Kontroversi Kasus Pria Disabilitas Diduga Perkosa Mahasiswi di Mataram

Round Up

Kontroversi Kasus Pria Disabilitas Diduga Perkosa Mahasiswi di Mataram

Tim detikBali - detikBali
Senin, 02 Des 2024 09:04 WIB
Poster
Ilustrasi kasus pemerkosaan. (Foto: Edi Wahyono)
Mataram -

IWAS, pemuda berusia 21 tahun di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditetapkan sebagai tersangka pemerkosaan terhadap mahasiswi. Kasus ini menuai sorotan karena IWAS adalah pria disabitas yang tak memiliki tangan.

IWAS dituding memerkosa seorang mahasiswi. Polisi kemudian menetapkannya sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti dan keterangan sejumlah saksi.

Ibunda IWAS, GAA, menyebut kasus yang menjerat anaknya di luar nalar. Bagaimana bisa pria yang tak memiliki dua tangan bisa memerkosa perempuan?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya syok berat. Anak saya ini kan tidak bisa buka baju, bagaimana cara memerkosa korban?" ujar GAA kepada detikBali, Minggu (1/12/2024).

Ia menuturkan IWAS sudah menjadi penyandang disabilitas sejak lahir. Menurutnya, anak bungsu dari dua bersaudara itu hingga kini masih terus ditemani saat beraktivitas. Termasuk saat mandi maupun buang air.

ADVERTISEMENT

"Sampai sekarang saya masih memandikan dia. Kalau ke mana-mana, dia ada kendaraan khusus motor roda empat," imbuh GAA.

GAA masih yakin anaknya tidak bersalah. Menurut GAA, awalnya MA menjemput IWAS dan meminta agar ditemani ke kampus. Namun, dia berujar, MA justru membawa IWAS ke homestay atau penginapan di Mataram.

"Anak saya dibonceng oleh wanita itu ke homestay, dibuka bajunya dan celananya. Malah kebalik, harusnya dia yang diperkosa jadi korban," ungkap GAA.

"Saya ingin anak saya bebas," tegasnya.


Kronologi Versi Polisi

Pengakuan ibu IWAS itu berbeda dengan penjelasan polisi. Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat mengungkapkan IWAS lah yang awalnya mengajak korban ke salah satu homestay di Mataram. Dugaan pemerkosaan itu terjadi pada 7 Oktober lalu.

"Berdasarkan fakta-fakta yang telah didapatkan dari proses penyidikan, IWAS merupakan penyandang disabilitas secara fisik (tidak mempunyai kedua tangan). Tapi tidak ada hambatan untuk melakukan pelecehan seksual fisik terhadap korban," kata Syarif, Sabtu (30/11/2024).

Menurut Syarif, hasil visum terhadap korban juga menunjukkan adanya tindak kekerasan seksual. Demikian pula dari hasil pemeriksaan psikologi korban.

Polisi mengamankan sejumlah barang bukti dari kasus tersebut, seperti satu jilbab, dua hem, dan satu rok. "Kami juga amankan uang Rp 50 ribu dan satu seprai motif bunga," imbuh Syarif.

Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujewati mengungkapkan IWAS melakukan tipu daya saat memerkosa korban. Menurutnya, IWAS membuka pakaian, termasuk memaksa korban menggunakan kedua kakinya. Kini, IWAS dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"IWAS membuka kedua kaki korban dengan menggunakan kedua kaki tersangka," kata Pujewati, Sabtu.

Kuasa hukum MA, Andre Safutra, mengungkapkan modus IWAS memerkosa kliennya. IWAS disebut menggunakan segala tipu daya untuk mempengaruhi hingga memerkosa korban.

Andre mengungkapkan, IWAS mengancam dan memanipulasi MA hingga korban mau menuruti keinginannya.

"Korban sempat akan berteriak, tapi pelaku mengancam jika kamu teriak kita akan dinikahkan kalau ketahuan berduaan di dalam kamar," ujarnya.

Beberapa menit kemudian, pelaku memaksa membuka celana korban menggunakan kaki. Setelah itu, pelaku memaksa korban dibukakan celana dengan terus mengancam MA.




(dpw/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads