Fakta-fakta 4 Santriwati Dicabuli Pimpinan Ponpes, Anaknya, dan Ustaz

Round Up

Fakta-fakta 4 Santriwati Dicabuli Pimpinan Ponpes, Anaknya, dan Ustaz

Tim detikBali - detikBali
Minggu, 29 Des 2024 08:54 WIB
Pimpinan ponpes, anaknya, dan ustaz tersangka pencabulan dan persetubuhan santriwati di Lombok Barat, NTB, ditahan polisi, Sabtu (28/12/2024). (Ahmad Viqi/detikBali)
Foto: Pimpinan ponpes, anaknya, dan ustaz tersangka pencabulan dan persetubuhan santriwati di Lombok Barat, NTB, ditahan polisi, Sabtu (28/12/2024). (Ahmad Viqi/detikBali)
Lombok Barat -

Empat santriwati menjadi korban pencabulan di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tiga pelaku adalah pimpinan ponpes berinisial HS, anak HS berinisial WM, dan seorang ustaz berinisial AM.

Tiga pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Berikut fakta-fakta empat santri dicabuli pimpinan ponpes, anaknya, dan ustaz.

Satu Korban Sudah Disetubuhi

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengonfirmasi bahwa para tersangka diduga mencabuli empat santriwati yang menempuh pendidikan di ponpes tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tersangka tiga orang. Ada pimpinan pondok, anaknya pimpinan pondok, sama ada ustaz," kata Joko, Senin (23/12/2024).

"Salah satu korban sudah disetubuhi. Korban adalah santriwati tingkat Aliyah (setara SMA) dan Tsanawiyah (setara SMP)," imbuhnya. Bahkan, kata Joko, ada satu korban dengan dua pelaku.

Modus Jaga Anggota Keluarga yang Sakit-Salat Tahajud

Menurut Joko, modus para tersangka adalah meminta korban untuk menjaga anggota keluarga pelaku yang sakit secara bergiliran di lingkungan ponpes. Saat itulah para pelaku melancarkan aksi bejatnya.

"Di situlah kemudian, terjadi persetubuhan dan pencabulan. Satu (sudah disetubuhi). Ada satu korban dengan dua pelaku. Ada pelaku dengan korban yang sama," jelas Joko, yang juga merupakan akademisi Universitas Mataram itu.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lombok Barat, Ipda Dhimas Prabowo, mengungkap modus pencabulan dan persetubuhan santriwati yang dilakukan tiga tersangka, yakni berpura-pura membangunkan korban untuk salat tahajud.

"Jadi para korban ini diminta menjaga nenek dari HS atau buyut dari WM yang sedang sakit di kediaman HS," kata Dhimas ditemui di kantornya, Sabtu (28/12/2024).

Nenek dari HS, Dhimas berujar, menderita sakit menahun. Neneknya ditempatkan di dekat kamar HS. Kondisi itu dimanfaatkan oleh HS dengan meminta beberapa santriwati secara bergiliran menjaga nenek pelaku yang sedang sakit itu di rumah HS.

HS bahkan meminta korban menginap menjaga neneknya. Korban lantas kerap dicabuli pelaku saat menginap di sana. Bahkan, saat waktu subuh akan tiba, ketiga pelaku sengaja meraba bagian tubuh para korban. "Ketika korban bangun, barulah diminta untuk salat tahajud oleh para pelaku," terang Dhimas.

Selain modus salat tahajud, para tersangka juga menanamkan doktrin kepada para santriwati yang menjadi korban agar menggunakan kalimat 'samina wa athona'. Kalimat itu memiliki arti 'kami dengar dan patuh'.

"Sempat korban sempat di awal melaporkan, (tetapi) disebarkan dituduh memfitnah pimpinan ponpes. Korban bahkan dianggap gila," tegas Dhimas. Bahkan, satu korban yang melaporkan kejadian itu sempat diancam pencemaran nama baik oleh HS jika laporannya tidak terbukti di kepolisian.

Kronologi

Dhimas Prabowo mengatakan peristiwa pencabulan dan persetubuhan itu terjadi di kediaman HS yang berada di halaman ponpes. Kejadian pencabulan itu terjadi dalam waktu yang berbeda.

"Jadi HS ini tidak melakukan persetubuhan. Hanya anaknya inisial WM yang melakukan persetubuhan kepada korban," kata Dhimas.
WM melakukan persetubuhan terhadap santriwati pada November 2023. WM menyetubuhi korban di dalam kamarnya yang berdekatan dengan kamar orang tuanya, HS.

"Jadi korban persetubuhan ini satu orang dan korban pencabulan itu ada tiga orang. Sementara yang sudah dimintai keterangan," terang Dhimas.

Berdasarkan hasil visum, korban mengalami luka robek di bagian kemaluannya. Selain disetubuhi, korban juga sempat dicabuli orang tua WM yang tidak lain adalah pimpinan ponpes tempatnya belajar.

Pelaku Ditahan

HS, WM, dan AM kini telah ditahan polisi. Dhimas mengatakan ketiganya ditahan setelah ditetapkan tersangka pada 11 Desember 2024.

"Ya ketiga tersangka sudah kami tahan. Tinggal kami limpahkan berkasnya tanggal 30 Desember 2024 ke jaksa," kata Dhimas.
HS dan AM diancam Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-Undang (UU) 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sementara HS dijerat pasal tambahan, yakni Pasal 64 di undang-undang yang sama karena korbannya lebih dari satu.

Kedua tersangka HS dan AM diancam hukuman minimal lima tahun maksimal 15 tahun penjara. "Karena HS dan AM tenaga pendidik, maka ancaman hukuman ditambah 1/3 ancaman pertama," tegas Dhimas.

Kemudian, WM yang menjadi tersangka persetubuhan dan pencabulan dijerat Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) UU Nomor 35 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun penjara.

Bantah Cabuli Santriwati

HS membantah telah mencabuli empat santriwati. HS mengaku hanya meminta santriwati menjaga neneknya yang sedang sakit dan salat malam ketika menginap di rumahnya. "Banyak yang jaga. Saya suruh mereka tidur lalu bangunkan salat malam," kata HS, Sabtu (28/12/2024).

HS mengatakan beberapa guru di Ponpes HF banyak yang mengajar secara sukarela. Bahkan, beberapa santriwati mengerjakan tugas secara sukarela di lingkungan ponpes.

"Banyak guru kami sukarela di sana. Santriwati memang saya minta beres-beres dan melaksanakan tugas-tugas di sana," terang HS.

Selain HS, HM sebagai ustaz yang mengajar di ponpes HF juga membantah mencabuli santriwatinya. HM mengaku hanya pernah membangunkan santriwati saat menginap di kediamannya HS ketika menjaga nenek yang sedang sakit.

"Saya tidak pernah melakukan. Saya cuma bangunkan salat. Saya ngajar baru awal tahun 2024," tegas HM.

Setali tiga uang dengan HS dan HM, WM juga mengaku tidak pernah menyetubuhi korban yang baru berusia 16 tahun itu di dalam kamarnya. Kala itu, WM berujar korban hanya tidur lalu dibangunkan bersama teman santriwati yang lain.

"Tidak pernah. Tidak pernah melakukan. Saya cuma bangunkan saja," kata WM dengan nada sayu. Meski begitu, WM mengakui pernah meraba tubuh korban saat tidur di samping buyutnya yang sedang sakit. "Cuma pegang saja," ujar mahasiswa magister di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram ini.




(nor/nor)

Hide Ads