Para petani dan pelaku usaha lokal Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali, menggelar audiensi dengan Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya pada Senin (8/12/2025). Dalam pertemuan itu, mereka menyampaikan delapan tuntutan terkait kisruh penyegelan belasan akomodasi pariwisata oleh Pansus TRAP DPRD Bali pada Selasa (2/12/2025).
Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya mengatakan aspirasi dari masyarakat Jatiluwih seluruh aspirasi dari masyarakat Jatiluwih akan ditampung dan segera dirapatkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah itu kami sampaikan ke Bapak Gubernur dan juga tim pansus karena kewenangan itu ada di provinsi. Nanti juga masyarakat yang berikan langsung aspirasi ke petinggi-petinggi di provinsi agar mereka paham bagaimana kondisi kultur di Jatiluwih," tegas Sanjaya sesuai audiensi di kantor Bupati Tabanan.
Terkait aksi pemasangan seng dan plastik sebagai bentuk protes petani, Sanjaya berharap hal tersebut dicabut agar tidak berkembang menjadi persoalan hukum.
"Saya takutkan nanti aksi ini ditunggangi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan memperkeruh suasana. Khawatirnya nanti malah menjurus ke urusan pidana," tegasnya.
Sementara, Bendesa Adat Jatiluwih I Wayan Yasa menambahkan warga adat Jatiluwih tetap akan terus berjuang sesuai dengan cara mereka untuk menuntut keadilan.
"Kami berharap pihak provinsi segera membuka garis penyegelan sehingga akomodasi pariwisata warga bisa kembali jalan," tegasnya.
Sembari menunggu keputusan, pihak desa adat serta pemerintah tetap membuka jalan berdiskusi untuk mencari solusi terbaik.
Adapun delapan tuntutan yakni:
1. Pemerintah dimohon memfasilitasi aspirasi pemilik akomodasi, warung, dan restoran yang merupakan petani lokal dan putra daerah Jatiluwih.
2. Bangunan yang telah berdiri sebelum Perda RTRW 2023 tetap diperbolehkan beroperasi sebagai penunjang pariwisata, sedangkan bangunan baru menyesuaikan aturan terbaru.
3. Diajukan permohonan perubahan ketentuan RTRW yang lebih spesifik untuk Desa Jatiluwih.
4. Restoran dan akomodasi penting bagi ekonomi keluarga petani dan generasi muda agar tetap dapat bekerja di daerah tanpa harus merantau.
5. Pemerintah diharapkan menerbitkan regulasi baru yang berpihak pada masyarakat Jatiluwih serta pelaku usaha mikro dan makro setempat.
6. Pengelolaan pariwisata diminta dikembalikan kepada subak dan adat, sehingga petani memperoleh keuntungan yang lebih adil.
7. Dibuka ruang dialog dan mediasi antara pemerintah dan pengusaha lokal yang terdampak penutupan sepihak.
8. Pemasangan seng merupakan bentuk protes atas penyegelan tanpa pemberitahuan resmi dan sebelum SP-3 diterima. Aksi akan berlanjut hingga tuntutan dipenuhi.
(nor/nor)










































