Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berencana membangun kantor perwakilan di Nusa Tenggara Timur (NTT) agar bisa menjangkau saksi dan korban. Terutama dalam memberikan perlindungan dan bantuan bagi korban dan saksi tindak pidana prioritas.
"Sangat penting untuk segera dibangun agar dapat memperluas jangkauan layanan LPSK terhadap korban dan saksi tindak pidana prioritas yang dimandatkan oleh undang-undang (UU)," ujar Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin, dalam keterangannya saat pertemuan dengan Penjabat Gubernur, Kajati, dan Kapolda NTT di Kupang, Jumat (11/10/2024).
Wawan mengatakan LPSK memiliki mandat membentuk kantor perwakilan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Wawan, permohonan perlindungan yang masuk ke LPSK pada 2024 sebanyak 7.691 yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari ribuan permohonan itu,136 berasal dari NTT. Sedangkan pada
2023 jumlah permohonannya mencapai 7.645 dan 232 dari NTT.
"Angka ini masih sangat kecil dibandingkan jumlah tindak pidana di NTT yang berjumlah 9.105 pada tahun 2023. Artinya, hanya 4 persen permohonan perlindungan dari warga NTT," beber Wawan.
Wawan menjelaskan di beberapa daerah di Indonesia terdapat peraturan daerah (perda) yang memberikan perlindungan dan bantuan medis bagi warganya. Sebab, dalam kasus-kasus tertentu seperti korban pengeroyokan tidak ditanggung BPJS. Wawan meminta Pemprov NTT agar segera menyusun perda terkait perlindungan saksi dan korban.
Selain itu, Wawan juga meminta Kepala Kejati NTT, Zet Tadung Allo, agar mendorong perkara kejahatan serius seperti korupsi, narkoba, perdagangan orang, dan kekerasan seksual yang ditangani oleh kejati. Sehingga jaksa maupun penuntut umum dapat mencermati kebutuhan perlindungan bagi saksi dan korbannya.
"Sehingga dapat merekomendasikan kepada LPSK untuk diberikan perlindungan karena dalam perkara korupsi dan narkoba masih sangat minim perlindungan bagi saksi-saksinya," jelas Wawan.
Dalam pertemuan dengan Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitong, Wawan didampingi Kepala BP3MI NTT, Suratmi Hamida. Mereka membahas kasus tindak pidana perdanganan orang (TPPO) di NTT. Polda NTT diminta untuk bekerja sama dalam penanganan kasus tindak pidana yang menjadi mandat LPSK.
"Kolaborasi tersebut, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaga masing-masing," imbuh Wawan.
Kepala BP3MI NTT, Suratmi Hamida, mengapresiasi kehadiran kantor perwakilan LPSK di NTT. Menurut Suratmi, banyak kasus TPPO, kekerasan ibu dan anak, serta kekerasan seksual yang semakin terjadi bagai para pekerja migran asal NTT.
"Supaya hak-hak korban TPPO bisa diperjuangkan dengan mudah," ungkap Suratmi.
(dpw/dpw)