Aksi unjuk rasa masyarakat adat menolak proyek geotermal di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), berujung ricuh. JPIC OFM Indonesia mengungkapkan sejumlah warga menjadi korban kekerasan aparat gabungan TNI, Polri, dan Satpol PP.
Pada aksi itu, Rabu (2/10/2024), sejumlah warga ditangkap, termasuk Pemimpin Redaksi (Pemred) Floresa Herry Kabut.
Direktur JPIC OFM Indonesia, Yansianus Fridus Derong, mengatakan sejumlah warga mengalami luka di bagian tubuh. Salah satu warga berinisial PL yang menjadi korban kekerasan aparat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa berdasarkan identifikasi sementara, satu orang, atas nama PL mengalami penganiayaan yang serius, dan saat ini sedang dirawat di rumah sakit," kata Yansianus dalam keterangannya, Rabu malam.
"Beberapa masyarakat juga mengalami penganiayaan ringan dan menimbulkan luka di beberapa bagian tubuh," imbuhnya.
Yansianus memperlihatkan foto PL sedang terbaring di rumah sakit. PL disebutnya menjalani rontgen di rumah sakit tersebut.
Ia menyebut aparat kepolisian juga sempat menahan sejumlah warga dan Pemred Floresa Herry Kabut. Herry datang ke Poco Leok untuk meliput unjuk rasa warga tersebut. Mereka diduga turut menjadi korban kekerasan.
"Aparat kepolisian juga sempat menangkap dan menahan tiga warga dan satu wartawan Floresa.co di dalam mobil keranjang. Diduga kuat, mereka juga mengalami penyiksaan oleh aparat," kata Yansianus.
JPIC OFM meminta aparat gabungan tersebut menghentikan kekerasan terhadap masyarakat adat Poco Leok yang menolak proyek geotermal di sana.
Kapolres Manggarai AKBP Edwin Saleh hanya menyampaikan pesan emoticon 'terima kasih' melalui pesan WhatsApp saat diminta konfirmasi terkait dugaan kekerasan aparat terhadap warga Poco Leok yang unjuk rasa menolak proyek geotermal.
Proyek geotermal Poco Leok merupakan perluasan PLTP Ulumbu. Lokasinya sekitar 3 kilometer dari Poco Leok.
(dpw/dpw)