Dua pegawai Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Jembrana I Gusti Putu Nurbawa (44) dan Ida Bagus Ratu Suputra (47) terkena operasi tangkap tangan (OTT) karena melakukan pungutan liar (pungli). Satuan Tugas (Satgas) Saber Pungli Provinsi Bali mengungkap modus Nurbawa dan Suputra melakukan pungli.
"Modus operasinya, yang dimintai pungutan ini adalah yang melanggar tonase, berarti beratnya lebih," kata Ketua Satgas Saber Pungli Provinsi Bali Kombes Arief Prapto Santoso kepada wartawan saat konferensi pers di Polda Bali, Rabu (12/4/2023).
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, Inspektur Pengawas Daerah (Irwasda) Polda Bali itu mengatakan, kendaraan yang melebihi tonase dipungut biaya antara Rp 20 hingga 50 ribu oleh pelaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nurbawa dan Suputrajuga mengenakan pungli bagi pelanggar kubikasi. Kendaraan yang kubikasinya berlebih bisa dikenakan pungli sampai Rp 100 ribu.
Sementara, pengemudi kendaraan yang tidak membawa kartu uji berkala kendaraan bermotor atau kartu kir bisa dikenakan Rp 100 hingga Rp 200 ribu. "Jadi sesuai bobot yang mereka tentukan," jelas Arief.
Arief menegaskan bahwa belum mengetahui aliran uang pungli tersebut. Karena itu, ia akan melakukan pendalaman untuk mengetahui kemana uang hasil pungli tersebut mengalir.
"Nanti akan kami teruskan (penyelidikan hasil uangnya). Baru semalam (dilakukan gelar perkara), jadi belum cukup bahan yang bisa kami sampaikan. Nanti akan berkembang lebih lanjut," kata dia.
Selain mendalami aliran dana, Satgas juga menelusuri kapan pungli tersebut dimulai. Dugaan sementara, mereka telah melakukannya hampir setahun.
"(Kapan mulai operasi) sedang dalam dalami. Sementara ini hasil pemeriksaan, belum setahun. Hampir setahun (pelaku) berdinas di perwakilan ini," ujar Arief.
Nurbawa dan Suputra ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Mereka terancam pidana empat sampai 20 tahun penjara dan denda antara Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar. Arief mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan munculnya nama-nama lain dalam kasus ini.
(efr/gsp)