Komisi II DPRD NTB Tuding Ada WNA Kuasai HGB Pasar Senggigi

Komisi II DPRD NTB Tuding Ada WNA Kuasai HGB Pasar Senggigi

Ahmad Viqi - detikBali
Kamis, 23 Jan 2025 22:15 WIB
Komisi II DPRD NTB soroti lemahnya serapan anggaran di Dispar NTB, Kamis (23/1/2025). Foto: (Ahmad Viqi/detikBali).
Foto: Komisi II DPRD NTB soroti lemahnya serapan anggaran di Dispar NTB, Kamis (23/1/2025). (Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Komisi II DPRD NTB menyoroti lemahnya serapan dana alokasi khusus (DAK) tahun 2024 di Dinas Pariwisata (Dispar) NTB. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPRD NTB Megawati Lestari dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Kamis (23/1/2025) sore. Salah satunya, Megawati mencium ada ketidakberesan dalam revitalisasi Pasar Senggigi.

Menurut Mega, ada warga negara asing (WNA) memegang Hak Guna Bangunan (HGB) sebagai pengelola Pasar Senggigi. Sementara, kontrak Pemprov dengan PT Rajawali sudah berakhir di tahun 2024.

"Nanti kami akan sinkronkan laporan di atas kertas dengan fakta di lapangan. Terutama adanya info oknum pemegang HGB. Kami akan turun," tegasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia membeberkan realisasi belanja di Dinas Pariwisata NTB rata-rata baru selesai di angka 84 persen. Baik belanja modal maupun belanja barang dan jasa.

"Saya miris sekali melihat laporan realisasi belanja-belanja ini rata-rata 84 persen," tegas istri Kanwil Kemenag NTB ini.

Megawati mencontohkan pada 2024 belanja modal Dispar NTB di angka Rp 2,4 miliar lebih. Angka itu terbilang kecil. Namun, realisasinya justru tidak sesuai dengan apa yang diharapkan publik.

Terdapat belanja modal peralatan dan mesin hanya Rp 80 juta, sementara realisasinya 89 persen. Lalu, belanja modal gedung dan bangunan Pasar Seni Senggigi yang menyedot anggaran Rp 2,4 miliar pun progresnya masih di angka 84,80 persen.

Untuk belanja daerah yang meliputi belanja pegawai Rp 9,9 miliar, belanja barang dan jasa yang menelan anggaran Rp 15,8 miliar progresnya pun tidak sampai 100 persen per 31 Desember 2024. Politikus Golkar itu menyorot anggaran besar pada belanja barang dan jasa yang nilainya cukup besar dengan realisasi hingga akhir tahun 93,25 persen.

"Khusus di pekerjaan Pasar Seni Senggigi kami menduga ada yang tidak beres. Kami akan mengecek ke lapangan," kata perempuan yang akrab disapa Mega itu.

Menurut Mega, manajerial pengelolaan keuangan Dispar lemah. Melihat presentasi dari semua kegiatan yang tidak bisa mencapai 100 persen.

Selain itu, problem mendasar di Dispar adalah pembinaan obyek wisata. Sampah pada objek wisata tidak terurus. Mulai dari toilet tidak sehat, hingga akses jalan ke objek wisata banyak dikeluhkan. Lebih parah lagi akses jaringan penerangan umum jalan ke sejumlah objek wisata gelap gulita.

"Ini memang bukan tanggung jawab provinsi melainkan kabupaten/kota, tapi di mana peran koordinasi dengan Dispar kabupaten/kota," cecar Mega.

Kepala Bidang Destinasi Dinas Pariwisata NTB, Chandra Aprinova, menanggapi adanya persoalan pengelola HGB di Pasar Seni Senggigi. Menurut Chandra, pengusaha tersebut melakukan kerja sama dengan PT Rajawali (mitra kerja sama Pemprov NTB). Namun, pada 14 Agustus 2024, kontrak Perjanjian Kerja Sama (PKS) PT Rajawali dengan Pemprov NTB selesai.

Namun, pengusaha itu memperpanjang kontrak tanpa diketahui Dispar NTB. "Tidak ada yang tahu kenapa mereka berani. Kami tidak akan biarkan," katanya.

Dispar sendiri sudah berkoordinasi dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Lombok Barat.

"Hasilnya, itu menyalahi aturan bisa dicabut," ujar Chandra.

Saat proses pembangunan Pasar Seni, Dispar sengaja tidak menyinggung kepemilikan HGB itu dengan tujuan pembangunan bisa berjalan baik sampai selesai.

"Jangan sampai pembangunan berjalan lalu yang bersangkutan mengajukan sengketa bisa membuat pengerjaan gedung Pasar Seni bisa terganggu. Kami tidak mau pengadilan menyetop pembangunan itu. Anggaran hangus. Itu yang kami jaga," katanya.

Namun demikian, pihaknya memastikan akan menyelesaikan persoalan itu secepatnya. Dia mempersilakan Komisi II DPRD NTB turun ke lapangan. Chandra juga menyampaikan serapan anggaran yang mencapai 84 persen itu dikarenakan Unit Layanan Pengadaan (ULP) memenangkan tender yang penawarannya lebih rendah.

"Dari pagu DAK sebesar Rp 2,3 miliar, oleh pelaksana terbawah mengambil Rp 1,99 miliar. Sepengetahuan saya, itu karena lelang sehingga dari Rp 2,3 miliar menjadi Rp 1,99 miliar. Penawaran lebih rendah diambil dan sisa pagu kembali ke daerah," pungkasnya.

Diketahui, item belanja barang dan jasa pada Dispar NTB senilai Rp 15 miliar lebih, terdapat Rp 7,6 miliar lebih anggaran pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD Provinsi NTB.




(hsa/hsa)

Hide Ads