Jarum jam menunjukkan pukul 08.00 Wita. Suasana Sabtu pagi di Kantor Kelurahan Penato'i, Kecamatan Mpunda, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), saat itu cukup ramai. Puluhan orang tengah melaksanakan upacara memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia.
Upacara itu tidak biasa. Dari puluhan orang yang hadir, tak hanya pegawai Kelurahan Penato'i, ketua RT, RW, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda, tapi juga eks narapidana terorisme (napiter).
Eks napiter yang kembali ke NKRI itu antusias dan penuh semangat mengikuti upacara pengibaran bendera. "Tiap tahun seperti ini," kata Lurah Penato'i, Haerurahman, kepada detikBali, Sabtu (17/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Haerurahman, Kelurahan Penato'i menggelar sendiri upacara peringatan HUT RI itu. Padahal, jarak kantor Kelurahan Penato'i dengan kantor Wali Kota Bima hanya sekitar seribu langkah kaki.
Kelurahan Penato'i mendapat stigma negatif sebagai kampung teroris. Musababnya, sejumlah warga di sana ditangkap terkait dugaan tindak pidana terorisme.
Data Kelurahan Penato'i menyebutkan sebanyak 35 orang warga Penato'i ditangkap terkait tindak pidana terorisme. Dari jumlah itu sebanyak 10 orang masih mendekam di Lapas Nusakambangan dan 25 orang lainnya telah menghirup udara bebas. Selain itu, sebanyak empat sampai lima warga setempat meninggal dunia terkait terorisme.
Haerurahman mengatakan stigma negatif Penato'i sebagai kelurahan zona merah teroris mulai muncul dan melekat sejak 2013. Padahal, sebelumnya daerah itu dikenal tempat yang aman. "Sebelum 2013, Penato'i tak dapat stigma negatif seperti ini," katanya.
Dicap sebagai kampung teroris membuat pemerintah kelurahan gusar. Padahal, persentase penduduk yang terpapar pemahaman radikal tidak seberapa.
Salah satu program deradikalisasi yang diluncurkan di Kelurahan Penato'i adalah pemberian bantuan ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebab, rata-rata eks narapidana terorisme (napiter) di Penato'i berprofesi sebagai pedagang asongan keliling.
"Kadang ada yang menerima dan ada juga yang tidak mau," kata Haerurahman.
Berkat pendekatan persuasif, program tersebut terbilang sukses. Hampir 80 persen eks napiter mau menerima bantuan dari pemerintah. "Sekarang tinggal sedikit saja (tak mau menerima bantuan)," klaim Haerurahman.
Selain menerima bantuan dari pemerintah, sebagian eks napiter di Penato'i juga turun tangan memberikan pemahaman kepada masyarakat agar kembali ke NKRI. Mereka berdakwah dengan materi-materi deradikalisasi.
Baca juga: Jaringan Terorisme Daulah Islamiyah di Bima |
Kepala Kesbangpolinmas Kota Bima, Muhammad Hasyim, mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bima tetap serius melakukan pendampingan terhadap eks napiter di Kelurahan Penato'i.
"Tetap kami dampingi mereka," ucapnya.
Hasyim menjelaskan salah satu program Pemkot Bima adalah memberikan penguatan UMKM dalam bentuk bantuan rombong untuk berjualan. Termasuk alat kerja sesuai kebutuhan yang diajukan ke Pemkot Bima.
"Semua yang diusulkan tetap kami tampung. Namun, kami sudah alokasikan dana Rp 150 juta untuk kebutuhan penguatan UMKM," imbuhnya.
(hsa/gsp)