"Saya ceritakan dan saya garis bawahi, tidak ada kelas seks. Itu hanyalah pengajian biasa sebagaimana hasil investigasi kami," kata Kepala Seksi Pondok Pesantren Kantor Kemenag Lombok Timur Hasan via WhatsApp, Rabu (24/5/2023).
Lebih lanjut ia menegaskan bahwa Kemenag Lombok Timur cukup intens memberi informasi dan pengawasan kepada sejumlah ponpes mengenai materi pengajian yang diajarkan ke peserta didik.
"Saya ingin meluruskan berita-berita yang berseliweran di media sosial (medsos). Bahkan, kami sudah membentuk tim pembinaan dan pengawasan ponpes di situ," ungkap Hasan.
Tidak cuma itu, Kemenag Lombok Timur, sambung dia, juga sudah menguatkan peran dan kapabilitas dewan masyaikh pada tiap-tiap pondok pesantren yang tersebar. "Bupati Lombok Timur Sukiman Azmy juga sudah memberi atensi terhadap persoalan kekerasan seksual di lingkungan ponpes," imbuh dia.
Kemudian, bersama lintas sektor terkait, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur juga sudah membentuk koalisi anti kekerasan dan pelecehan seksual di Lombok Timur. "Intinya, kalau mencoreng nama baik bersama, kami berikan tindakan. Semua akan terlibat. Bukan hanya Kemenag," tutur Hasan.
Adapun, dua pimpinan ponpes dan asrama akan diberikan sanksi bila terbukti melakukan aksi kekerasan seksual kepada santriwati. "Format punishment-nya sedang kami bahas. Apabila terbukti melakukan hal tersebut (kekerasan seksual), maka sesuai perintah Pak Bupati, kami tutup saja," tegasnya.
Sebelumnya, HSN, salah satu pimpinan ponpes diduga membuka pengajian seks atau tata cara berhubungan intim antara suami istri kepada para santrinya sebelum dicabuli.
Hal itu diungkapkan oleh kuasa hukum korban pencabulan di Lombok Timur sekaligus Ketua Lembaga Studi Bantuan Hukum NTB Badaruddin pada Senin (22/5/2023).
Menurut Badar, modus membuka pengajian seks itu diberikan khusus oleh HSN jauh-jauh hari. "Jadi, korban lupa itu ngaji tentang apa. Yang jelas, pelaku sengaja buka pengajian (seks) itu kepada korban-korban yang dia bidik untuk dicabuli," terang dia.
(BIR/hsa)