Dua pekerja seks komersial (PSK) tewas mengenaskan di tangan pelanggannya di Bali. Kedua kasus pembunuhan PSK open BO (booking out) berbasis aplikasi MiChat itu bahkan terjadi pada hari yang sama.
Kasus pertama dialami oleh RA, cewek MiChat yang dibunuh pelanggannya bernama Amrin Al Rasyid Pane. Pria berusia 21 tahun itu menghabisi nyawa RA secara sadis di sebuah kos di kawasan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, pada Jumat (3/5/2024) dini hari. Amrin lantas memasukkan mayat RA ke dalam koper dan membuangnya ke semak-semak.
Baca juga: Kisah Para Pelacur Online di Pulau Dewata |
Terbaru, cewek open BO berinisial F juga tewas dibunuh pelanggannya yang seorang anak buah kapal (ABK), Anjas Purnama. Perempuan berusia 47 tahun itu ditemukan tak bernyawa dalam kondisi telanjang dan leher terlilit kabel catokan rambut di kosnya di Pemogan, Denpasar Selatan, Bali, pada Jumat sore.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, bagaimana pandangan pengamat terkait kasus tersebut?
Perempuan Hanya Dianggap Pemuas Hasrat
Sosiolog dari Universitas Udayana (Unud) I Gusti Ngurah Agung Krisna mengungkapkan PSK online rentan diperlakukan sadistis oleh pelanggannya. Menurutnya, pengguna jasa kerap menganggap PSK hanya sebagai komoditas yang dapat diperlakukan seenaknya karena membayar.
"Dampak komodifikasi tubuh perempuan inilah yang menyebabkan pria konsumennya melakukan apapun hingga fatalistik seperti membunuh. Karena tidak memanusiakan perempuan seperti dirinya. Tetapi seperti objek dagang yang hanya digunakan sebagai alat pemuas hasrat seksualnya," tutur Krisna, Senin (6/5/2024).
Krisna tak memungkiri PSK online juga bisa saja bertindak curang. Mereka meminta tarif lebih mahal dari perjanjian yang sudah disepakati oleh pelanggan. Padahal, tarif layanan PSK online rerata lebih mahal ketimbang yang di lokalisasi.
"Permintaan akan pemuas hasrat seks laki-laki pun digunakan sebagai motivasi mereka melakukannya. Memang ada yang melakukan dengan pelanggan yang sama secara berulang berdasar atas kemampuan pelanggan untuk membayar PSK ini," imbuhnya.
PSK Online Rentan Alami Kekerasan
Krisna menilai potensi kekerasan lebih besar dialami PSK online daripada mereka yang mangkal di lokalisasi. Sebab, para wanita BO itu minim perlindungan.
"Pada akhirnya dia harus mempertahankan dirinya dengan keinginan bayaran yang dia mau," kata Krisna.
Tidak adanya perlindungan bagi PSK yang menjajakan layanannya secara online itu, Krisna berujar, menjadi kesempatan bagi seseorang melakukan kejahatan. Terlebih jika pelanggan merasa dirugikan atas layanan yang diberikan PSK tidak sesuai perjanjian.
Pelanggan Merasa Dirugikan
Krisna menuturkan pelanggan yang merasa dirugikan biasanya meluapkan kekecewaannya dengan melakukan kekerasan terhadap penjaja seks itu. Tak hanya itu, pelanggan juga kerap merampok setelah membunuh korban untuk mengganti kerugian yang dialaminya.
"Pelanggan tentu juga tidak mau rugi, dipicu kekecewaan atas apa yang harus mereka bayarkan. Mau tidak mau mereka melakukan pembunuhan sebagai bentuk kekecewaan emosional bahkan pelampiasan dari ketidaksesuaian apa yang mereka harusnya dapatkan," kata Krisna.
Meski begitu, Krisna menilai pelanggan juga bisa menjadi korban. Seorang polisi anggota Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri asal Sulawesi Selatan tewas ditikam di sebuah hotel di Denpasar. Anggota polisi inisial FNS itu diketahui turut menjadi anggota pengamanan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.
FNS tewas setelah terlibat cekcok dengan seorang wanita yang dikenalnya melalui aplikasi MiChat. Ia ditikam oleh dua orang anak baru gede (ABG). Insiden berdarah itu terjadi di sebuah hotel di Jalan Pidada, Ubung, Denpasar, Rabu (16/11/2022) dini hari.
"Tidak hanya perempuan dibunuh karena pria yang membayarnya merasa dirugikan, tetapi sebaliknya juga bisa wanita merampok uang dan harta yang saat itu dibawa pria sebagai ganti dari kekecewaan atau kerugiannya," imbuhnya.
Beragam Faktor Menggeliatnya Prostitusi Online di Bali
Krisna mengungkap sejumlah faktor yang mengakibatkan menggeliatnya prostitusi online di Bali. Salah satunya karena menggeliatnya industri pariwisata di Bali.
"Sebenarnya tidak hanya karena berkembangnya pariwisata di Bali dan pekerja pariwisata di Bali yang menyebabkan banyaknya PSK online. Daerah lain yang tidak mengandalkan industri pariwisata juga cukup marak berkembang PSK online. Pariwisata hanya sebagian faktor pendukung berkembangnya PSK online," kata Krisna.
Krisna menilai ada beberapa hal yang memicu munculnya PSK online. Pertama, faktor permintaan akibat industrialisasi di suatu daerah. Kedua, faktor perkembangan teknologi.
PSK online, Krisna melanjutkan, dapat menjajakan layanannya dengan mudah hanya bermodal ponsel dan koneksi internet. Walhasil, operasional PSK online lebih murah ketimbang menjajakan diri di lokalisasi. Ditambah, PSK online dapat menentukan sendiri tarif layanan yang diberikan meski harus menyesuaikan dengan harga pasaran.
"Demand pun semakin dimudahkan tanpa perlu mereka pergi ke lokalisasi. Bermodal gawainya yang terkoneksi internet, mereka bisa mendapatkan calon pemuas kebutuhan biologis. Sesuai juga dengan apa yang ditawarkan dan berapa tarif yang harus mereka bayarkan," terangnya.
Faktor lainnya cukup klasik, yakni tuntutan ekonomi. Menurut Krisna, keterbatasan keterampilan mendorong orang menjajakan layanan seks baik online maupun offline.
(iws/gsp)