersama Konservasi Indonesia, masyarakat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumba Timur, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, dan Unram.
Program ini, tutur Fitri, didukung oleh pendanaan Global Fund for Coral Reefs (GFCR). Melalui program Terumbu Karang Sehat Indonesia (TeKSI), Konservasi Indonesia mendorong model budi daya rumput laut yang menguntungkan, adil, dan berdampak positif terhadap terumbu karang di Sumba Timur.
"Pengembangan bibit unggul tidak hanya meningkatkan produktivitas budi daya, tetapi juga berkontribusi pada konservasi ekosistem pesisir yang sehat. Kini, masyarakat tidak lagi bergantung pada pasokan bibit dari luar, melainkan dapat menjual bibit unggul perdananya yang menjadi penggerak ekonomi lokal sekaligus menjaga kelestarian laut," jelas Fitri.
Fitri menambahkan kerja sama dengan peneliti sangat penting untuk meningkatkan kualitas bibit dan produktivitas bibit. "Kami bekerja sama dengan tim peneliti dari Universitas Mataram untuk menyiapkan bibit rumput laut yang berpotensi lebih unggul dan didatangkan langsung dari Lombok untuk dibudidayakan di Desa Kaliuda. Dengan adanya bibit baru ini, hasil panen dapat menjadi lebih banyak dan lebih stabil sepanjang tahun serta pendapatan petani pun ikut meningkat," tambahnya.
Kepala Dinas Perikanan Sumba Timur, Markus Windi, mengapresiasi kerja sama lintas pihak dalam mewujudkan kemandirian petani rumput laut. "BUMDes Manandang berhasil menunjukkan bahwa usaha pembibitan bisa menjadi pilar ekonomi desa sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Dengan adanya rumah ikat, produksi bibit rumput laut kualitas unggul oleh BUMDes dapat terus dilakukan. Kami berharap akan muncul lebih banyak desa mandiri yang mengembangkan usaha pembibitan berkelanjutan," tutur Markus.
(hsa/hsa)











































