detikBali

Dua Pelajar di Bali Terpapar Radikalisme, Berawal dari Internet-Grup WhatsApp

Terpopuler Koleksi Pilihan

Dua Pelajar di Bali Terpapar Radikalisme, Berawal dari Internet-Grup WhatsApp


Aryo Mahendro - detikBali

Ketua KPPAD Bali, Luh Gede Yastini di sela acara Pencegahan, Penanganan, dan Reintegrasi Anak Terpapar Paham Intoleransi Radikalisme, Ekstrimisme, dan Terorisme di Bali, Denpasar, Kamis (11/12/2025). (Aryo Mahendro/detikBali).
Foto: Ketua KPPAD Bali, Luh Gede Yastini di sela acara Pencegahan, Penanganan, dan Reintegrasi Anak Terpapar Paham Intoleransi Radikalisme, Ekstrimisme, dan Terorisme di Bali, Denpasar, Kamis (11/12/2025). (Aryo Mahendro/detikBali).
Denpasar -

Dua pelajar berusia 13 dan 14 tahun di Bali diketahui terpapar ideologi ekstrem berbasis agama. Kondisi keduanya disebut sudah masuk kategori parah.

"Identitas belum dapat kami berikan. Tapi mereka terpapar radikalisme yang kaitannya dengan agama. Mereka usia 13 tahun dan 14 tahun. Sudah parah gejalanya," kata Ketua Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Luh Gede Yastini di sela acara Pencegahan, Penanganan, dan Reintegrasi Anak Terpapar Paham Intoleransi Radikalisme, Ekstrimisme, dan Terorisme di Bali, Denpasar, Kamis (11/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yastini mengatakan dua bocah itu terpapar paham radikal dan ekstrem dari konten di internet. Mereka terpapar sejak tiga tahun lalu.

Selama itu, mereka sempat tergabung di grup WhatsApp yang berisi sejumlah orang dengan paham serupa dari seluruh Indonesia. Hanya, keduanya tidak saling kenal meski berada di dalam satu grup WhatsApp yang sama.

ADVERTISEMENT

"Mereka di grup (WhatsApp) yang sama tapi tidak saling kenal," kata Yastini.

Yastini mengatakan kini dua remaja itu sudah direhabilitasi dan diredikalisasi di sebuah tempat aman di Bali. Pemulihan secara psikologis ada religius terus dilakukan hingga kini.

"Anak-anak itu sekarang sudah mendapat penanganan, pembinaan, dan pengawasan. Termasuk orang tuanya," katanya.

Yastini menyebut durasi proses pemulihannya tidak dapat dipastikan. Meski hanya terpapar selama tiga tahun, proses pemulihannya dapat memakan waktu lebih dari belasan tahun.

"Karena dua anak itu terpaparnya ada yang aktif dan ada yang pasif. Yang pasif itu hanya terpapar karena tontonan televisi atau dari internet," katanya.

Kasatgaswil Bali Densus 88, Kombes Antonius Agus Rahmant, menuturkan dua remaja di Bali itu masih bersekolah. Hanya, proses rehabilitasi dan deradikalisasinya masih dilakukan.

"Saat ini, dua anak itu masih menjalani treatment. Pakai psikolog dan kajian agama yang benar. Selama itu, mereka tidak boleh merasa disudutkan," kata Agus.

Menurutnya, dua pelajar Bali itu adalah bagian dari 110 korban paparan paham radikalisme dan ekstrimisme dari 25 provinsi di Indonesia. Mereka tergabung dalam tiga grup WhatsApp.

"Rerata mereka (ratusan bocah yang terpapar paham radikal) itu memang introvert dan antisosial," katanya.

Agus menjelaskan tiga grup WhatsApp yang menjaring ratusan anak untuk didoktrin kekerasan itu kini sudah dibongkar. Sebanyak lima tersangka yang berperan sebagai admin tiga grup WhatsApp itu sudah ditangkap Mabes Polri pada 18 November 2025.




(nor/nor)












Hide Ads
LIVE