DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) menegaskan Pemprov NTB, dalam hal ini Tim Anggaran Pendapatan Daerah (TAP), berjanji menyelesaikan pembayaran utang kepada kontraktor paling lambat pada pekan pertama Juni 2023.
Hal itu disampaikan Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Ruapeda saat rapat antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB bersama TAPD pada Rabu (3/5/2023) kemarin.
"Setelah rapat bersama TAPD kemarin, insya Allah pemprov segera menyelesaikan paling lambat minggu pertama Juni 2023," kata Isvie, Kamis (4/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mekanisme pembayaran akan dilakukan secara bertahap. Tidak akan ada istilah 'kontraktor spesial' yang diberikan prioritas pembayaran, melainkan proporsional.
Dari laporan yang diterima DPRD, total utang yang akan dibayarkan pada pekan pertama Juni 2023 sekitar Rp 75 miliar.
"Menurut dia, klaim TAPD. Tapi ada utang untuk perubahan mungkin sekitar Rp 150 miliar, tapi ini nanti di perubahan dan membutuhkan perkada. Masih juga ada utang di tahun jamak sekitar Rp 50 miliar. Kalau yang ini sudah ada anggaran, nggak ada persoalan," terang Isvie.
Secara eksplisit, politikus Partai Golkar itu menyebut setidaknya ada tiga sumber proyek yang belum terbayar. Pertama, reguler. Kedua, direktif gubernur, dan ketiga, pokir DPRD NTB.
"Ada reguler, ada pokir, ada proyek lain seperti bansos, macam-macam lah usulan masyarakat, ada dari direktif gubernur juga. Bukan hanya DPRD," katanya.
Diakui Isvie, berdasarkan laporan TAPD, dana yang tersedia saat ini di Pemprov NTB hanya sekitar Rp15 miliar. Ia menyebut tidak ada opsi penjualan aset dalam mekanisme pembayaran utang kepada kontraktor. Termasuk juga menarik pinjaman baru dari pihak lain.
"Tidak ada opsi menjual aset, nggak ada. Pinjaman juga nggak ada. PAD kan cukup bagus. Jadi kami kan satu bulan angkanya berkisar Rp 187 miliar sampai akhir bulan kemarin. Setiap bulan angkanya segitu, cukup bagus," jelasnya.
Senada dengan Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Isvie juga mengaku pandemi COVID-19 dan gempa bumi NTB menjadi salah satu musabab munculnya utang kepada kontraktor. Komposisi anggaran yang ada banyak dialokasikan untuk penanganan bencana.
Termasuk juga PAD yang jomplang, tidak terealisasi seperti halnya PAD Gili Trawangan. "Pak Gubernur sudah menjelaskan, persoalan COVID-19, gempa menguras pendanaan, dan ada PAD yang tidak terealisasi seperti Gili Trawangan," katanya.
Isvie mengeklaim tidak tahu persis berapa jumlah kontraktor yang belum dibayar. Dia juga mengaku tidak terlibat dalam penentuan kontraktor-kontraktor tersebut. "Tanya saja Perkim atau PUPR atau Dinas Pertanian, bukan ranah kami itu," paparnya.
Terakhir, Isvie mengaku perlu ada pembicaraan cermat dalam manajemen anggaran daerah, terutama dalan rangka menjaga agar beban utang tersebut tidak diwariskan kepada pemerintah periode berikutnya.
"Saya kira ini harus dibicarakan secara cermat, apa hal yang harus dikurangi, jangan melampaui batas keuangan kita. Kita mesti mencermati dinamika dan situasi. kita semua sama-sama memahami kondisi keuangan kita, mari temukan jalan terbaik. Tidak mungkin kan kita meninggalkan beban kepada periode berikutnya," tandasnya.
(BIR/iws)