Penjabat (Pj) Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Hassanudin buka suara terkait kasus meninggalnya santriwati Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Aziziyah Gunungsari, Lombok Barat, bernama Nurul Izzati. Hassanudin menghormati sejumlah langkah yang telah diambil Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat bersama aparat kepolisian.
Pihaknya meminta agar data dan fakta kematian santriwati tersebut tak ditutup-tutupi sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku.
"Tadi Pak Pj Bupati Lombok Barat sudah ceritakan kronologinya, langkah yang diambil saya kira sudah tepat. Karena diserahkan kepada aparat penegak hukum, data dan fakta nggak ada yang ditutup, semua akses dibuka, sesuai jalur hukum akan diproses," kata Hassanudin di Pendopo Gubernur NTB, Selasa (2/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jauh, pihaknya melihat adanya urgensi untuk membentuk adanya Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Kekerasan Anak khususnya di ponpes. Kasus ini, menurutnya menjadi contoh agar satgas tersebut amat sangat diperlukan.
"Bentuk satgas perlindungan kekrasan anak, saya yakin walaupun tidak ada kasus ini, cepat atau lambat itu merupakan kebutuhan. Dengan adanya kasus ini tentunya akan mendorong kami melakukan hal demikian. Kami lindungi semua," paparnya.
Sebelumnya, Nurul Izzati diduga menjadi korban penganiayaan oleh temannya. Santriwati asal Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu meninggal di RSUD Soejono, Sabtu (29/6/2024), setelah dipukul pakai balok dan sajadah oleh temannya.
Kasatreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama mengatakan dugaan penganiayaan tersebut dinaikkan ke penyidikan seusai polisi menerima hasil visum Nurul. Hasil visum itu kini menjadi dasar polisi melakukan penyidikan.
"Jadi, para pihak yang sebelumnya kami undang untuk berikan keterangan kami panggil lagi sebagai saksi untuk jalani pemeriksaan, hari ini kami layangkan panggilan," kata Yogi, Senin sore.
(dpw/hsa)