"Ada yang dikuburkan. Ada yang lain dimakan," ungkap Camat Boleng Yohanes Suhardi, Rabu (13/3/2024).
Yohanes mengatakan warga mengabaikan larangan untuk mengonsumsi daging bangkai babi dengan gejala ASF. Ia belum mendapat laporan rinci di daerah mana saja warga yang mengonsumsi daging babi suspek ASF tersebut.
Dia mengaku kewalahan melarang warga untuk memakan bangkai babi itu. "Tidak bisa dilarang," ujarnya.
Terdapat 329 babi suspek ASF mati di Kecamatan Boleng sejak Januari hingga Maret 2024. Babi milik 144 peternak itu tersebar di empat desa di Kecamatan Boleng, yakni Desa Sepang (72 ekor), Beo Sepang (91 ekor), Golo Sepang (105 ekor) dan Mbuit (61 ekor). Wilayah Kecamatan Boleng itu tak jauh dari Labuan Bajo.
Babi-babi tersebut mati dengan gejala tak mau makan. Untuk mencegah penularan ASF, pihaknya telah meminta warga untuk membersihkan kandang babi yang mati dengan gejala ASF. Sebab, saat ini belum ada obatnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan babi yang mati itu memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Harga jual untuk babi yang besar tembus Rp 6 juta. Babi yang mati itu berukuran kecil hingga besar.
(dpw/dpw)