Sengketa Lahan Pura Muncaksari, PN Tabanan Gelar Pemeriksaan Setempat

Sengketa Lahan Pura Muncaksari, PN Tabanan Gelar Pemeriksaan Setempat

Abrur - detikBali
Sabtu, 23 Apr 2022 02:01 WIB
Proses pemeriksaan setempat terkait sidang sengketa lahan pelaba Pura Luhur Muncaksari oleh PN Tabanan, Jumat (22/4/2022).
Foto: istimewa
Tabanan -

Pengadilan Negeri (PN) Tabanan melakukan pemeriksaan setempat terkait sengketa lahan atau pelaba Pura Luhur Muncaksari di Desa Sangketan, Kecamatan Penebel, Jumat (22/4/2022).

Pemeriksaan setempat itu dipimpin Wakil Ketua PN Tabanan, Putu Gde Novyartha yang juga majelis hakim dalam perkara perdata ini.

Selain itu, pemeriksaan tersebut juga dihadiri pihak yang bersengketa. Dari pihak penggugat dihadiri Bendesa Adat Sarin Buana, Selemadeg Timur, I Gede Saputra Giri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan dari pihak tergugat antara lain Bendesa Adat Muncak Sari, I Wayan Sumandia, pengempon Pura Luhur Muncak Sari, I Wayan Widana, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tabanan, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan.

Proses dari lanjutan sidang perdata ini dilakukan dengan memeriksa seluruh tapal batas lahan Pura Luhur Muncaksari yang luasnya sekitar 6 hektare lebih dan termasuk kawasan cagar budaya.

ADVERTISEMENT

Dalam pemeriksaan tersebut, ditemukan adanya perbedaan peta lokasi yang dipegang kedua belah pihak. Begitu juga dengan tapal batas dari lahan yang disengketakan. Sehingga perbedaan ini menjadi catatan PN Tabanan.

Novyartha menjelaskan, sidang di tempat yang diselenggarakan pihaknya itu untuk memeriksa langsung objek yang disengketakan.

"Kami sudah melihat letak, luas, batas-batas yang ditunjukan para pihak. Jadi memang tanah ini ada," ungkapnya.
Ia menambahkan, sejauh ini sengketa tersebut masih dalam proses persidangan.

Di tempat yang sama, Bendesa Adat Sarin Buana I Gede Saputra Giri melalui kuasa hukumnya, Budi Hartawan, mengungkapkan alasan pihaknya mengajukan gugatan didasari Pipil Patok D yang dipegang sejak 1977.

"Sudah disertifikatkan baru 2 hektare dari luas keseluruhan 6 hektare. Sisanya ini dalam proses pensertifikatan," jelasnya.

Sertifikat untuk lahan seluas 2 hektare itu dibuat pada 2014. Dalam proses pembuatan sertifikat untuk lahan yang tersisa, barulah diketahui lahan yang disengketakan telah disertifikatkan oleh panitia pura.

Ia mengklaim pihak tergugat membuat sertifikat berdasarkan salinan yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Bali pada 1983.

"Secara yuridis tidak benar salinan itu digunakan untuk membuat sertifikat. Inilah yang kami gugat. Cacat yuridis, cacat formil, cacat administrasi dalam proses pembuatan sertifikat," tegasnya.

Budi menegaskan, pihaknya tidak menggugat lahan kepemilikan Pura Luhur Muncaksari. Namun obyek yang disengketakan merupakan duwen (milik) Pura Sarin Buana. "Beda lo," pungkasnya.

Disisi lain Bendesa Adat Muncaksari I Wayan Sumandia juga melalui kuasa hukumnya I Wayan Karta menegaskan pihaknya tidak salah membuat sertifikat berdasarkan SPPT yang dikeluarkan pada 1983. "Di SPPT itu disebutkan duwen (milik) Pura Luhur Muncak Sari," ujarnya.

Ia mengakui, dokumen itu beralamat di Desa Sarin Buana. Karena pada saat itu belum terjadi pemekaran wilayah. "Pada saat itu masih semua administrasi ada di Desa Sarin Buana," katanya.

Namun dalam hal ini, ia menegaskan bahwa Bendesa Adat Muncak Sari, I Wayan Sumandia selaku tergugat pertama dan pengempon Pura Luhur Muncak Sari, I Wayan Widana, selaku tergugat kedua tidak bersalah atau melakukan perbuatan melawan hukum saat membuat sertifikat terhadap lahan yang menjadi sengketa sekarang pada 2004 lalu.

"Dia selaku pengempon. (Sertifikat) bukan atas nama dia. Tetap atas nama duwen Pura Muncak Sari seperti sertifikat sekarang," imbuhnya.

Selain itu, penguasaan lahan secara fisik oleh pihak pengempon sudah tiga abad lamanya. Ini didasarkan purana Pura Luhur Muncak Sari pada 2002. Kemudian kajian Pura Kahyangan Tiga di Kabupaten Tabanan serta berita acara serah terima fasilitas perlindungan cagar budaya berupa papan nama situs cagar budaya.

"Untuk membuktikan bahwa Pura Luhur Muncak Sari yang termasuk kepemilikan tanahnya adalah suatu cagar budaya. Milik negara. Bukan milik pribadi. Jadi tidak salah pengempon mensertifikatkannya," tegasnya.




(kws/kws)

Hide Ads