Masjid dan Gereja Berdampingan, Simbol Kerukunan di NTT

Flores Timur

Masjid dan Gereja Berdampingan, Simbol Kerukunan di NTT

Yurgo Purab - detikBali
Jumat, 12 Apr 2024 11:31 WIB
Gerja dan masjid berdampingan di Desa Pepakgeka, Pulau Adonara, Flores Timur, NTT.
Gereja dan masjid berdampingan di Desa Pepakgeka, Pulau Adonara, Flores Timur, NTT. (Foto: Yurgo Purab/detikBali)
Flores Timur -

Jauh di pedalaman Pulau Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), gereja dan masjid berdiri berdampingan. Itu adalah simbol kerukunan yang telah dijaga selama puluhan tahun.

Lokasinya di Desa Pepakgeka, Kecamatan Kelubagolit. Masjid dan gereja itu telah dibangun berdampingan sejak 1970. Di tengah bangunan dua rumah ibadah itu, ada Balai Desa.

Bagi warga desa di sana, kerukunan adalah inti. Kehidupan di sana makin sejuk karena cuaca dingin dan tanah yang subur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adalah Masjid Al-Jihad dan Gereja Santo Mikhael yang berdiri berdampingan itu. Bagi umat dua agama, rumah ibadah bukan sekadar bangunan biasa, tetapi tempat saling berbagi, baik suka maupun duka.

detikBali menjumpai Burhan Boro Bura, pria yang pernah menjadi Kepala Desa Pepakgeka periode 1981-1987. Dia bilang, gereja dan masjid itu adalah milik semua penghuni kampung.

ADVERTISEMENT

"Masjid dan gereja itu milik Lewotanah (kampung halaman)," ungkap pria 81 tahun itu, Kamis sore (11/4/2024).

Burhan membocorkan rahasia kerukunan di sana tetap terjaga. Warga desa meyakini dan memegang teguh prinsip tiga tungku dalam kehidupan sehari-hari.

Tiga tungku yang dimaksud adalah agama, pemerintah, dan adat. Ini menjadi dasar mereka hidup. Jangan sampai salah satu dari tiga tungku itu rusak, karena bisa merusak tatanan.

Gerja dan masjid berdampingan di Desa Pepakgeka, Pulau Adonara, Flores Timur, NTT.Halabihalal Lebaran 2024 di halaman gereja. Foto: Yurgo Purab/detikBali

Perbedaan agama bukanlah halangan bagi warga desa untuk berbagi suka. Setiap kali ada perayaan, umat dua agama selalu berbagi.

Suka cita damai Natal tak hanya dinikmati nasrani, begitu juga kemenangan Idul Fitri tak hanya dirayakan muslim. Mereka selalu berbagi suka bersama.

Petang kemarin, warga di sana menggelar halalbihalal Lebaran Idul Fitri 2024. Ratusan warga berkumpul di sebaung (balai pertemuan warga).

Lebaran kali ini sama seperti sebelum-sebelumnya. Banyak umat Katolik yang datang halalbihalal sembari membawa sesajian, kue dan minuman. Mereka larut dalam perayaan kemenangan bagi umat Islam.

Basir K Raya, yang juga mantan kades di sana mengatakan bahwa halalbihalal dan salam-salaman hari raya itu adalah warisan sejak puluhan tahun lalu. Tradisi itu terbentuk dalam sejarah yang panjang.

Pada tahun 1956, ada dua tokoh muslim, Muhammad Nur Hoyangdaeng dan Abdul Gani Ola Masan mendirikan SD Katolik Pepakgeka. Hoyangdaeng kemudian berteman dengan misionaris Belanda, Pater Hendrikus Van Der Huslt, lalu mereka mendirikan Gereja Santo Mikhael.

Gerja dan masjid berdampingan di Desa Pepakgeka, Pulau Adonara, Flores Timur, NTT.Gereja dan masjid berdampingan di Desa Pepakgeka, Pulau Adonara, Flores Timur, NTT. Foto: Yurgo Purab/detikBali

Lalu pada 1972, warga di sana bergotong royong membangun masjid. Bangunan masjid itu sempat rubuh, namun dibangun kembali pada 1982 dengan material yang lebih kokoh. Pembangunan masjid itu atas inisiatif para tokoh adat dan tokoh dua agama.

Tak jarang dari warga di sana, dalam satu hubungan keluarga ada dua agama.

Desa itu berpenduduk hampir 70 persen beragama Katolik. Selebihnya beragama Islam. Namun mereka sebenarnya adalah satu, warga Desa Pepakgeka yang penuh cinta kerukunan.




(dpw/dpw)

Hide Ads