Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) telah mengusulkan revisi dua peraturan daerah (perda). Yakni, Perda Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tambang Mineral dan Batubara serta Perda nomor 2 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Usulan revisi itu telah diterima oleh Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) di DPRD NTB untuk pengelolaan 16 blok tambang rakyat di Lombok dan Sumbawa.
Ketua Bapemperda DPRD NTB Ali Usman Ahim mengatakan draft usulan revisi dua perda itu telah diterima oleh Bapemperda. Usulan kedua perda itu untuk memaksimalkan potensi pendapatan daerah pada pengelolaan tambang rakyat setelah penerbitan 16 blok wilayah pertambangan rakyat (WPR) di NTB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah masuk usulannya ke DPRD dari eksekutif. Kami setuju, semangatnya Pak Gubernur dan Kapolda NTB agar sumber daya mineral kita selamatkan agar ini tidak diambil secara ilegal yang berakibat kerusakan lingkungan dan bentangan ekologi kita dan terganggu fungsi hutan kita," kala Ali di Mataram, Kamis (25/9/2025).
Tujuan revisi kedua perda tersebut, Ali berujar, untuk menyelamatkan hilangnya potensi pendapatan pada blok-blok tambang yang selama ini tidak dikelola dengan baik atau secara ilegal. Revisi Perda PDRD diharapkan bisa menambah fiskal daerah.
"Kita ingin lingkungan kita terjaga dan terawat. Fiskal juga bertambah. Ya Gubernur dan Kapolda meminta agar dilegalkan saja. Baru kita kontrol memperhatikan aspek daya dukung daya tampung bisa menghasilkan PAD di masing-masing blok tambang yang nanti dikelola oleh koperasi," katanya.
Ali mengatakan besaran pembagian retribusi ke daerah dalam revisi Perda PDRD ini masih sebatas kajian. Dalam kajian yang dilakukan oleh tim Kapolda NTB juga menjadi pertimbangan Bapemperda dalam melakukan telaah dalam proses revisi tersebut.
Dia mengatakan sebelum pembagian keuntungan, Bapemperda akan lebih banyak menyiapkan bagaimana payung hukum pengelolaan tambang rakyat agar memenuhi unsur yuridis terlebih dahulu.
"Kalau sudah memenuhi syarat yuridis berbasis tambang rakyat baru kita bicarakan secara teknis soal pembagian itu. Jadi belum ada kalkulasi sampai ke situ. Masih sebatas diskusi informal," katanya.
Dalam diskusi-diskusi yang dilakukan, Pemprov NTB berpotensi mendapatkan PAD pengelolaan tambang rakyat sebesar Rp 5 triliun per tahun.
"Daripada ilegal dikuasi cukong. Nambang serampangan. Di dalam perda itu, tambang rakyat akan jadi sumber PAD. Ini akan kami diskusikan kembali dalam proses revisi tersebut," ujar Ali.
Ali memastikan dalam proses pembahasan kedua perda tersebut akan mengundang seluruh tenaga ahli kebijakan dan ahli di bidang lingkungan hidup. Beberapa hal yang perlu ditelaah adalah keberlanjutan kawasan lingkungan hidup pasca tambang.
"Semua kami ajak, ada tenaga ahli pertambangan dan lingkungan. Kami targetkan tahun ini beres. Intinya kami akan undang juga aktivis lingkungan pasti," katanya.
Bahkan beberapa masyarakat di lingkar tambang rakyat yang dikelompokkan dalam kelompok pro dan kontra akan diajak untuk membahas revisi kedua perda tersebut. Alasannya agar semua orang yang terdampak dengan pengelolaan tambang tersebut dapat ikut membahas kedua perda tersebut.
"Ya kami undang baik yang berkepentingan yang pro dan kontra untuk. Kami terima masukan sebagai saran perbaikan," tegas Ali.
Penjabat Sekda NTB Lalu Moh. Faozal mendukung revisi kedua Perda tersebut. Menurut dia, peran pemerintah NTB menyiapkan aturan pascatambang di 16 blok WPR yang akan dikelola koperasi tersebut.
"Kami nanti urus pascatambang. Kami siapkan dana di dalam APBD dan Pak Gubernur menyiapkan CSR dari Bank NTB Syariah pasca tambang," kata Faozal.
Faozal mengatakan usulan revisi kedua perda itu bukan mengacu pada pembagian retribusi antara pengelola tambang dengan pemerintah daerah. Poin revisi itu untuk memastikan peralihan status tambang dari ilegal ke ilegal.
"Kemudian kami ada kontrol pemerintah di sana, itu harus terukur. Apa kontrol kita, soal tata kelola, lingkungan dan pendapat. Tapi itu poin berikutnya. Yang penting masyarakat lingkar bisa mendapatkan manfaat," tandas Faozal.
(hsa/hsa)