KPK Ingatkan Pokir Bukan Pembagian Jatah untuk Anggota DPRD

KPK Ingatkan Pokir Bukan Pembagian Jatah untuk Anggota DPRD

Edi Suryansyah - detikBali
Senin, 11 Nov 2024 16:31 WIB
KasatgasΒ Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria, seusai mengikuti kegiatan sosialisasi antikorupsi, antigratifikasi,Β dan SPI di Lombok Tengah, Senin (11/11/2024). (Foto: Edi Suryansyah/detikBali)
KasatgasΒ Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria, seusai mengikuti kegiatan sosialisasi antikorupsi, antigratifikasi,Β dan SPI di Lombok Tengah, Senin (11/11/2024). (Foto: Edi Suryansyah/detikBali)
Lombok Tengah -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan warning atau peringatan keras kepada seluruh anggota DPRD Lombok Tengah agar tidak bermain-main dalam program pokok pikiran (pokir). KPK melihat praktik permainan pokir di Nusa Tenggara Barat (NTB) tergolong tinggi.

Ketua Satuan Tugas (Kasatgas) Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria, menegaskan dana pokir bukan ajang untuk bagi-bagi jatah para anggota dewan. Menurutnya, tak ada aturan yang mewajibkan kepala daerah untuk membagi secara rata kepada seluruh anggota.

"Kalau nggak kebagian, sabar dulu, lagi-lagi nunggu tahun depan. Jangan merasa setiap orang harus punya. Ini saya tidak paham," kata Dian seusai mengikuti kegiatan sosialisasi antikorupsi, antigratifikasi, dan SPI di Lombok Tengah, Senin (11/11/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dian mengungkapkan dugaan permainan pokir terjadi di hampir seluruh kabupaten/kota di NTB. Ia menyebut nominal permainan pokir itu bahkan mencapai miliaran rupiah.

"Bayangkan, kalau masing-masing anggota (DPRD) dapat Rp 2 miliar, itu bisa sampai Rp 100 miliar. Di Mataram begitu, di Sumbawa begitu, di Provinsi (NTB) juga. Ini praktik yang salah," imbuh Dian.

ADVERTISEMENT

Menurut Dian, pokir anggota DPRD di Lombok Tengah seharusnya mengacu pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ia pun menyarankan agar pokir ini dianggarkan secara khusus saat penyusunan APBD.

"Jangan sampai pokir ini dibuat konspirasi, main-main. Ikuti aturan. Dua hal saja, sejalan dengan RKPD (Rencana Kerja Perangkat Daerah) dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dan diinput satu minggu sebelum musrenbang," imbuh Dian.

Dian lantas mengingatkan jangka waktu kedaluwarsa perkara di Indonesia selama 18 tahun. Artinya, dia berujar, perkara yang melibatkan anggota dewan dapat diproses sewaktu-waku meski tidak lagi menjabat.

"Kedaluwarsa perkara 18 tahun. Makanya ingat, dewan ini apalagi kalau main-main. Apalagi OPD hanya bisa teken-teken doang, OPD bisa masuk penjara," imbuh Dian.

Dian menyarankan agar bupati dan kepala OPD di Lombok Tengah untuk berani menolak permintaan anggota dewan yang memaksa untuk mendapatkan jatah. Ia menyebut hal itu penting dilakukan agar APBD tidak defisit setiap tahun.

"Ini keberanian dari kepala daerah, dari kepala OPD. Kalau tidak sesuai ya tolak. Harus berani," pungkasnya.




(iws/gsp)

Hide Ads