Terkuak Kejahatan Siber di Bali, Jual-Beli OTP Pakai Data Pribadi Curian

Round Up

Terkuak Kejahatan Siber di Bali, Jual-Beli OTP Pakai Data Pribadi Curian

Tim detikBali - detikBali
Kamis, 17 Okt 2024 09:47 WIB
Rilis kasus registrasi kartu SIM dan penjualan kode OTP ilegal oleh Polda Bali di Denpsar, Rabu (16/10/2024).
Rilis kasus kejahatan siber di Polda Bali, Rabu (16/10/2024). Foto: Ida Bagus Putu Mahendra/detikBali)
Denpasar -

Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Bali membongkar sindikat kejahatan siber di Denpasar. Polisi menangkap 12 orang, dan enam lainnya masih buron.

Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas judi online di sebuah rumah di Jalan Sakura, Denpasar. Petugas kemudian menyambangi rumah tersebut pada Rabu (9/10). Namun, petugas disebut tak menemukan adanya aktivitas judi online.

Direktur Reserse Siber (Dirressiber) Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candara menerangkan petugas justru menemukan adanya aktivitas registrasi kartu SIM secara ilegal dan penjualan kode kode one-time password (OTP).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setelah kami datangi, ternyata bukan tempat perjudian online. Tapi tempat produksi, registrasi kartu SIM secara ilegal," ujar AKBP Ranefli dalam konferensi pers di Mapolda Bali, Rabu (16/10/2024).

Rumah tersebut adalah milik DBS. Dia adalah otak dan penggerak kejahatan siber tersebut. Dia kemudian ditangkap.

ADVERTISEMENT

Setelah melakukan pengembangan, petugas mengetahui Tempat Kejadian Perkara (TKP) selanjutnya yang berada di Jalan Gatot Subroto I, Perumahan Taman Tegeh Sari, Denpasar. Lokasi ini, digunakan para pelaku untuk memasarkan kode OTP secara daring atau online.

Polisi mengamankan berbagai barang bukti mulai dari 168 modem pool, puluhan unit laptop, ratusan ribu kartu SIM, hingga uang tunai sebesar Rp 250 juta.

AKBP Ranefli menerangkan, DBS dan sindikatnya mendapat data pribadi orang lain melalui situs gelap atau dark web. Data pribadi berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK) itu yang digunakan untuk registrasi kartu SIM. Dia membeli 300.000 NIK dengan harga Rp 25 juta.

NIK itu kemudian digunakan untuk melakukan registrasi kartu SIM. Kartu SIM yang telah teregistrasi itu lantas dijual dalam bentuk kode OTP.

Penjualan kode OTP dengan kedok pembuatan akun sejumlah aplikasi. DBS dan komplotannya kemudian akan membantu pembuatan akun pada aplikasi tertentu, kemudian mendapatkan koder OTP dari SIM yang teregistrasi pakai data pribadi yang dicuri itu.

"Dijual melalui situs yang dibuat oleh tersangka DBS. Tidak menjual fisik. Jadi SIM card bisa menjadi beberapa kode OTP. Setelah itu fisiknya dihancurkan di mesin penghancur. Jadi tidak ada bukti fisik yang dijual ke masyarakat," jelas eks Wadirreskrimsus Polda Bali itu.

Harga yang dipatok DBS cukup bervariatif. Pihak DBS hanya memotong deposit pembeli sebesar Rp 500 untuk tiap akun aplikasi. Sementara akun WhatsApp, dipatok Rp 5.000.

Selain DBS, polisi juga menangkap GVS (21) selaku manajer, MAM (19) selaku kepala sortir, FM (18) selaku kepala produksi registrasi kartu SIM, kemudian YOB (23), TP (22), ARP (18), IKABM (22) yang bertugas melakukan registrasi.

Polisi juga mengamankan RDSS (22) selaku penjual kartu SIM, DP (31) sebagai researcher developer, IWSW (21) sebagai costumer service, dan DJS (21) sebagai promosi (sales).

Sementara itu, enam pelaku lainnya disebut masih buron. AKBP Ranefli menduga, mereka telah meninggalkan area Kota Denpasar.

"Masih ada enam orang lagi yang masih DPO. Kami masih kejar. Karyawan yang bekerja di kantor marketing. Sepertinya sudah tidak di Denpasar lagi," ujarnya.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan pasal berlapis yakni Pasal 65 ayat (3) dan Pasal 67 ayat (3) UU Perlindungan Data Pribadi dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Kemudian Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1) UU ITE dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads