Organisasi kemasyarakatan (ormas) Flobamora Bali mengumpulkan para pekerja proyek asal Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk dibina. Hal ini demi mencegah potensi konflik horizontal terjadi di Bali.
Hal itu sebagai respons atas kasus pengeroyokan di Desa Adat Bakbakan, Gianyar, pada 15 Oktober yang menewaskan Dedianus Kalaiyo (19), pemuda asal Sumba Barat Daya, NTT. Dedianus merupakan korban salah sasaran. Polisi sudah menangkap 10 pelaku pengeroyokan.
"Untuk warga Flobamora yang ada di di wilayah Gianyar kami pun dari paguyuban sudah melakukan pembinaan. Pada 25 Oktober 2024 lalu kami menghadirkan hampir 200 orang anak proyek ke gereja. Lewat ketua unit masing kabupaten kota se-NTT kami juga mengimbau bahwa masalah ini sudah ditangani kepolisian, dan kami mengajak semua percaya polisi," beber Ketua III Flobamora Bali, Marthen Rowa Kasedu, kepada detikBali, Senin (28/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Perbekel Desa Bakbakan, I Gede Indra Ariwangsa Waisnawa, menyampaikan permohonan maaf atas kejadian pengeroyokan yang dilakukan 10 orang warganya. Dia berharap kejadian seperti itu tidak terulang lagi.
"Kami mohon maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Sumba Flobamora atas tindakan dari masyarakat kami. Kami perwakilan desa akan memberitahu masyarakat untuk meredam dan menyerahkan kasus ini sepenuhnya ke Polres Gianyar," kata Waisnawa.
Sebelumnya, Kapolres Gianyar AKBP Umar mengatakan Dedianus merupakan korban salah sasaran. Warga awalnya emosi lantaran ada konten viral di media sosial (medsos) yang merekam prosesi Melasti di Gianyar dengan keterangan melecehkan orang Bali. Pengunggah pertamanya adalah Mayanto Jaha Bengo alias Yanto.
Dia mengaku ingin menjahili Dedianus, sepupunya, saat istirahat bekerja. Umar mengungkapkan awalnya Dedianus mengambil video sedang bekerja mengenakan helm kuning, berlatar orang Melasti di Desa Adat Bakbakan, Gianyar, lalu dijadikan status WhatsAppnya.
Video itu kemudian diambil dan diedit oleh Yanto dengan narasi SARA dan berlatar lagu khas Sumba. Kemudian diunggah melalui akun TikTok @Loghe.dorih.
"Korban dan tersangka Yanto bekerja pada lokasi yang sama, dan saat sweeping oleh warga yang marah pada tengah malam hingga dini hari Yanto kabur karena tahu itu akibat video yang diunggahnya, tersangka kabur saat Dedianus dipukuli dan diseret keluar oleh warga," ungkapnya.
Atas perbuatannya menyebarkan video bernada SARA yang menyulut emosi warga itu, Yanto dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia terancam penjara maksimal enam tahun dan denda Rp 1 miliar.
Umar menjelaskan untuk memulihkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), semua pihak dikumpulkan. Baik dari komunitas Flobamora di Bali maupun dari Desa Bakbakan. Ini agar kedua pihak tidak lagi memperpanjang dan menambah keruh suasana. Semua tersangka, yakni 10 orang pelaku pengeroyokan dan pengunggah video sudah ditangkap.
"Kemarin sore sampai malam pihak adat dan dinas dari Desa Bakbakan sudah hadir di Polres untuk hal ini," pungkasnya.
(hsa/hsa)