Rektor Universitas Udayana (Unud) I Nyoman Gde Antara ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Ia terpilih Rektor Unud masa bakti 2021-2025.
Dirangkum detikBali dari berbagai sumber, Antara menjadi Rektor Unud pertama dari Fakultas Teknik. Ia menggantikan rektor sebelumnya A.A. Raka Sudewi dari Fakultas Kedokteran.
Antara saat itu terpilih menjadi rektor melalui Rapat Senat Unud dengan perolehan 81 suara dari total 122 suara. Ia kemudian resmi dilantik menjadi Rektor Unud pada Selasa (15/2/2022).
Saat dilantik sebagai rektor, Antara menyampaikan sejumlah target. Ia akan mengubah tampilan Universitas Udayana khususnya di Kampus Bukit, sehingga nanti Unud dengan Kampus Bukitnya bisa bertransformasi menjadi kampus yang memadai dan memiliki ekosistem pendidikan yang bermutu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga dilahirkan sumber daya manusia yang unggul, berkepribadian, dan yang penting adalah berkontribusi pada pembangunan baik di Bali maupun nasional," tutur Antara dikutip dari situs resmi unud.ac.id.
Antara diketahui hanya mengajar mahasiswa pascasarjana di Fakultas Teknik. Ia juga sempat menduduki posisi strategis yakni sebagai Ketua International Office, Ketua LPPM dan Wakil Rektor Bidang Akademik.
Baca juga: Rektor Unud Tersangka Korupsi Dana SPI! |
Untuk diketahui, Gde Antara terbukti terlibat kasus korupsi Dana SPI. Ia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti dan keterangan para saksi selama proses penyidikan berlangsung.
"Penyidik menemukan keterlibatan tersangka baru. Sehingga, penyidik Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan satu orang tersangka yaitu saudara Prof Dr. INGA (I Nyoman Gde Antara)," kata Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Putu Eka Sabana kepada wartawan, Senin (13/3/2023).
Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali berpendapat perbuatan Antara terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, dan Pasal 12 (e) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu terbukti melanggar Pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP.
(nor/gsp)