Kepala Seksi Bimas Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Barat Muhammad Nahrowi mafhum dengan pengajuan isbat nikah yang disampaikan oleh pasangan suami istri berusia muda. Mereka umumnya ialah anak-anak yang menikah dini dan baru mencatatkan pengesahan nikah (isbat) setelah cukup umur.
Nahrowi mencontohkan perkawinan anak dilakukan pada 2017. Saat itu, usia mempelai pria tersebut baru 17 tahun. Ketika itu, mereka hanya menikah secara agama tanpa mencatatkan perkawinannya di Kantor Urusan Agama (KUA) karena terhadang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Misalnya, menikahkan anak 2017, tapi mengajukan surat nikah (isbat) 2019 setelah (mereka) cukup umur," tuturnya kepada detikBali, Selasa (7/2/2023). "Tapi, ini tetap tercatat sebagai pernikahan anak di bawah tangan."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Salah Kaprah pada Merarik |
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan perkawinan diizinkan apabila pria minimal sudah berumur 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Namun, UU 1/1974 itu kemudian diubah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Regulasi anyar itu menyebutkan perkawinan diizinkan saat pria dan perempuan masing-masing minimal berumur 19 tahun.
Nahrowi menjelaskan kasus pernikahan anak dan pengajuan isbat nikah di Lombok Barat paling banyak terjadi pada 2018 dan 2019. Pada 2018 tercatat sebanyak 59 anak pria dan 636 anak perempuan mengajukan isbat nikah. Setahun kemudian sebanyak 62 bocah pria dan 494 bocah perempuan mengajukan pengesahan nikah.
![]() |
Pada 2020, sebanyak 22 anak lelaki dan 155 anak perempuan mengajukan isbat nikah; 2021 sebanyak 19 anak pria dan 155 perempuan mengajukan pengesahan perkawinan. "Tren menikah dini masih didominasi anak perempuan," ungkap Nahrowi.
Menurut Nahrowi, daerah yang banyak mengajukan isbat nikah adalah Kecamatan Sekotong. Masih maraknya pernikahan anak di Lombok Barat disebabkan masih banyak keluarga yang beranggapan perkawinan anak adalah hal lumrah. Apalagi, masih mudahnya menikahkan bocah di bawah tangan.
Baca juga: Beragam Cara Menangkal Perkawinan Anak |
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Nusa Tenggara Barat (NTB) Wismaningsih Drajadiah meyakini jumlah perkawinan anak lebih tinggi dibandingkan data yang tercatat lembaganya. Musababnya, banyak bocah menikah di bawah tangan sehingga tidak tercatat.
"Ini yang di luar dispensasi (pernikahan) kami kesulitan mencari di mana," kata Drajadiah.
Dinas Perlindungan Anak NTB mencatat sebanyak 1.870 anak mengajukan dispensasi nikah sepanjang 2021-2022. Data itu dihimpun dari sepuluh kabupaten/kota di provinsi itu.
(irb/gsp)