Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB) sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Telekomunikasi dan Komunikasi. Salah satu poin utama dalam rancangan ini adalah pengaturan usaha RT/RW Net yang kian marak.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Ranperda Telekomunikasi dan Komunikasi, Ali Usman Alkhairy, mengatakan penyusunan perda ini untuk mengintegrasikan program NTB Satu Data dengan Indonesia Satu Data.
"Kenapa ini penting? Karena pendekatan yang kami gunakan tidak bisa lepas dari digitalisasi. Ketersediaan data digital harus terjamin dan keberadaan data itu juga harus aman," ujar Ali di Gedung DPRD NTB, Senin sore (13/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini menekankan pengaturan dalam perda ini akan mendukung pengelolaan data digital, termasuk menyikapi maraknya usaha penyedia layanan internet berbasis RT/RW Net.
"Usaha ini di satu sisi membantu masyarakat mendapatkan akses internet yang lebih baik, tetapi di sisi lain keberadaan mereka sering mengganggu, terutama karena menggunakan fasilitas umum, seperti tiang listrik dan telepon tanpa izin," jelas Ali.
Ali mengungkapkan banyak usaha RT/RW Net beroperasi tanpa izin resmi. Hal ini terungkap dalam diskusi antara pansus dengan perusahaan penyedia layanan telekomunikasi yang juga merasa terganggu dengan keberadaan usaha tersebut.
"Jumlahnya belum diketahui secara pasti karena sebagian besar tidak mengurus izin. Namun, faktanya, usaha ini perlu diatur dan dikontrol," tegas Ali.
Menurut Ali, jika diatur dengan baik, usaha RT/RW Net memiliki potensi untuk berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). "Aktivitas hulu dan hilir dari usaha ini dapat menjadi sumber PAD. Dengan penataan yang jelas, hal ini dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan daerah," jelas Ali.
(iws/dpw)