Puluhan guru honorer di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB mengadu ke DPRD NTB. Salah satu dari mereka menangis di ruang rapat karena tak kunjung diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) seusai mengabdi selama 22 tahun.
"Kami mau diperjuangkan. Kami harapkan ada kepastiannya. Karena selama ini kami demo berjuang tidak kunjung diangkat menjadi PPPK," ujar Rina Sudiawati, guru honorer di SMKN 1 Lembar, Lombok Barat, sambil terisak di ruang Komisi V DPRD NTB, Jumat (21/2/2025) sore.
Atas dasar itu, Rina bersama 25 guru honorer di bawah naungan Dikbud NTB mengadukan hal itu ke DPRD NTB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Komisi V DPRD NTB Muhammad Jamhur menyesalkan aduan para guru honorer ini tidak dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB Aidy Furqan dan Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah NTB Yusron Hadi.
"Saya nggak bisa ngomong kemana-mana karena dua kepala dinas ini tidak ada di sini. Kami minta perwakilan dari Dikbud dan BKD NTB untuk terus terang dan terang terus. Jangan abu-abu menjawab persoalan-persoalan guru kita ini," tegas Jamhur saat menerima puluhan guru honorer.
Tanggapan Jamhur juga diteruskan oleh Anggota Komisi V DPRD NTB Didi Sumardi. Didi mendesak Dikbud dan BKD NTB untuk memperjuangkan nasib ratusan guru honorer berstatus K2.
"Saya sedih dengan nasib Bapak Ibu. Saya minta nasib guru honorer K2 ini harus diperlakukan adil dengan K1. Oleh karena itu BKD dan Dikbud kami berharap tidak hanya bicara soal regulasi tapi harus ada empati dengan kondisi mereka," ujar Didi.
Dikbud dan BKD, Didi melanjutkan, harus membuat atau melakukan terobosan untuk mengangkat para guru yang mengabdi lebih dari 20 tahun. Dia menegaskan pemerintah harus membuat kebijakan yang progresif untuk menyelamatkan para honorer itu.
"Saya berharap Dikbud dan BKD punya langkah-langkah progresif agar mereka bisa jadi PPPK. Kemarin ada honorer saya dengar diberikan opsi menjadi tenaga PPPK paruh waktu. Semakin tidak adil kita," tegasnya.
"Ini zalim apa bedanya dengan zaman penjajahan. Sebagai bagian dari rasa kemanusiaan harus adil kita. Tolong carikan jalan keluar. Bila perlu kami bawa masalah ini, jika harus demo ke pusat," lanjut mantan Ketua DPRD Kota Mataram ini.
Didi berharap 512 guru honorer yang berstatus K2 bisa menemui Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal sepulang dari retret di Magelang. "Nanti pas Pak Iqbal ngantor, lapor ini pas masuk kerja," tegas Didi.
Terpisah, Sub Bidang Data dan Informasi BKD NTB Savitri yang hadir mewakili Yusron Hadi mengaku telah menyelesaikan masa kerja K2 seluruh honorer diangkat pada periode masa kerja 2005 hingga 2014. "Semua sudah diangkat," katanya.
Savitri mengeklaim dari 15.983 pegawai di Pemprov NTB, baik guru dan tenaga administrasi di sekolah-sekolah, 6.843 orang di antaranya telah diangkat menjadi PPPK sesuai regulasi.
"Ini kebanyakan guru sudah kami angkat," ujarnya.
Adapun, sisa tenaga guru dan administrasi di sekolah berstatus K2 sebanyak 514 orang. Tenaga teknis 92 orang mendaftar dan dinyatakan lulus 86 orang. "Sisanya sekarang 425 K2," ujar Savitri.
Menurut Savitri, pengangkatan PPPK di NTB tetap berdasarkan regulasi. Jika ada pelamar tidak lolos tes, maka secara otomatis dinyatakan tidak lolos.
"Jadi K2 ini kami harus ngomong ke pusat. Mohon maaf, karena para guru kita kan sudah tua ya. Kalau tes mereka tidak bisa lolos. Jadi harus ada kebijakan meloloskan mereka tanpa tes, atau tes secara formalitas saja," ujar Savitri.
Dia menegaskan tidak bisa mengangkat honorer K2 jika tidak lolos tes.
"Kami di sini sesuai regulasi yang di sana. Selalu akan tertinggal. Jadi 512 K2 ini kami harus perjuangkan ke pusat," ujarnya.
Untuk menyelamatkan 512 K2 ini, Savitri melanjutkan, mereka harus masuk pada pendaftar prioritas pertama pada pendaftaran PPPK tahun 2025 nanti.
"Jadi kami plot formasi mereka di BKD untuk menyelamatkan mereka. Jadi, yang memiliki formasi dan tempatnya kami yang akan tentukan karena kan kami yang akan tentukan kelulusan mereka," kata Savitri.
Menanggapi itu, Awaludin, salah seorang guru honor di SMK 1 Lembar senang mendengar opsi yang ditawarkan BKD NTB. Kendati demikian, dia tetap meminta kepastian kelulusan jika formasi ditentukan oleh BKD NTB.
"Kami minta ini harus dikawal. Agar kami pasti bisa lulus," tandas Awaludin yang sudah mengabdi 20 tahun itu.
(hsa/iws)