Ratusan warga asal Desa Menemeng, Kecamatan Pringgarata, mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah untuk mengadukan persoalan tanah pecatu, Senin (10/4/2023) siang.
Aksi ini dilakukan lantaran tanah pecatu dialihkan ke salah satu warga yang mengaku menjadi ahli waris. Tanah tersebut harusnya dikelola oleh kepala dusun, pekasih, dan penghulu di Desa Menemeng.
Hamzanwadi, seorang warga Desa Menemeng mengaku bahwa kedatangan mereka untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kepala Desa (Kades) Menemeng melalui sebuah surat pernyataan. Surat tersebut mencantumkan penyerahan tanah terhadap warga yang mengeklaim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga menduga keluarnya surat pernyataan penyerahan hak atas tanah tersebut cacat hukum atau ada nuansa menguntungkan pihak lain.
"Ada surat pernyataan pelepasan hak milik ini tidak melibatkan partisipasi semua masyarakat atau para tokoh. Dan, pelepasan tanah ini tidak melalui aturan yang ada, camat tidak mengetahui, termasuk BPD hingga bupati tidak mengetahui," kata Hamzanwadi, Senin (10/4/2023) petang via WhatsApp.
Menurutnya, kades secara sepihak mengeluarkan surat pelepasan tanah pecatu itu kepada pengeklaim.
Hamzanwadi menegaskan luas lahan yang dikuasai oleh pengeklaim mencapai62 are atau 6.200 meter persegi. Jika dinilai Rp 75 juta per are maka kerugian mencapai Rp 4,6 miliar lebih.
"Peralihan itulah yang kami laporkan ke Kejari Praya. Yang kami laporkan ini adalah kades, pihak yang mengaku ahli waris atau yang mengeklaim, termasuk oknum yang menjual tanah pecatu ini," terangnya.
Setelah melaporkan permasalahan tersebut ke kejari, perwakilan dari masyarakat menuju Kantor DPRD Lombok Tengah untuk melakukan rapat koordinasi atau klarifikasi untuk menyelesaikan permasalahan.
Dalam pertemuan tersebut disimpulkan bahwa pelepasan tanah pecatu tidak sah sehingga tanah pecatu Desa Menemeng dalam status quo dan memberikan kesempatan bagi para pengklaim melakukan gugatan.
"Jadi tanah ini belum memiliki kekuatan hukum tetap. Kami minta lahan tersebut dikembalikan di posisi semula," katanya.
Kades Menemeng Muhammad Mujahidin menegaskan permasalahan tanah pecatu ini memang sudah sejak lama. Pengurus desa sudah beberapa kali dipanggil penyidik Polres Lombok Tengah.
Bahkan ia mendapatkan informasi penetapan dirinya menjadi tersangka. "Benar saya sudah jadi tersangka waktu itu. Nah makanya kami serahkan. Ini kan tanah hasil tukar guling sudah memiliki sertifikat atas nama Pemdes, di mana sertifikat tersebut sudah diserahkan kepada pengacara pengeklaim," katanya.
Menurut Mujahidin, penyerahan tanah pecatu ini juga karena adanya informasi terkait dengan penetapan tersangka ini. Hal itu membuat pihak desa mau tidak mau harus menyerahkan peralihan status quo tanah tersebut.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi I DPRD Lombok Tengah Ahmad Supli menegaskan persoalan tanah pecatu Desa Menemeng sudah ada titik temu.
Dalam proses pelepasan tanah pecatu yang dilakukan oleh Kades tidak ada dasar hukum dan murni karena ada kesalahpahaman oleh kades.
"Sudah klir ya. Dalam prosedur untuk melakukan pelepasan hak atas tanah ini harus ada musyawarah hingga persetujuan bupati, dan itu tidak dilakukan," katanya.
Sulli menilai sertifikat lahan atas nama Pemdes itu dibenarkan hasil tukar guling tanah pecatu yang dikuasai oleh orang lain.
(efr/irb)