Interim Chief of Advocacy, Campaign, Communication and Media Save the Children Indonesia, Tata Sudrajat, mengatakan isu dampak sosial terkait penanganan anak-anak pekerja migran Indonesia (PMI) luput dibahas dalam debat kelima pemilihan presiden (Pilpres) 2024 yang digelar pada Minggu (4/2/2024) malam. Adapun tema debat yaitu pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, kebudayaan, teknologi informasi, serta kesejahteraan sosial dan inklusi.
"Dampak pada anak yang ditinggalkan oleh PMI berdasarkan pengalaman kami melalui salah satu program di NTB, tingginya pekerja migran juga berdampak pada penelantaran anak bahkan ancaman dikawinkan di usia anak," kata Tata kepada detikBali, Minggu malam.
Padahal kata Tata, untuk mengatasi hal ini, masing-masing calon presiden (capres) mestinya bisa menarik persoalan yang ditemukan di masing-masing daerah. Isu anak PMI ini, kata dia, penting untuk pasangan capres merumuskan agar pemerintah bisa memperkuat perlindungan sosial bagi keluarga PMI.
"Terutama bagi mereka yang berada dalam lingkaran kemiskinan dan kemiskinan ekstrem. Jadi penting juga untuk memberikan perlindungan kepada PMI kita di luar negeri," ujar Tata.
Selain dampak sosial anak-anak PMI yang ditinggal bekerja keluar negeri, tema pendidikan anak juga luput dari pembahasan debat pemungkas capres tersebut. Menurut Tata, pada beberapa sub tema, hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak tidak dibahas oleh capres 01 Anies Baswedan, capres 02 Prabowo Subianto, dan capres 03 Ganjar Pranowo..
"Misalnya dalam hal pendidikan, akses pendidikan kepada anak tidak dibahas karena pertanyaan seputar terkait penghargaan pada guru dan dosen. Seharusnya ini menjadi bagian yang penting disampaikan ke publik," ujarnya.
Padahal persoalan yang paling mendasar terkait pendidikan di Indonesia adalah kemudahan akses pendidikan pada anak. Terutama bagi anak-anak yang tinggal di pedesaan dan pelosok.
"Di desa-desa masih banyak anak yang harus pergi keluar desa mereka dan berjalan cukup jauh untuk bersekolah SMP dan SMA," tegasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Topik lain yang belum menjadi pembahasan adalah bagaimana masing-masing capres dapat memastikan dan melindungi anak-anak di ranah daring saat penetrasi internet sedang meningkat. "Perlindungan anak dari ancaman internet yang sudah menjangkau seluruh Indonesia harusnya dibahas. Karena itu hal yang sangat penting," cetus Tata
Tata menyebut pada isu kesehatan masing-masing capres telah menyampaikan beberapa ide atau inisiatif. Namun beberapa ide yang disampaikan hanya mengulang apa yang sudah dibahas oleh pemerintah saat ini.
Misal tentang satu faskes dan satu nakes di desa. Tata mengatakan hal tersebut tidak cukup karena beberapa aspek kesehatan anak dipengaruhi oleh perilaku orang tua.
"Misalnya menolak vaksin, merokok di depan anak, sanitasi yang buruk, atau air bersih yang kurang. Jadi harus dengan pendekatan ekologis. Ini sangat penting," tegas Tata.
Tata menilai alur debat kelima capres baik Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, hanya menyampaikan isu anak secara umum. Isu anak yang dibahas masing-masing capres menurutnya hanya saling melengkapi.
Berdasarkan data ChildFund pada 2022, 6 dari 10 anak dan remaja menjadi korban perundungan secara daring dalam 3 bulan terakhir. Bahkan, anak laki-laki dan perempuan sama-sama berisiko menjadi korban perundungan secara daring.
"Data ini berkaitan dengan kesehatan mental. Di mana tahun 2023 ada 34,9 persen anak atau setara dengan 15,5 juta remaja memiliki masalah kesehatan mental," katanya.
Lebih parahnya lagi, sebanyak 5,5 persen anak remaja atau setara dengan 2,45 juta remaja memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir pada 2023.
Terdapat juga masalah perkawinan anak. Pada 2022, pemberian dispensasi kawin anak di Indonesia meningkat menjadi 64.200 dari 23.100 di 2020 dan 2019.
"Isu tentang anak sering diabaikan dalam konstelasi politik, padahal jumlah pemilih anak 17 tahun atau pemilih pemula dengan kategori orang muda mencapai 31,23 persen," pungkasnya.
(nor/hsa)