Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Mori Hanafi, menyoroti peralatan Kantor SAR Mataram yang dipakai mengevakuasi jenazah Juliana Marins (27), turis Brasil yang terjatuh ratusan meter ke dalam jurang Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Juliana jatuh pada Sabtu (21/6/2025), tetapi belum dapat dievakuasi hingga akhirnya meninggal.
Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) NTB I Pulau Sumbawa itu menilai Juliana meninggal imbas lambatnya evakuasi yang dilakukan tim SAR akibat peralatan yang kurang memadai. Mori juga menegaskan agar kejadian itu harus menjadi catatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, Basarnas, dan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
"Saya secara aktif monitor. Bahkan, kemarin saya telepon Sekretaris Utama Basarnas Pusat. Memang kita punya peralatan itu masih kurang memadai. Ini memang kendala utamanya," ujar Mori saat ditemui di Mataram, Rabu (25/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem NTB itu mengungkapkan, dari semua Basarnas di Indonesia, baru 10 kantor di daerah yang memiliki peralatan evakuasi lengkap, termasuk helikopter untuk melakukan evakuasi khusus di medan ekstrem.
"Di seluruh Basarnas yang ada se-Indonesia hanya punya 10 helikopter. Sehingga kalau ada pengamanan khusus, jika ada event MotoGP di Mandalika misalnya, itu kan tim harus pinjam helikopter," ujar Mori.
Walhasil, Mori meminta secara khusus ke Basarnas agar peralatan evakuasi di Kantor SAR Mataram dilengkapi dan memenuhi standar evakuasi yang memadai. Hal itu untuk mengantisipasi kejadian yang sama di kemudian hari.
"Apa kita butuh pengadaan helikopter? Walaupun ada, heli itu kendalanya bukan belinya, tetapi helikopter itu butuh perawatan. Butuh awaknya itu harus ada tempat standby. Itu biaya cukup besar sampai Rp 200 miliar. Biaya itu harus ada sharing dengan pemda," ungkap Mori.
Menurut Mori, peralatan lain yang harus dipenuhi Basarnas di NTB berupa penambahan tali mountaineering, drone yang lebih canggih, dan peralatan lain yang diperlukan jika ada kejadian seperti yang menimpa Juliana.
"Peralatan lain secara teknis yang belum kita tahu sepenuhnya ini kita minta dipenuhi di NTB," ujar Mori.
"Intinya saya mau detilkan kira-kira apa yang dibutuhkan untuk mempercepat proses seperti ini kalau terjadi lagi di kemudian hari. Saya kira standar SAR Mataram sudah bagus, tetapi perlu diimbangi dengan peralatan yang canggih, ini yang belum ya," jelas Mori.
Maka dari itu, Mori berujar, kejadian memilukan yang menimpa Juliana di Gunung Rinjani ini menjadi pembelajaran bersama semua pihak. Secara pribadi, Mori menyampaikan turut berduka cita kepada keluarga korban yang ditinggalkan di Brasil.
"Saya mengucapkan rasa prihatin atas peristiwa tersebut. Saya berharap kasus serupa tidak terulang kembali kepada pendaki lain yang menikmati keindahan Gunung Rinjani. Saya sampaikan ini pembelajaran bahwa kejadian ini bukan tidak mungkin bisa terulang," terang Mori.
Sebelumnya, Kepala Kantor SAR Mataram, Muhammad Hariyadi, mengatakan Tim SAR gabungan menemukan korban dalam keadaan meninggal di kedalaman sekitar 600 meter dari atas punggung jalur menuju Puncak Gunung Rinjani, Lombok.
"Satu personel berhasil mencapai lokasi korban di jurang sekitar pukul 18.00 Wita di datum point. Setelah pemeriksaan awal, tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan pada korban," terang Hariyadi dalam keterangannya.
Setelah dipastikan dalam kondisi meninggal dunia, jenazah Juliana kemudian langsung di-wrapping (dibungkus) untuk persiapan evakuasi oleh tim.
"Tim SAR yang berada di last known position (LKP) atau lokasi terakhir korban terlihat, segera menyiapkan sistem evakuasi," tambah Hariyadi.
(hsa/hsa)