Sebanyak 22 anak dan remaja yang rata-rata masih berstatus pelajar ditangkap Kepolisian Resor Kota (Polresta) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka ditangkap saat kedapatan berperang sarung di Jalan Dakota dan jalan Dr Wahidin, Kelurahan Rembiga, Kecamatan Selaparang, Mataram, Sabtu (8/3/2025) malam.
"Anak-anak ini kami temukan pada saat melaksanakan Patroli Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) guna mengantisipasi gangguan kamtibmas serta sebagai upaya menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif di wilayah hukum Polresta Mataram," kata Kasi Humas Polresta Mataram, Iptu I Gusti Bagus Baktiasa, kepada detikBali, Minggu (9/3/2025).
Menurut Baktiasa, Polresta Mataram menemukan sekelompok remaja sedang berperang sarung di Jalan Dakota. Petugas kemudian menangkap tujuh orang dan dibawa ke Mapolresta Mataram. Selain itu, di jalan Dr Wahidin, Kelurahan Rembiga, Kecamatan Selaparang, tim KRYD dari Polsek Selaparang menangkap 15 orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah dilakukan proses pemeriksaan dan pembinaan, kemudian petugas memanggil para orang tua masing-masing untuk dapat hadir dalam proses pembinaan sebelum diperbolehkan pulang," ujar Baktiasa.
Baktiasa menyampaikan seluruh anak-anak dan remaja itu melakukan perang dengan sarung sebagai senjatanya. Sarung tersebut ternyata telah dimodifikasi dengan benda-benda, seperti kawat, besi, batu dan sebagainya. Bila terkena, dapat menimbulkan luka fatal.
"Para orang tua ikut serta menyaksikan proses pembinaan dan untuk bisa pulang mereka para remaja dan orang tuanya menandatangani surat pernyataan bahwa tidak akan mengulangi perbuatan atau aktivitas perang sarung tersebut," terang Baktiasa.
Selain para orang tua, sekolah juga turut dipanggil polisi. Sekolah dipanggil agar dapat melakukan pengawasan ke depannya. Hal itu sebagai upaya preventif dalam membangun kamtibmas yang kondusif.
Polisi mengimbau agar seluruh orang tua memperketat pengawasan terhadap aktivitas anak-anaknya agar tidak keluyuran di malam hari.
"Kami berharap para orang tua, pihak sekolah, dan masyarakat untuk lebih ketat mengawasi anak-anak serta anggota keluarga, terutama serumah, karena kegiatan perang sarung yang dilakukan anak-anak ini adalah bukti kurangnya pengawasan para orang tua," jelas Baktiasa.
(iws/iws)